Jika Sudah Divaksin Tidak Perlu Swab Lagi!

Oleh: Mochamad Toha

Data hingga Sabtu, 28 Agustus 2021, jumlah warga Indonesia yang sudah divaksinasi COVID-19 dengan dosis lengkap (dua kali suntikan) sebanyak 34.702.821 orang. Jumlah tersebut setelah ada tambahan 581.618 orang divaksinasi pada Sabtu itu.

Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 yang diterima ANTARA pada hari itu menyebut sebanyak 61.222.258 orang telah menjalani vaksinasi Covid-19 dosis pertama atau bertambah sebanyak 786.703 orang.

Pemerintah Indonesia menargetkan sasaran vaksinasi Covid-19 sebanyak 208.265.720 orang. Meski telah mendapat vaksin Covid-19, masyarakat diminta untuk tetap disiplin melaksanakan protokol kesehatan untuk mencegah penularan dan penyebaran Covid-19.

Prokes itu mencakup memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menghindari kerumunan dan juga mengurangi mobilitas.

Kasus positif Covid-19 di Indonesia bertambah 0.050 orang, sehingga total 4.066.404 orang sampai 28 Agustus 2021 lalu. Kasus sembuh Covid-19 mengalami penambahan 18.594 orang menjadi 3.707.850 orang. Sedangkan kasus meninggal akibat Covid-19 bertambah 591 orang menjadi 131.372 orang.

Indonesia masuk peringkat keempat dunia dari jumlah orang yang divaksin Covid-19. Setidaknya, sudah 33 persen penduduk dunia divaksin Covid-19. Paling banyak adalah India yang memvaksin penduduknya.

Setidaknya, data per 26 Agustus 2021 di India sudah ada 468 juta orang yang menerima vaksinasi Covid-19. Paling tidak sudah di sana sudah ada 136,2 juta warga yang sudah mendapatkan dosis lengkap Covid-19.

Lalu, masih ada 331 juta yang baru dapat suntikan pertama berdasarkan data yang dihimpun Our World Data.

Setelah India ada Amerika Serikat yang sudah ada 202,9 juta penduduk yang divaksin. Disusul dengan Brasil yang mampu memvaksin 132 juta orang penduduknya.

Posisi Indonesia ada di peringkat empat dengan 59,4 juta penduduk sudah divaksin per data 26 Agustus 2021. Data ini tentu bersifat dinamis. Ini mengingat terus terjadi dinamika dalam penyuntikkan vaksin Covid-19.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memerkirakan vaksinasi Covid-19 tembus 300 juta suntikan dosis pertama akhir 2021. Hal ini diperhitungkan dari laju kecepatan vaksinasi seiring dengan semakin banyaknya pasokan vaksin yang tersedia.

“Perkiraan kami di akhir tahun (2021), mungkin bisa mencapai di angka sekitar 300 jutaan suntikan (dosis 1),” ujar Budi pada saat rapat bersama anggota DPR RI pada Rabu, 25 Agustus 2021.

Selanjutnya, “Bergerak di angka 400 juta, sesudah ditambah target anak-anak usia 12-17 tahun, yang mana kita bisa selesaikan sekitar Januari atau Februari 2022,” lanjut Menkes Budi.

Program vaksinasi nasional sejak 13 Januari 2021 terus berjalan demi mengejar target 208 juta populasi Indonesia. Target dalam jangka dekat sudah ada 100 juta suntikan hingga akhir 2021.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, total anggaran program vaksinasi yang meliputi pengadaan, perawatan, insentif tenaga kerja hingga testing dan tracing Covid-19 mencapai Rp 130,03 triliun.

“Total anggaran vaksinasi dan perawatan serta testing tracing Covid-19 itu tahun 2021 ini adalah Rp130,03 triliun,” katanya dalam akun instagram pribadinya @smindrawati di Jakarta, seperti dilansir Antara, Rabu (31/03/ 2021 21:38 WIB).

Sri Mulyani merinci anggaran Rp130,03 triliun itu meliputi pengadaan dan program vaksin Covid-19 Rp58,18 triliun, testing dan tracing Rp9,91 triliun, serta perawatan (therapeutic) dan insentif nakes Rp61,94 triliun.

Untuk anggaran kesehatan pada 2022 fokus guna mendukung penanganan pandemi Covid-19, terutama mempercepat vaksinasi Covid-19. Anggaran kesehatan pada Rancangan APBN 2022 yaitu sebesar Rp255,3 triliun.

Itu setara dengan 9,4 persen dari total belanja negara. “Hal ini jauh lebih tinggi dari amanat Undang-Undang sebesar 5 persen dari APBN,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-3 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (24/8/2021).

Fokus anggaran itu, lanjutnya, untuk penanganan pandemi Covid-19 dalam bidang kesehatan yang biayanya diperkirakan mencapai Rp115,9 triliun pada tahun depan.

Anggaran itu akan mendanai program vaksinasi, 3T (testing, tracing, dan treatment), klaim biaya perawatan pasien, obat-obatan, dan insentif tenaga kesehatan.

Di antara alokasi itu, Sri Mulyani menyatakan bahwa vaksinasi Covid-19 menjadi fokus pemerintah melalui berbagai upaya akselerasi.

Dia mengklaim bahwa per Juni 2021, target vaksinasi 1 juta dosis setiap hari telah tercapai. Hal itu diharapkan dapat berlanjut dan meningkat di 2022.

Pemerintah telah meminta bantuan berbagai pihak seperti pemerintah daerah (pemda), TNI/Polri, dan BKKBN untuk mendukung percepatan vaksinasi menuju target kekebalan komunal.

Yang menarik, mengapa meski sudah vaksin 2 kali, bagi warga yang akan bepergian selalu wajib tes swab Antigen atau PCR?

“Jika sudah divaksin sebetulnya tidak perlu swab dan PCR lagi,” tegas Dr. dr. Hisnindarsyah, SE, MKes, MH, CFEM, dokter di salah satu rumah sakit di Tanjung Pinang.

Mungkin itu hanya untuk meyakinkan, memang sedang tidak dalam fase infeksius saja saat dalam perjalanan karena antigen dan PCR hanya uñtuk mengetahui adanya virus atau sisa virus yang ada di dalam tubuh.

Tujuannya, “Mungkin untuk meminimalisasi penularan pada lingkungan di sekitar. Ini hanya asumsi saya saja yang berusaha mengikuti cara berpikir mereka,” lanjut Dokter Hisnindarsyah. Selama ini, “Saya belum menemukan alasan ilmiahnya. Menurut saya itu terlalu berlebihan,” tegasnya.

Pernahkah Anda membayangkan risiko tes swab hidung yang ternyata bisa menyebabkan cedera? Selama ini kita tidak pernah berpikir akan risikonya bila petugas yang melakukan tes swab dengan pelatihan minimal.

Meski masih dianggap aman, tes usap hidung dan nasopharing (tes swab) bukannya tanpa risiko. Menurutnya, individu yang melakukan tes swab dengan pelatihan minimal, mempunyai risiko cedera yang jauh lebih tinggi daripada yang dilakukan oleh nakes terlatih.

Apalagi jika tes swab ini dilakukan oleh orang awam, ini sangat beresiko. “Beberapa kasus telah menunjukkan kemungkinan cedera intrakranial ketika tes tidak dilakukan dengan tehnik dan prosedur yang benar,” ungkapnya.

Komplikasi yang bisa timbul seperti mulai dari patahnya tangkai swab jika dilakukan oleh orang yang tidak profesional (biasanya oleh perorangan atau mandiri), terjadinya mimisan (epistaksis) atau perdarahan hidung karena cara yang tidak benar atau gangguan menelan.

“Bahkan juga dapat beresiko terjadinya kebocoran dari cairan serebrospinal (CSF), ensefalokel, dan meningitis,” lanjut Dokter Hisnindarsyah.

Penulis adalah Wartawan FNN.co.id

354

Related Post