Jokowi Disentil Keras Soal Perahu Karet untuk Banjir Kalimantan
by Asyari Usman
Medan, FNN - Ketika orang-orang biasa mampu memikirkan penyebab banjir besar di Kalimantan Selatan, Presiden Jokowi melalui Twitter @jokowi mencuitkan tentang kesigapan beliau mengurusi banjir besar ini. Dalam cuitan itu, akun dengan nama Joko Widodo yang berfoto profil Pak Jokowi dengan pakaian jas, berpeci dan masker, mengatakan Presiden telah memerintahkan kepala BNPB (Badan Nasional Penanggulan Bencana), TNI dan Polri agar secepatnya mengirimkan bantuan termasuk perahu karet.
Cuitan “perahu karet” ini kemudian ditonjok keras oleh netizen dengan akun @Dandhy_Laksono (Dandhy Laksono). Dandhy mengatakan, “Kalau soal perahu karet, tanpa perintah presiden pun, tim lapangan paham. Porsi Presiden itu memerintahkan evaluasi izin dan audit lingkungan semua sektor ekstraktif (tambang-pen) di Kalimantan, agar banjir dan asap tidak terjadi lagi.”
Sekarang, saya permisi mau menojok balik Bung Dandhy. Ada beberapa poin kritikan untuk Anda. Pertama, Pak Jokowi itu bereaksi sangat konotatif, kognitif, dan konglomeratif. Artinya, begitu ada banjir, Pak Jokowi langsung berkonotasi ke perahu karet. Ini wajar karena setiap kali ada banjir, Pak Jokowi selalu melihat perahu karet di lokasi. Jadi, ada aspek kognitif Pak Jokowi yang bekerja.
Sedangkan reaksi yang sifatnya konglomeratif adalah pikiran dan tindakan yang “conglomerate friendly” (ramah konglomerat). Selalu memikirkan para konglomerat jika ada indikasi keterkaitan antara bencana banjir di Kalimantan dan tambang batubara serta perkebunan sawit. Ini maksudnya adalah: jika ada banjir besar di sana, maka Pak Jokowi akan spontan teringat bagaimana cara menjawab cecaran terhadap para konglomerat.
Seterusnya, Pak Jokowi terbiasa bereaksi produktif. Yaitu, langsung mengatasi masalah seketika. Ada banjir, kirim perahu karet. Di mana saja ada banjir, solusinya perahu karet. Jadi, wajar saja kalau perahu karet yang disebut Pak Jokowi dalam cuitannya.
Nah, Anda, Bung Dandhy, sangat keliru menuntut evaluasi izin tambang dan izin perkebunan sawit. Anda mungkin berpendapat izin di kedua sektor ini sebagai penyebab banjir air di Kalimantan. Keliru besar. Izin tambang dan izin perkebunan itu adalah penyebab “banjir duit”. Bukan hanya penyebab banjir air seperti yang terjadi saat ini.
Sebagai penyebab “banjir duit”, maka izin tambang dan izin perkebunan sawit tidak cocok dinilai buruk. Sebaliknya harus dievaluasi dan diaudit dengan predikat “sangat bagus”. Namanya juga “banjir duit”. Siapa yang akan memberikan evaluasi tidak baik?
Pak Jokowi harus berpikir keras tentang bagaimana cara mengkanalisasikan “banjir duit” itu agar tidak menggenang ke mana-mana. “Banjir duit” harus diarahkan ke satu tempat saja. Supaya mudah dikelola.
Poin yang kedua, Panjenengan kayaknya belum mampu memahami Pak Jokowi. Beliau itu menggunakan cara halus untuk memukul para pemilik tambang dan perkebunan di Kalimantan. Beliau menggunakan bencana alam untuk menegur mereka. Nanti Pak Jokowi tinggal bilang, “Bapak-bapak sekalian, beginilah dampak buruk tambang batubara dan perkebunan sawit di Kalimantan.”
Dengan teguran satu kalimat itu saja, puluhan pengusaha tambang dan sawit sudah mengerti apa yang harus dilakukan. Mereka akan mengumpulkan donasi untuk korban banjir. Pastilah akan terkumpul ratusan miliar atau bahkan triliunan.
Setelah donasi terkumpul, akan diminta bantuan Juliari Batubara (mantan menteri sosial) untuk menyalurkannya. Pak Juliari sudah sangat berpengalaman menyalurkan bansos Covid. Beliau sudah sangat paham menunjuk pihak-pihak yang bertugas menyampaikan bantuan ke pihak-pihak yang “berhak”.
Terus, untuk mendistribusikan bantuan dari para konglomerat tambang dan sawit itu tentu diperlukan tas tenteng atau ‘goodie bag’. Ini bisa dipesan dari PT Sritex. Supaya pesanan aman dan efisien, bisa minta bantuan Mas Gibran.
Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.