Jokowi Hadapi Tiga Gelombang Aksi
by M Rizal Fadillah
Bandung FNN – Rabu (02/12). Kasus pencarian terhadap kesalahan Habib Rizieq Shihab (HRS) dapat menimbulkan gelombang aksi masyarakat. Mencari-cari kesalahan dengan target penahanan dan proses peradilan atas HRS akan menciptakan gelombang aksi dari Front Pembela Islam (FPI) yang anggota tercatat sebanyak lima orang, massa alumini 212, dan pendukung HRS lainnya.
Aksi massa akan datang pada setiap sesi proses mulainya pemeriksaan terhadap HRS di Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan. Berita-berita tentang aksi tersebut akan memenuhi media dalam dan luar negeri. Isu pendzaliman terhadap HRS akan mengemuka sejalan dengan militansi yang tinggi dari peserta aksi. Keriuhan tercipta dengan sendirinya.
Gelombang aksi kedua adalah buruh yang belum puas dengan pengundangan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Agenda aksi pun diperkirakan akan terus berkelanjutan. Kerugian pada penciptaan stabilitas politik, dan perusahaan yang terdampak akibat seringnya aksi-aksi buruh.
Dampak dari seringnya aksi buruh adalah produksi barang dan jasa akan jeblok dengan sendirinya pada banyak perusahaan. Pengusaha bisa gulung tikar, atau ikut turut menekan pembatalan UU Omnibus Law yang dinilai telah membuat sial tersebut. Pengusaha dihadapkan pada pilihan yang sangat pahit. Maju kena, mundur juga ikut terkena dampak.
Gelombang potensial ketiga adalah bangkitnya massa pereaksi Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasil (BPIP). Sinyal kuat yang terkirim dari DPR adalah pemaksaan RUU HIP dan BPIP untuk masuk agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021. Perlawanan terhadap pemaksaan RUU HIP dan BPIP ini diperkirakan akan keras, apapun resiko yang dihadapi para penentang.
Perlawanan atas penyelundupan nilai-nilai kiri faham komunis pada RUU HIP dan BPIP tersebut, akan membangun solidaritas umat Islam yang anti komunis atau mewaspadai bangkitnya Partai Komunis Indonesia (PKI) model baru. Gelombang perlawanan ideologis bukan masalah kecil. Temanya strategis membela dan menjaga keselamatan ideologi Pancasila.
"Tiga Ledakan" ini awalnya tentu saja dapat dikendalikan. Tetapi jika spirit perjuangan menguat, maka seperti biasa dalam pergerakan politik dimana pun berujung pada situasi yang tak terkendali. Gerakan perubahan politik dan desakan untuk mundur Presiden Jokowi merupakan suatu keniscayaan. Perasaan sama pada rakyat tak akan reda oleh penangkapan atau penekanan.
Sikap pemerintah yang represivitas hanya menjadi sebab dari perubahan yang bakalan lebih cepat. Apalagi pemerintahan Jokowi sebenarnya rapuh. Banyak faktor lain yang menyulitkan keajegan pemerintahan Jokowi. Milsanya, kondisi keuangan negara yang semakin ambyar, tekanan kehidupan atas pendapatan dan kebutuhan hidup keluraga, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) utang yang hampir mencapai Rp 7.000 triliun membuat kondisi pemerintahan makin goyah.
Rakyat yang semakin jenuh dengan kebijakan penanganan pandemi Covid 19. Apalagi pemerintah terlihat tidak konsisten dan tak jelas arahnya. Suka berubah-ubah sesuai yang dimimpikan. Pagi tempe, sore bisa saja dele. Konflik global Amerika-Cina yang memang"diundang" untuk hadir meramaikan dinamika politik domestik.
Kini Polisi dan TNI cukup mampu terkendali "secara baik". Namun bukan mustahil perkembangan politik ke depan akan terjadi pembelahan disana-sini. Pemihakkan pada rakyat bakal terbentuk secara gradual atau mungkin bisa lebih cepat yang diperkirakan sebelumnya.
Pemerintahan Jokowi diharapkan arif menimbang cara menangani perbedaan dalam masyarakat. Jangan arogan, sok punya kekuasaan dan sekedar mengandalkan kekuatan aparat untuk membungkam rakyat. Api kejengkelan rakyat sulit diredam dengan alat paksa sekuat apapun. Ada fase fase yang tidak lagi peduli dengan rambu-rambu protokol. Situasi akan semakin sulit.
Untuk itu, sebaiknya segera kembali untuk berbenah diri. Membangun kembali iklim dialogis dan konsensus yang terlanjur berantakan. Bukankah kandungan sila-sila Pancasila merupakan filosofi, metodologi, dan solusi bagi masalah yang dihadapi bangsa dan negara ?
Jokowi tentu menyadari bahwa dirinya adalah figur yang tidak hebat amat. Karenanya perlu antisipasi atas kekuatan rakyat yang dipastikan amat hebat.
Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.