Jokowi Jadi Wapresnya Airlangga Hartarto 2024?
by M. Rizal Fadillah
Bandung FNN – Kamis (29/10). Ini usulan nyeleneh kader dan petinggi Golkar Leo Nababan untuk Pilpres 2024, yaitu Airlangga sebagi Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapre) adalah Jokowi. Usulan yang "out the box" ini memang menggelikan. Bahkan bisa membuat tertawa terbahak-bahak sampai mati. Bisa dibilang mati ketawa ala Indonesia.
Leo Nababan berharap kemudiannya Jokowi maju kembali sebagai Capres. Tujuanya untuk mengawal pembangunan agar bisa terlaksana hingga tahun 2045. Keberadaan sebagai Cawapres ini hanya untuk menerobos dan mengakali aturan yang tidak lagi membolehkan untuk menjabat sebagai Presiden lebih dari dua kali berturut turut.
Karena Jokowi untuk menjadi Capres lagi setelah 2024 memang tidak dibolehkan. Namun untuk menjadi Cawapres masih dibolehkan. Maka celah inilah yang dilihat oleh Leo Nababan untuk mendorong kembali Jokowi setelah tahun 2024 nanti. Semua boleh, kecuali ada larangan. Sama seperti anak dan mantu Jokiwi yang maju sebagai calon Walikota Solo dan Medan.
Meskipun kapasitas dan kapabiltas dari anak Gobran Rakabuming, dan mantu Bobby Nasution diragukan dan dipertanyakan. Namun karena tidak ada aturan yang dilanggar, jadinya boleh-boleh saja. Apalagi ada sejumlah Partai Politik yang berebutan untuk mendukung Gibran dan Bobby.
Aneh cara berfikir politisi Golkar ini. Kalkulasi politik yang pragmatik, amatiran dan picisan hanya untuk menjilat Jokowi. Kadang juga salah baca, seolah-olah Jokowi itu tokoh karismatik. Bacaan rakyat banyak, Jokowi justru gagal dalam memimpin bangsa ini sekarang. Terlebih dan nyata itu pada periode kedua dari kepemimpinan Jokiwi.
Sehingga siapapun yang menggandeng Jokowi dipastikan bakal rontok. Kalau nggak percaya, lihat saja hasil survei Litbang Kompas, media pendukung utama Jokowi. Begitu juga dengan hasil survei indikator politik, milik Burhanudin Muhtadi, salah satu lembaga survei pendukung utama Jokowi. Rontoh tingkat kepuasan publik kepada Jokowi sekarang.
Buang dulu fikiran mekanisme keterpilihan dengan cara curang. Karena cara ini hanya bisa mendustai untuk jangksa waktu sesaat. Tetapi tidak bisa mendustai untuk selamanya. Sebab cara curang itu akan tercatat sepanjang hayat kehidupan bangsa ini sebagai sejarah hitam dan kelam.
Leo Nababan dan politisi lain pendukung Jokowi, apa bisa menghapus jejak keterpilihan Jokowi pada Pilpres 2919 lalu? Dengan dugaan kemenangan yang berbingkai rekayasa dan manipulasi angka? Semua itu akan dicatat oleh sejarah anak milenial sekarang. Pastinya akan dibuka nanti saat Jokowi tidak lagi punya kekuasaan. Sementara kekuasaan itu dipastikan berakhir.
Untuk mampu bertahan hingga 2024 saja, itu sudah sangat hebat. Kisah kepemimpinan Jokowi diduga akan bertambah gawat. Hari ke hari berjalan tertatih-tatih akibat kebijakan yang tidak merakyat. Selalu saja membuat gelisah dan kecewa berat rakyat. Urusan Omnibus Law saja terus diganggu-gugat.
Yang diharapkan oleh Jokowi agar datang, seperti masuknya invetasi dari asing, malah tidak bakal datang-datang. Sementara yang tidak diharapkan oleh Jokowi, seperti demo masih di seluruh penjuru tanag air oleh buruh, mahasiswa dan pelajar, justru datang membuat Jokowi pusing tidak karuan. Membuat kebijakan yang menyulitkan sendiri kekuasaan Jokowi.
Mebuat Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (Cilaka). Ngakunya betujuan untuk meningkatkan dan mempermudah masuknya investasi asing. Mana ada investasi yang masuk di era pandemi virus corona sekarang. Akibatnya, yang datang berhadap-hadapan dengan Jokowi adalah demo masif dari para buruh, mahasiswa dan pelajar STM di seluruh penjuru tanah air.
Jika Presiden bergeser menjadi Wapres, maka nasib "dilupakan" akan sama dengan Ma'ruf Amin. Hilang otoritas kepemimpinan dalam mengelola negara. Seperti burung yang dikurung di dalam sangkar emas. Belum lagi jika ada bongkar bongkaran dosa politik saat menjabat Presiden. Sebagai Wapres, tentu saja proteksi kekuasaan menjadi lemah. Apalagi jika "dilepas" oleh Presiden.
Jadi terbayang model "mati ketawa cara Rusia". Seorang warga berteriak "Nikolay goblog" lalu ia ditangkap oleh KGB. Ia berkelit bahwa yang dimaksud adalah Nikolay yang lain. Tetapi petugas KGB itu tetap bersikukuh "Kalau kau teriak Nikolay goblog, maka pasti itu adalah Kaisar".
Jika nantinya pak Jokowi siap posisinya hanya sebagai Wapres, sudah barang tentu akan membuatnya imut imut. Rakyat pun tertawa tanpa jeda. Dan inilah "mati ketawa ala Indonesia".
Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.