Jokowi-lah Ancaman Demokrasi!

Andrianto, Aktivis Pergerakan

Saya berharap PDIP, Partai, Elemen Civil Socety, dan lain-lain itu mewaspadai Jokowi-Isme, yakni menciptakan feodalisme dan kultusisme yang menjadikan kita menyimpang dari akar konstitusi Republik Demokrasi.

Oleh: Andrianto, Aktivis Pergerakan

JOKO Widodo akan dikenang sebagai Presiden Mangkrak. Ini bermula dari mangkraknya Mobil Esemka yang tiada wujudnya hingga kini.

Dalam periode pemerintahannya tidak ada niatan mewujudkan realisasi Mobil Nasional, setidaknya meletakkan dasar seperti BJ Habibie dulu dengan Project mobnas: Maleo.

Yang ada makin banjir mobil dari RRC dan Korea. Sebelumnya, publik dibuai dengan histeria bila Jokowi Presiden, Rupiah akan kuat di kisaran Rp 10.000 per USD seperti periode awal SBY. (Pada akhir rezim SBY rupiah menyentuh Rp 13.000 per USD).

Sekarang yang terjadi malah rupiah sudah lewati angka psikologis pasar Rp 15.800 per USD. (Tampaknya masih akan menaik).

Janjinya untuk mewujudkan Nawa Cita yang isinya sangat Sosialistik ala Bung Karno, yang terjadi Rezimnya sangat Liberalis dan Kapitalistik.

Tampaknya kita yang over estimed, dari berbagai sumber antara lain Bang Rizal Ramli yang pernah di dalam kabinet, Jokowi nyaris tidak pernah mau membaca executive summary. Padahal cuma 1 lembar sesuai permintaannya.

Akhirnya roda pemerintahan berdasar intuisi dan kepentingan Oligarkhys. Ini yang terjadi dari project Infrastrukturnya yang tidak bermanfaat untuk rakyat.

Seperti project IKN (Ibu Kota Negara), Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Bandara Kertajati, LRT Jabotabek dll.

Semua project Jokowi dapat dipastikan mangkrak dan berpotensi pelanggaran hukum yang dapat menjadikannya berurusan dengan penegak hukum kelak.

Jokowi sudah mengantisipai sehingga berupaya untuk terus berkuasa. Namun ambisi tersebut membentur tembok besar ketika PDIP menolak Amandemen 3 periode, dan Perpanjangan 3 tahun.

Akhirnya sampailah Jokowi secara terang-terangan meng-endorse beberapa figur, dimulai dari Ganjar Pranowo (Jokowi berutang budi lewat tangan GP sang putra, Gribran Rakabuming Raka, bisa dapat rekom Walikota).

Ganjar dengan dukungan resource-nya melejit ke elektabilitas tertinggi dengan maksud mem-presure Megawati Soekarnoputri dan PDIP memberi tiket Capres untuk Ganjar.

Sejak setahun ini opsus dijalankan. Namun tanda-tandanya malah makin tertutup, PDIP mengunci Ganjar. Wajar saja. Ganjar pilihan Jokowi, bukan pilihan Megawati.

Sedangkan Megawati tentu trauma dengan eksprimen petugas partai yang ternyata di-remote kekuatan lain.

Bagi Megawati tentu akan lebih realistik menjaga roh dan keberlanjutan trah Sukarnoisme di PDIP. Setelah itu KIB didirikan untuk maksud sekocinya Ganjar.

Namun PDIP mencium skenario ini, sehingga mengancam memecat Ganjar bila jadi Capres.

Sejarah mencatat banyak tokoh berguguran bila dipecat antara lain Arifin Panigoro, Dimyati Hartono, Laksamana Sukardi, Rustriningsih dll. Semua tokoh ini dipecat dari PDIP oleh Megawati yang juga Ketum PDIP.

Akhirnya melalui instrumen relawan militannya MUSRA (Musyawarah Rakyat) yang tadinya di-design untuk menaikan pamor Ganjar di akar rumput dan Parpol, tiba-tiba berputar haluan.

Jokowi pun di acara HUT Perindo secara terang terang menyebut Prabowo Subianto dengan istilah Jatah.

Dilanjutkan dengan pertemuan Musra dengan Prabowo sebagai bentuk dukungan Capres.

Jokowi dan para oligarkhysnya tentu tidak mau lagi terkecoh sama Megawati dalam hal last minute mendukung KH Maruf Amin sebagai Cawapres. Padahal sosok ini yang paling di benci, karena berperan besar menjadikan Ahok masuk Bui dan tersungkur dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 dari Anies Baswedan.

Apa yang dilakukan Jokowi memang tidak lazim. Sebagai Presiden seharusnya bertindak sebagai pengawas, bukan malah jadi Partisan.

Dengan resource yang dimlikinya tentu keabsahan pemilu yang jurdil menjadi terancam.

Apalagi putusan MK yang dibuat Adik iparnya yang membolehkan Menteri tidak mundur ketika jadi Capres, ini tercium juga untuk melapangkan Prabowo.

Saya berharap PDIP, Partai, Elemen Civil Socety, dan lain-lain itu mewaspadai Jokowi-Isme, yakni menciptakan feodalisme dan kultusisme yang menjadikan kita menyimpang dari akar konstitusi Republik Demokrasi.

Jangan biarkan Tiran muncul sehingga kita setback menjadi negeri paria yang mundur ke belakng dan hanya untungkan para Oligakrhysnya Jokowi. (*)

522

Related Post