Jokowi Lakukan Puputan

Apalagi jelas rezim Jokowi bukan lagi menjalankan “Nawa Cita” yang berbasis sosialis ala Bung Karno, melainkan rezim “Nawa Duka” seperti rezim Peng Peng yang pro oligarki.

Oleh: Andrianto, Aktivis Pergerakan 98

ACARA megah gempita berjuluk “Relawan Nusantara Bersatu” di Gelora Bung Karno (GBK), Sabtu (26/11/2022), yang melibatkan ratusan ribu orang ini bikin dahi berkerut.

Apakah kita kembali ke era Orba yang melibatkan jumlah massa besar di luar massa kampanye resmi pemilu yang disebut Kebulatan Tekad? Jika dahulu mayoritas Ibu-ibu majelis taklim (dimobilisasi Badan Kontak Majelis Taklim/ BKMT) kini pun hampir mirip. Terlihat di layar kaca ibu-ibu yang berkerudung memenuhi GBK.

Ada dua hal yang membuat kita protes:

Pertama, pelanggaran hukum meski itu cuma putusan Menpora yang telah melarang penggunaan GBK sampai perhelatan Piala Dunia U-20 tahun depan.

Maklum itu ajang sepakbola dunia resmi dari FIFA, tentu GBK sebagai ajang pembuka harus siap sedia.

Kedua, moralitas etika kemanusiaan di saat kita baru tertimpa dua bencana besar yakni Tragedi Kanjuruhan dan Tragedi Gempa Cianjur. Kedua tragedi ini memakan korban cukup besar.

Jika acara di GBK ini sekedar acara relawan seperti yang dinyatakan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, justru ini bertolak belakang jika dilihat siapa Ketua Panitanya, yaitu: Stafsus Presiden Aminuddin Maruf dan Stering Comiite-nya Arsjad Rasjid, Ketua Umum KADIN.

Artinya jelas ini orang Istana. Justru kita melihatnya Istana memanipulasi Relawan seolah itu acara Relawan.

Jadi Hasto keliru, karena acara model GBK sudah kesekian kalinya dilakukan. Dari mulai acara Ribuan Kepala Desa di Istora Senayan, Acara Rakernas Projo di Magelang, Acara Musra di Bandung dan lain-lain.

Semua acara ini tentu memakan biaya yang tidak sedikit. Tidak mungkin Relawan bisa membuat acara berskala besar dan terus menerus. Malah kita bertanya apakah ini pakai dana Pribadi Jokowi atau APBN?

Jika ada sponsor oligarki apakah ini bagian dari gratifikasi? Atau kompensasi dari banyaknya kebijakan yang menguntungkan oligarki (UU Omnibus Law, UU Minerba dan lain-lain).

Kalau melihat skala acara-acara yang demikian massif tentu sudah Ratusan Milliar Rupiah tergelontorkan.

Dari acara GBK makin tampak sekali agenda Pilpres 2024 dimana positioning Jokowi tidak miliki porto polio di Parpol manapun. Jokowi justru terasing dari semua parpol. Jokowi kader PDIP seperti sering diklaims orang PDIP.

Jokowi sendiri hadir saat Rakernas 2 PDIP yang hasilnya dibacakan Ganjar Pranowo yang menyatakan Capres itu domain Ketum PDIP.

Nah, jadi bertubinya agenda Jokowi jelas punya maksud dan tujuan sendiri. Dalam acara GBK, Jokowi bilang Kriteria Pemimpin mesti wajah berkerut dan berambut putih.

Kalo kriteria ini jelas menyinggung Bu Mega. Bukankah Sang Ayahandanya, Bung Karno, kita kenal berwajah clink, berbusana modern, flamboyan dan lain-lain.

Juga para tokoh bangsa seperti Bung Hatta, Bung Syahrir yang berwajah klimis dan tidak berambut putih.

Anonim yang disebut Jokowi itu menyasar ke Ganjar Pranowo. Justru dia bikin ilustrasi kriteria pemimpin malah bikin ambyar semua orang.

Tadinya kita berasumsi Jokowi mendukung Prabowo Subianto. Tapi, ternyata terpatahkan di acara kemarin kriteria lebih mengarah ke Ganjar seperti skema awal.

Bisa jadi pihak oligarki penyokong Jokowi tidak percayai sosok Prabowo. Apa mungkin Prabowo sosok Jenderal bisa diatur-atur kemudian?

Buat Jokowi dan para oligarki kelanjutan project mercusuar Presiden Jokowi seperti IKN, Kereta Cepat Jakarta-Bandung, LRT Jabotabek dan lain-lain itu adalah pertaruhan yang harus dilanjutkan.

Apa jadinya bila semua project tersebut mangkrak?

SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) saja terus dibuli meski hanya meninggalkan 1 project Hambalang yang nilainya kecil jika dibandingkan salah satu project Jokowi tersebut.

Belum lagi potensi KKN yang berujung pidana seperti dikatakan tokoh seperti Prof Anthony Budiawan, Said Didu, dan Faisal Basri.

Akhirnya Jokowi tinggal selangkah lagi deklarasikan Capres pilihannya, yakni Ganjar Pranowo. Hanya tinggal waktu saja.

Apakah pilihan Jokowi akan diterima parpol-parpol, terutama PDIP? Padahal, apa yang dilakukan di GBK itu sudah sebuah psy war terbuka?

Tapi, kita sangsi parpol-parpol akan manut begitu saja. Apalagi figur Ganjar yang penuh kontroversi antara lain tersandung E-KTP, kegagalan memimpin Jateng, sehingga Jateng menjadi provinsi nomor 15 termiskin, Kasus Wadas, Kasus Semen Kendeng dan lain-lain.

PDIP sebagai parpol yang miliki tiket VIP tentu punya perhitungan bila usung Ganjar. PDIP adalah parpol yang dikenal miliki ideologisasi yang kuat.

Jabatan adalah Penugasan: Petugas Partai. Sebagai partai yang memiliki jiwa sang inspirator dan pendiri mazab Nasonalis Bung Karno, tentu keberlanjutan ruh Bung Karno jadi pertaruhan utamanya.

Apalagi muncul kepermukaan jika Ganjar yang Presiden, maka Jokowi yang Ketum PDIP.

Bisa jadi setelah puputan Jokowi ini, makin membuat yakin PDIP segera mendeklrasikan Pencapresan Puan Maharani. Karena, pasti akan berisiko mendukung sosok Ganjar yang diingini Jokowi.

Apalagi jelas rezim Jokowi bukan lagi menjalankan “Nawa Cita” yang berbasis sosialis ala Bung Karno, melainkan rezim “Nawa Duka” seperti rezim Peng Peng yang pro oligarki.

PDIP harus tobatan telah gagal dengan eksprimen Petugas Partainya. Karena

Sang Petugas malah menurunkan derajat menjadi timses next Presiden dan berupaya menciptakan next Boneka sesuai keinginan oligarki. Bahkan yang terburuk melakukan upaya Kudeta Konstitusi. (*)

446

Related Post