Jokowi Lebi Pentingkan Bebek Dari Persoalan Rakyat
by Gde Siriana Yusuf
Jakarta FNN – Jum’at (09/10). Semestinya hari Kamis kemarin 8 Oktober 2020, Presiden Jokowi menemui mahasiswa yang hendak berunjuk rasa memprotes ke istana negara terkait pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja (Cilaka) yang telah disahkan DPR.
Undangan aksi yang telah disosialisasikan beberapa hari sebelumnya melalui media sosial dan media online. Tentu kabar ini juga sudah diketahui pihak Istana. Tetapi pada hari yang sama Presiden Joko memutuskan tetap melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Pagi harinya, di akun Instagram @jokowi pada Kamis 8 Oktober 2020 Jokowi menegaskan acaranya.
“Selamat pagi. Hari ini saya menuju Kalimantan Tengah untuk kunjungan sehari. Setiba di Bandara Tjilik Riwut, Kota Palangka Raya, saya melanjutkan perjalanan dengan helikopter menuju Kabupaten Pulang Pisau...Di sana saya hendak meninjau kawasan lumbung pangan yang sedang kita kembangkan, berikut penanaman padi, keramba ikan, serta peternakan bebek yang terletak di Kecamatan Pandih Batu”.
Ya, mungkin acara Kunker itu sudah disusun jauh-jauh hari. Dan Jokowi tetap menjalankan rencananya, meski situasi di masyarakat berubah sejak UU OmnibusLaw Cipta Kerja disahkan DPR. Hal itu bisa dilihat dari keterangan yang disampaikan pihak istana bahwa Kunker Jokowi tak ada hubungannya dengan rencana aksi mahasiswa ke istana negara.
Kesimpulannya, memang Jokowi tidak pernah ingin menemui mahasiswa yang berunjuk rasa hari ini. Seperti pernah terjadi dalam peristiwa demontrasi 411. Saat itu, Jokowi meninggalkan Istana, justru di saat jutaan masyarakat mendatangi istana untuk menemui presidennya.
Padahal sebagai presiden, Jokowi seharusnya mampu memilah mana yang prioritas untuk ditemui dan diselesaikan. Sila ke-4 Pancasila, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, adalah narasi kepemimpinan yang berpengetahuan luas. Pemimpin yang berpengalaman hidup, sehingga memiliki kebijaksanaan.
Bukan hanya memutuskan sesuatu masalah, tetapi juga mengajak rakyat berdialog dalam proses pengambilan keputusannya melalui musyawarah perwakilan. Kepemimpinan sama tuanya dengan sejarah manusia. Khalifah Umar bin Khattab Radiallahu Anhu pernah memberikan nasihat kepada kita.
Amirul Mukminin mengajarkan, bagaimana seorang pemimpin harus mengambil sikap yang tegas untuk menyelesaikan sebuah masalah. Untuk menyelesaikan suatu masalah, seorang pemimpin hendaknya tidak menyepelekan masalah. Karena, jika masalah itu disepelekan dan tidak diselesaikan, maka dampaknya akan terus menerus.
Melihat foto-foto Jokowi hari ini yang menikmati pemandangan bebek-bebek, amatlah ironis dengan pemandangan aksi mahasiswa di berbagai daerah. Apalagi jika foto Jokowi bersama bebek disandingkan dengan kebakaran dan kerusakan yang terjadi saat aksi mahasiswa.
Bayangkan saja berapa puluh milyar kerugian material dalam aksi mahasiswa ini, yang sangat mungkin bisa dihindari jika Jokowi bersedia menemui mahasiswa. Peristiwa ini tentunya akan dilihat di berbagai daerah yang dapat menenangkan mahasiswa. Seperti dicontohkan oleh Gubernur Anies Baswedan dan Ridwan Kamil menenangkan para demonstran.
Saya kuatir Jokowi telah kehilangan akal sehatnya. Bahkan hilang hati nuraninya sebagai seseorang yang diberikan oleh rakyatnya kepercayaan untuk menyelesaikan seluruh permasalahan bangsa dan negara. Dalam Alkitab, Ayub 12:24 juga tentang kepemimpinan. "Dia menyebabkan para pemimpin dunia kehilangan akal, dan membuat mereka tersesat di padang belantara yang tidak ada jalannya".
Jokowi mungkin saja menganggap remeh aksi mahasiswa. Ya mereka memang sekumpulan remaja, tak bersenjata pula. Mengapa harus ditakuti. Ibarat sekumpulan domba-domba yang jinak. Tapi Jokowi harus membaca quote Alexander The Great, "Aku tidak takut pada pasukan singa yang dipimpin oleh domba. Aku takut akan pasukan domba yang dipimpin oleh seekor singa.”
Penulis adalah Direktur Eksekurif Indonesian Future Studies (INFUSS)