Jokowi Mundur, Indonesia Maju

Kalau saja republik ini ingin tetap ada dan tercatat di peta dunia, seperti melalui “poin of no return” yang harus berani menghadapi perjuangan dan resiko apapun untuk Indonesia yang lebih baik.

Oleh: Yusuf Blegur, Mantan Presidium GMNI

INDONESIA sepertinya sedang dipimpin oleh “gerombolan bromocorah”. Sekelompok manusia bermental korup juga bengis, bergabung dengan penjahat perampok harta negara dan pembunuh rakyat.

Tak ketinggalan, perilaku seks bebas dan menyimpang ikut mewarnai pentas panggung politik para bajingan berdasi yang sering berdalih atas nama rakyat dan konstitusi. Semua kejahatan kemanusiaan itu begitu sempurna, seakan menggantikan Pancasila, UUD 1945, dan NKRI.

Ini bukan soal konstitusional atau inkonstitusional. Ini juga bukan soal sesuai masa jabatannya atau berhenti di tengah jalan. Ini menyangkut keselamatan dan masa depan NKRI. Tidak perlu menunggu sampai dua tahun, langkah-langkah preventif mutlak dilakukan agar republik ini tidak semakin hancur.

Situasi dan kondisi negara ini sudah sama dengan penyakit yang kronis dan akut. Sistem ketatanegaraan yang semakin amburadul berbarengan dengan perilaku menyimpang para aparatur pemerintahan. Bukan sekedar distorsi kekuasaan, rezim semakin terang-benderang melakukan kejahatan terstruktur dan sistematik.

Negara ini tidak boleh kalah oleh segelintir penghianat bangsa. Rakyat harus bangkit, melawan dan menyelamatkan Indonesia tercinta berapa pun besar dan mahalnya perjuangan tersebut.

Bangsa Indonesia sejak dalam kepemimpinan hampir dua periode Jokowi, semakin mengalami kerusakan. Kecenderungan negara gagal sudah semakin terasa ketika kebohongan demi kebohongan terbukti dalam mengurus negara. Bukan hanya tak terbukti dalam mewujudkan janji kampanye ketika pilpres,  pemerintah lebih parah lagi, banyak menghasilkan kebijakan yang membuat rakyat sengsara dan menderita.

Demokrasi ekonomi dan demokrasi politik hanya berbuah kekuasaan yang korup, tiran dan menindas. Tak ada lagi tempat bagi akal sehat, nurani, dan budi pekerti. Tak ada lagi sedikitpun celah bagi etika dan moralitas. Tak boleh ada keleluasaan untuk tumbuhnya kemanusiaan dan Ketuhanan.

Kekacauan penyelenggaraan negara yang diselimuti dengan pelbagai kejahatan kemanusiaan. Bukan saja mengubur keyakinan rakyat terhadap keberadaan Pancasila, UUD 1945, dan NKRI.

Kebanyakan Pejabat dan sebagian besar pemimpin berubah menjadi psikopat politik yang karena orientasi materi, menghalalkan segala cara hanya untuk memenuhi dan memuaskan syahwat dunia. Rakyat menjadi terbelah, sebagian terpinggirkan dan frustasi, sebagian lagi mengikuti jalan sesat setan berwujud aparat negara.

Banyak yang terus mengambil sikap kritis dan kesadaran perlawanan, namun tidak sedikit yang menghamba pada kekuasaan. Sudah banyak korban yang berjatuhan, teraniaya, dan bahkan menemui kematian karena konsisten menegakkan kebenaran dan keadilan. Begitupun ada yang mengambil posisi aman, menjilat dan ikut menikmati kue kekuasaan meski tenggelam dalam kemunafikan.

Dengan krisis kepemimpinan seiring krisis moral yang berdampak pada krisis multidimensi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Indonesia juga telah mengalami kehancuran nyaris di semua aspek.

Kebudayaan kapitalistik yang hedon telah membuat rakyat tercerabut dari akar nilai-nilai spiritual dan religi. Keinginan mencari kesenangan hidup dan mengabaikan prinsip-prinsip ahlakul kharimah, membuat hampir seluruh rakyat Indonesia hanya menjadi bangsa yang sekedar beragama tetapi tak Bertuhan.

Kebohongan demi kebohongan, fitnah keji dan pembunuhan sudah menjadi pemandangan biasa dalam pergaulan sosial dan interaksi kebangsaan. Rakyat Indonesia di bawah kepemimpinan rezim boneka dan aparat monster tersebut, layaknya populasi penduduk yang primitif dan barbar yang hidup di dalam era modern.

Sejak rezim Jokowi memimpin, Indonesia menjadi negara terbelakang, bahkan tertinggal 100 tahun dari negara yang hanya ada di kawasan Asia Tenggara. Pembelahan sosial telah menimbulkan luka dalam dan sulit disembuhkan bagi persatuan dan kesatuan nasional.

Kehidupan ekonomi dan politik yang membuat kehidupan rakyat dibebani oleh utang dan krisis keuangan, membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa kuli di atas bangsa kuli.

Begitu pula dengan kedaulatan negara, harga diri, kehormatan serta martabat bangsa yang semakin terpuruk. Indonesia menjadi sempurna menuju negara gagal, ketika ditambah sistem pertahanan dan keamanan menjadi begitu sangat lemah.

Hal ini terbukti bukan hanya pada ranah sosial, ekonomi, dan politik, dalam penguasaan persenjataan konvensional dan biologis, militer Indonesia masih tergolong memiliki alutsista yang secara kualitatif dan kuantitatif masih jauh dari standar dan belum mampu menjamin keselamatan dan kesinambungan eksistensi NKRI.

Pandemi Covid-19 beserta kontroversi dan eksesnya menjadi bukti yang tak terbantahkan, betapa rapuhnya Indonesia dalam skala lokal dan terlebih lagi global.

Rasanya, ini bukan sekedar subyektifitas dalam melihat fenomena mirisnya Indonesia, yang sejatinya negara besar dan kaya. Republik yang sarat historis dan ideologis serta mumpuni menjadi bangsa pemimpin dan disegani di dunia, namun apa daya, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak.

Rezim Jokowi, sebuah komunitas politik dengan pemimpin boneka didampingi birokrat hipokrit dan badut-badut buzzer yang konyol ini, Indonesia nyaris tenggelam oleh perilaku menyimpang dari kekuasaan rezim Jokowi yang tak ubahnya bagai penjahat berkedok aparatur negara dan dilindungi konstitusi. Sebuah entitas politik pemerintahan yang sanggup menerkam, mengoyak, dan mencabik-cabik Pancasila, UUD 1945, dan NKRI.

Pada akhirnya tak ada pilihan lain lagi, yang terbaik bagi keselamatan rakyat, negara dan bangsa Indonesia.

Kalau saja republik ini ingin tetap ada dan tercatat di peta dunia, seperti melalui “poin of no return” yang harus berani menghadapi perjuangan dan resiko apapun untuk Indonesia yang lebih baik.

Maka menjadi keharusan yang wajib dilaksanakan, bahwasanya saatnya Jokowi mundur sehingga menjadikan Indonesia maju.

Dari catatan pinggiran labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan.

Bekasi Kota Patriot, 30 Oktober 2022/4 Rabi'ul Akhir 1444 H. (*)

521

Related Post