Jokowi Plintat-Plintut
BARU lima hari menyerahkan kunci lapangan kerja kepada dunia usaha. Presiden Joko Widodo kembali mengeluarkan pernyataan yang berbeda. Kamis, 25 Februari 2021, ia menjelaskan beberapa upaya yang sudah dilakukan pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan, antara lain melalui program padat karya dan belanja pemerintah.
Apa yang dilakukan pemerintah itu sifatnya jangka pendek. Sedangkan penyediaan lapangan kerja oleh pengusaha bersifat jangka panjang dan
berkelanjutan. Ia pun meminta bantuan pengusaha dalam membuka lapangan kerja.
Padahal, Sabtu 20 Februari 2021, Joko Widodo mengatakan, kunci lapangan kerja itu bukan di pemerintah. Artinya, kunci lapangan kerja itu diserahkan kepada pelaku bisnis, terutama sektor swasta. Dengan menyerahkan kuncinya ke sektor swasta, berarti fungsi pemerintahan tidak ada lagi dalam mengurus tenaga kerja.
Forum Rakyat, Senin, 22 Februari 2021 menyoroti pernyataan Joko Widodo dengan judul, "Jokowi Lempar Handuk dalam Urusan Lapangan Kerja." Tak ada angin dan tidak ada hujan, Jokowi seolah-olah meralat kalimat yang diucapkannya. Dari sebelumnya mengatakan, kunci lapangan kerja bukan di pemerintah, kemudian Jokowi meminta bantuan pengusaha dalam usaha membuka lapangan kerja itu.
Sekali lagi, tidak ada yang salah dalam kedua pernyataan itu. Hanya saja ucapannya itu tetap nenjadi pertanyaan bagi banyak pihak. Kok semudah itu mengubah ucapan tentang persoalan yang sama? Kenapa dalam waktu lima hari pernyataan tentang lapangan kerja sudah berubah?
Apakah dalam waktu singkat seorang presiden sudah lupa dengan ucapannya? Ataukah para pembisiknya sengaja menyampaikan kalimat yang berbeda untuk satu masalah dalam waktu yang singkat? Atau Jokowi yang plintat-plintut?
Kesannya, presiden mau melempar tanggungjawab mengenai lapangan kerja yang kini semakin sempit akibat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Padahal, yang dibutuhkan rakyat khususnya para pencari kerja adalah adanya kepastian untuk mencari nafkah.
Rakyat membutuhkan presiden yang mengayomi, yang memberikan ketenangan, dan memberikan kepastian dalam berbagai usaha dan kegiatan. Rakyat tidak butuh presiden yang sering mengeluarkan pernyataan yang membingungkan.
Rakyat tidak butuh presiden yang seringkali melemparkan tanggungjawab, yang sering menyampaikan janji palsu dan penuh dusta dan kebohongan. Sebaiknya, sebagai pemimpin Jokowi semestinya berhati-hati dalam berucap dan bertindak.
Apalagi lapangan kerja merupakan persoalan yang sangat sensitif. Sebab, jika pemerintah tidak piawai dalam menanganinya, dikhawatirkan membawa persoalan baru di bidang sosial, hukum, dan ekonomi. Orang yang tidak mendapatkan pekerjaan akan melakukan jalan pintas berupa kejahatan, demi isi perut.
Jadi, antara pemerintah dan pengusaha harus secara terus-menerus bersinergi dalan usaha menyediakan lapangan kerja. Okelah, pemerintah hanya mampu menyediakan pekerjaan jangka pendek, itu tidak masalah. Pengusaha untuk jangka panjang, tentu sangat bagus.
Akan tetapi, pemerintah harus benar-benar melakukan fungsinya. Pemerintah menyiapkan aturan yang membuat dunia usaha nyaman dalam menjalankan bisnisnya, sehingga penyerapan lapangan kerja bisa berkelanjutan.
Pemerintah juga harus melakukan fungsinya, melindungi para pekerja. Dengan demikian, pengusaha tidak semena-mena melakukan PHK atau Pemutusan Hubungan Kerja yang belakangan marak terjadi.
PHK sepihak sudah banyak terjadi. Hak-hak pekerja yang terkena PHK akibat resesi ekonomi banyak yang diabaikan dan dipotong. Pekerja tidak berdaya menghadapinya.
Mengadu ke Dinas Tenaga Kerja juga tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Alasannya, karena resesi akibat Covid-19. Mengadu ke serikat pekerja perusahaan, juga mandul.
Akan tetapi, alasan yang paling menyakitkan korban PHK adalah aturan yang sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja sudah diterapkan sebagian pengusaha ketika memberhentikan karyawannya. Akibatnya, pesangon yang terima pekerja yang di PHK pun jauh dari yang diharapkan.**