Kacau, Plt. Ketum PPP Mengusulkan Eks Napikor Romahurmuziy Menjadi Duta Antikorupsi, Anda Setuju

Romy alias Romahurmuziy, Ketua Dewan Pertimbangan DPP Partai Persatuan Pembangunan

 Jakarta, FNN - Pelaksana tugas Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan, Muhammad Mardiono, mengatakan bahwa mantan narapidana korupsi jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama Romahurmuziy atau biasa dipanggil Romi, cocok dijadikan duta antikorupsi. Pernyataan Mardiono itu tampaknya muncul sebagai respons atas munculnya kritik keras kepada PPP karena mengangkat Romahurmuziy sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Dewan Pimpinan Pusat PPP.

Romi, kata Mardiono, bisa berbagi pengalaman agar kasus serupa (korupsi) tidak terjadi lagi. Dengan kata lain, beliau bisa menjadi duta antikorupsi di tengah-tengah masyarakat. Bisa menjadi duta antikorupsi di tengah-tengah kader PPP, kata Mardiono lagi. “Bukan berarti kami tidak mendukung langkah KPK maupun penegak hukum untuk mencegah korupsi. Kami dukung sepenuhnya, tetapi kami tidak bisa menutup hak-hak politik seseorang. Kan mereka juga punya hak, kecuali pengadilan mencabut hak politiknya,” kata Mardiono.

Mardiono menyebut alasan dia memberikan jabatan kepada Romi sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Partai karena sebagai politisi Romi mempunyai kemampuan politik yang sangat baik. Romi, kata Mardiono, juga telah menebus kesalahannya sesuai dengan keputusan pengadilan. PPP memberi kesempatan semua kader untuk kembali berperan untuk bangsa.

Kembalinya Romi ke jajaran elit DPP PPP mengundang kritik dari banyak kalangan. Hal ini mulai mencuri perhatian publik ketika dia mengunggah Surat Perubahan Susunan Personalia Majelis Pertimbangan DPP PPP. Seperti kita ketahui bahwa dalam beberapa waktu terakhir ini, PPP sedang menyusun struktur kepengurusan baru. Banyak sekali nama-nama baru yang masuk di lingkungan PPP. Salah satu hal yang paling banyak mendapat sorotan adalah masuknya Romi. Surat Keputusan Pengangkatan tersebut ditandatangani oleh Ketum Muhammad Mardiono dan Sekjen Arbani Tomafi.  

“Kuterima pinangan dengan bismillah, tiada lain kecuali mengharap berkah, agar warisan ulama ini kembali merekah,” tulis Romi di akun Instagramnya. Unggahan Romi inilah yang kemudian mengundang kehebohan di dunia maya, sekaligus mengundang kritik. Sebelumnya, Romi dikenal sebagai politisi muda yang cukup moncer. Alumni dari ITB ini pernah menjadi Ketua Umum DPP PPP pada periode 2014-2019, menggantikan Surya Dharma Ali, yang juga menjadi terpidana dalam kasus korupsi.  

Sebelumnya, Robi juga pernah menjadi Sekretaris Jenderal DPP PPP dan dua kali berturut-turut menjadi anggota DPR Fraksi PPP.  Pada Pemilu 2014, dia dikenal sebagai pendukung yang sangat kuat dari Pak Jokowi dan hubungannya sangat dekat dengan Presiden Jokowi. Romi sering sekali mendampingi Presiden Jokowi, terutama ketika menemui para Kyai NU di beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan seringkali mengunggah foto-foto kedekatannya dengan Presiden Jokowi.

Kedekatannya dengan Presiden Jokowi langsung hancur berantakan, karier cemerlangnya juga hancur lebur ketika dia terjerat kasus jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama Jawa Timur. Romi ditangkap oleh petugas KPK setelah melalui kejar-kejaran di sebuah hotel di Surabaya. Romi akhirnya divonis 2 tahun penjara dengan denda 100 juta rupiah, dengan subsider 3 bulan kurungan. Tetapi, dia mengajukan banding sehingga hukumannya hanya satu tahun penjara. Romi bebas pada 29 April 2020.

Kembalinya Romi ke lingkaran elit PPP ini mendapat sorotan tajam di tengah ramainya isu munculnya wacana sistem pemilu kembali ke proporsional tertutup. Dengan sistem proporsional tertutup artinya figur-figur seperti Romi yang mantan koruptor bisa kembali ke dunia politik dan bisa kembali terpilih menjadi wakil rakyat di DPR. Karena, kalau kembali ke sistem proporsional tertutup, yang menentukan wakil rakyat di parlemen bukan lagi rakyat, tetapi para elit politik. Artinya, mereka yang punya kedekatan dengan dengan elit politiklah yang kemungkinan akan diangkat menjadi wakil di Parlemen, seperti Romi ini.

 Jadi, sangat mungkin setelah Pemilu 2024, kita akan melihat figur-figur politisi seperti Romi wira-wiri lagi di Senayan, bahkan mungkin menduduki posisi penting. Itulah yang membuat masyarakat meributkan soal soal rencana kembali ke proporsional tertutup. Bagaimana? Apakah Anda setuju dengan yang disampaikan oleh Plt. Ketua Umum PPP yang akan menjadikan Romi sebagai duta antikorupsi?

Apakah kalau menjadi duta antikorupsi harus diberi jabatan elit di partai politik? Kenapa mereka tidak diminta membuktikan dulu untuk menjadi semacam pelayanan publik, betul-betul menjadi duta antikorupsi, bukan sekadar wacana atau semacam justifikasi pengangkatan mereka menjadi seorang tokoh elit di lingkungan platform? Harusnya jalanin dulu saja kalau mereka memang menjadi tokoh antikorupsi dan menunjukkan mereka tidak mengulangi lagi perbuatannya. Saya kira itu jauh lebih penting daripada mencari-cari alasan untuk menjustifikasi Romi menjadi Ketua Dewan Pertimbangan DPP Partai Persatuan Pembangunan lagi. Demikian pembahasan Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, di Kanal Yotube Hersubeno Point edisi Rabu (04/01/23). (ida)

210

Related Post