Kebangkitan Emak-emak

(Photo Laskar Wanita Indonesia era revolusi)

Oleh: Ridwan SaidiBudayawan

Ada jangkar sejarah kalau emak-emak dalam tahun-tahun terakhir di Indonesia bangkit memelopori gerakan perubahan politik.

Ada Cut Nya Din dalam perang Aceh, Christina Martha Tiahahu dalam perang Pattimura, Nyi Ageng Serang dalam Perang Diponegoro.

Dalam revolusi kemerdekaan ada Jo Masdani, Jakarta, Nurjanah, Kebon Siri Jakarta, Emmy Saelan, Sulawesi Selatan.

Pegiat-pegiat demo sekarang ada Menuk, Wati, Monita. Dan masih banyak lagi emak-emak yang bergiat untuk perubahan politik.

Perubahan diperlukan karena the existing regiem sudah exhausted. Apresiasi Internasional juga rendah terhadap rezim sekarang, itu dapat disimpulkan dari suasana sidang KTT Asean-USA dan di luar sidang baru-baru ini.

Di bidang econ keadaan memburuk. Sebenarnya kesalahan tak dapat ditimpakan pada satu orang saja, tapi kepada tim yang dibentuknya yang sangat lemah lagi pula lunglai. Walau pun buntut-buntutnya tanggung jawab yang membentuk tim.

Konstitusi Reformasi memungkinkan dibentuknya lembaga non kementerian yang banyak tak kira-kira, dan masing-masing vertikal pula.

Anggota DPR di jaman Suharto 360 orang. Tiap 4 anggota dapat 1 staf. Kini anggota DPR 560 orang. Tiap 1 anggota dapat  2 sespri dan 5 tenaga ahli. Berarti jika ambil sample Senayan saja, populasi tenaga ahli 2530 orang. Tapi bikin judul UU tak bisa dipaham. IKN Ibukota Nusantara. Nusantara mengacu kemana, kenegerian atau lokasi?

Kalau begini caranya pantas saja perimbangan anggaran rutin dan pembangunan ngejomplang, untung tidak jumpalitan.

Saya pernah Wakil Ketua Komisi APBN DPR. Menkeu Ali Wardana bicara 4 mata dengan saya. Katanya, Ridwan, anda hantam pemerintah terus coba pertimbangkan, katanya. Beberapa tahun terakhir perimbangan anggaran pembangunan dan rutin 70 : 30, berubah sedikit saja misalnya rutin 31, anda hantamlah pemerintah.

Menkeu yang sekarang ditanya apa saja jawabnya AMAN. Sejak Syawal 1442 H sampai Syawal 1443 H sekarang, kata aman sudah tak diucapkan Bu Menkeu lagi.

Perubahan sistem juga keharusan, bukan sekedar gonta-ganti orang. Reformasi cukuplah sejilid saja, tak perlu dua jilid. Sejilid saja orang banyak yang bonyok, apalagi dua jilid. Ini bukan persoalan orang saja, tapi juga sistem.

Emak-emak selamat berjuang demi generasi mendatang. Rsaidi. (*)

400

Related Post