Kegersangan Intelek
Oleh Ridwan Saidi, Budayawan
Pada photo atas pertemuan sejumlah aktivis di Istana atas undangan Presiden Suharto tahun 1970, tampak Pak Harto membelakangi lensa berhadapan dengan sejumlah aktivis a.l Darojatun, Buyung Nasution, Mar'ie Muhamad, Nono Makarim, Haryadi Dharmawan (berdiri), dan RS. Pertemuan membahas soal korupsi.
Suasana tahun 1966-67 bukan diwarnai gemuruh demo saja, tapi cukup tinggi frekuensi diskursus intelektual baik lewat simposium, istilah waktu itu, atau diskusi2 terbatas.
Para pembicara Prof Emil Salim, Prof Sarbini, Sumarlin, Ali Murtopo, Letjen Hasnan Habib, Subchan ZE, Prof Selo Sumarjan, Umar Kayam, Prof Ismail Suny, Prof Harun al Rasyid, Jen (pur) TB Simatupang.
Angkatan berikut Prof Yuwono Sudarsono, Machbub Djunaedi, Sabam Sirait, Arbi Sanit, Darojatun Kuncorojakti, Arbi Sanit, RS, Marsilam Simanjuntak.
Di jaman Orde Baru kehidupan intelektual bertahan sampai dengan awal 1990-an. Setelah itu melenah sampai tiba reformasi.
Di era refornasi tendensi kehidupan intelektualitas kian melemah. Tapi dalam lima tahun terakhir ada tanda-tanda menggembirakan dengan tampilnya Rocky Gerung, Ichsanudin Noorsy walau mereka bukan tokoh baru. Salim Said dan Antoni Budiawan belum terlalu senior, juga banyak aktif dalam diskursus-diskursus intlelektual. Fuad Bawazier memang senior tapi tampilan dan pemikirannya masih segar. Fadli Zon menarik, resmi orang partai dan angg DPR, tapi pemikiran tak seperti yang lain. Chusnul Mariah wanita intelek yang konsisten.
Masih ada lagi sejumlah nama yang belum disebut. Tapi ringkasnya tak perlulah dulu kita lekas-lekas putuskan kita punya asa.
Rocky, Ichsanudin, Budiawan, Salim, Fadli, Fuad, Chusnul, memang mereka ada apa? Ada integritas. (*)