Kemana Arah Dua Pemimpin yang Berbeda
Jokowi beserta semua kroninya harus bisa mengamankan masa jabatannya berakhir, sementara Anies akan melompat dan meneruskan karir politiknya yang lebih besar. Searah dengan kehendak alam dampak politiknya dari kedua pemimpin tersebut akan berbeda.
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
GUBERNUR DKI Jakarta Anies Baswedan melakukan kunjungan kerja di Eropa. Diketahui ada 3 negara didatangi Anies Baswedan, yakni Inggris, Jerman, dan Perancis selama 8 hari.
Tujuan dari kunjungan Anies di ketiga negara Eropa itu guna membahas kerja sama pembangunan Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta. Menindaklanjuti kerja sama transportasi, termasuk pembiayaan MRT, tapi juga transportasi lainnya. Membahas rencana kerja sama sister city (kota kembar) dan smart city (kota cerdas).
Saat ini, Jakarta sudah memiliki kerja sama sister city dengan sejumlah kota di dunia, seperti Jeddah, Seoul, Islamabad, Rotterdam, Tokyo, Los Angeles, Casablanca, dan Beijing. Kemudian, Arkansas, Berlin, New South Wales, Paris, Bangkok, Hanoi, Istambul, Maputo, Kyiv, Moskow, Al Qud's As-Shareef atau Jerusalem, Pyongyang, hingga Budapest.
Kolaborasi antara Jakarta dengan Inggris dalam berbagai program terkait iklim apalagi Jakarta memiliki target untuk mencapai zero emission (emisi nol) pada tahun 2050.
Anies Baswedan dilantik pada 16 Oktober 2017, sehingga masa jabatan Anies akan berakhir tepat 5 tahun setelah pelantikan, yakni 16 Oktober 2022.
Mengapa Anies yang kita sentuh (tidak ada niat mengabaikan tokoh bangsa lainnya) karena Anies memiliki agenda kedepan sebagai kandidat Capres pada Pilpres 2024. Anies pasti menyadari masa bhaktinya sebagai gubernur akan berahir pada 16 Oktober 2022. Untuk apa melakukan kunjungan kerja dan membahasa program zero emission (emisi nol) pada 2050.
Nuansa kerja politik tidak bisa dinafikan. Dalam suasana yang berbeda Bung LaNyalla Mahmud Mattalitti, yang sedang menjalankan umroh terpantau melakukan kegiatan politik yang cantik dan cerdas.
Bisa saja kecerdasan Anies melampaui pemikiran hanya sesaat dan kekinian. Anies memiliki sejarah dan darah sebagai juang pasti melintas dalam benak pikiranya bukan hanya masa kekinian atau hanya berpikir masa depan DKI, tetapi masa depan Indonesia.
Sebab peluang sebagai RI-1 pada Pilpres 2024 terbuka dengan segala peluang dan kemungkinannya. Potensi keilmuan, kemampuan, dan integritasnya akan mengawal karir politiknya ke masa depan.
Sampai di sini sudah terlintas realitas apa yang sedang dan akan terjadi pada Presiden Joko Widodo, kalau aman akan berakhir pada tahun 2024. Politik yang dimainkan selama ini sebagai presiden memiliki residu dan resiko politik yang sangat besar.
Bisa jadi akan berakhir dengan menyandang gelar sebagai pahlawan “Bapak Pembangunan Infrastuktur”. Tapi justru sejarah gelap bisa terjadi sebaliknya sebagai Presiden terburuk dan berakibat resiko hukum atas kesalahannya selama menjabat sebagai presiden.
Kesalahan seorang pemimpin tidak akan berubah karena perjalanan waktu (Muhammad Abduh).
Agak sulit dianalogikan dua figur Anies Baswedan dengan Jokowi dalam karir dari akhir perjalanan politiknya dengan kapasitas wawasan dan intelektual, integritas, kapasitas dan potensi keilmuan yang yang berbeda, masing melekat dalam dirinya.
Pada saat yang sama kunjungan ke luar negeri – Jokowi ke Amerika dan Anies ke Eropa. Dalam kapasitas yang berbeda Jokowi sebagai Presiden dan Anies sebagai Gubernur tetapi akan membawa resonansi dan kilas balik politik yang berbeda.
Jokowi beserta semua kroninya harus bisa mengamankan masa jabatannya berakhir, sementara Anies akan melompat dan meneruskan karir politiknya yang lebih besar. Searah dengan kehendak alam dampak politiknya dari kedua pemimpin tersebut akan berbeda.
Kedua pemimpin tersebut terus bergerak menjalankan aksinya: “Aksi tanpa teori tidak akan efisien atau tidak akan berhasil melakukan perubahan yang mendasar, kita tidak dapat membebaskan manusia tanpa sadar. Di pihak lain, teori tanpa aksi tidak akan mendapat watak ilmiah yang sejati karena tidak ada jalan lain untuk menguji teori kecuali melalui aksi’’ (Ernes Mandel).
Dalam tanbih Syaikhuna al Mukarom Ahmad ShohibulwafaTajul Arifin ra: Setinggi-tingginya tahu, sedalam-dalamnya tahu. Seluas-luasnya tahu, belum tentu mengerti. Sedalam-dalamnya mengerti, seluas-luas mengerti, belum tentu merasa.
Seorang pemimpin harus tahan dan legawa dengan jiwa negarawan mau dan mampu menerima kritik dan tahan berdebat dalam sebuah tekanan, tidak sebaliknya. “Ketika kalah dalam debat, dan rentan kritik - fitnah menjadi alat bagi pecundang” (Socrates). Muncul makhluk Buzer kerjanya hanya fitnah dan adu-domba.
Pilpres mendatang masih cukup waktu, semoga Polres 2024 berjalan aman dan lancar, berjalan jujur dan adil, jauh dari macam-macam rekayasa tipuan. “The ballot is stronger then the bullet,” kata Presiden Amerika Abraham Lincoln. Ya, dalam pemilu, suara lebih kuat dari peluru. Bagi Jokowi bisa mengakhiri masa jabatannya dengan aman sudah cukup bagus. (*)