Kemanusiaan di Ambang Kehancurannya
Di sìnilah sejatinya Islam harus hadir atau tampil sebagai penyelamat (salvation). Meminjam slogan populer yang klasik Islam itu adalah Solusi (al-Islamu hallun).
Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation
TAK disangkal lagi bahwa dua tahun terakhir kehidupan manusia menghadapi tantangan yang luar biasa. Bahkan tidak berlebihan jika saya katakan tantangan itu telah melampaui imajinasi kemanusiaan kita (beyond our human imagination).
Berbagai manipulasi kehidupan, termasuk alam, mengakibatkan perubahan iklim (climate change) yang dahsyat. Akibatnya bencana alam terjadi di mana-mana. Sebuah ancaman yang bukan main-main. Perubahan iklim adalah salah satu ancaman masa kini dan masa depan yang paling nyata.
Belum lagi berbagai kekerasan masih terjadi di berbagai belahan dunia. Peperangan dan berbagai kekerasan terhadap kaum lemah terus terjadi. Mereka yang berjuang untuk mendapatkan hak-hak dasar manusianya semakin suram. Dari Rohingyah ke Uighur, dari India dan Kashmir ke Afghanistan, hingga ke Yaman, Suriah, Irak, dan tentunya Palestina.
Covid 19 telah menimbulkan berbagai krisis (multi crisis) yang luar biasa. Begitu banyak yang meninggal, sakit, dan juga kehilangan sumber kehidupannya. Ekonomi bagi rakyat umum semakin berat akibat pandemi ini. Yang semakin disayangkan adalah karena di saat-saat sulit ini mereka yang kaya semakin kaya justeru di tengah kemiskinan yang semakin menjadi-jadi.
Yang terburuk dari pandemi Covid 19 ini adalah dampak kejiwaan masyarakat. Di Amerika misalnya apa yang dikenal dengan “mental health crisis” menjadi pandemic beyond the pandemic (musibah di balik musibah). Di rumah sakit-rumah sakit misalnya, departmen yang paling ramai adalah “psychic Departement”.
Ancaman Kemanusiaan
Tapi dari sekian permasalahan yang dihadapi oleh manusia saat ini, tidak ada yang lebih berbahaya dari bahaya ancaman hilangnya kemanusiaan (humanity) manusia itu sendiri. Sebuah ancaman yang akan menghancurkan segala harapan dan capaian (achievement) manusia. Kemajuan material, ketinggian Ilmu dan teknologi, hingga kemampuan manusia menembus angkasa luar tidak akan bermakna ketika kemanusiaan manusia telah hilang.
Sesungguhnya hilangnya “insaniyat” (kemanusiaan/humanity) manusia menjadikan seseorang nampak seperti manusia tapi secara hakikat bukan lagi manusia. Itu akan nampak dalam prilaku yang terkadang lebih jahat dari prilaku dunia binatang (kal-an’am bal hum adhollu).
Ada beberapa indikasi ketika manusia kehilangan kemanusiaannya. Saya hanya akan menyebutkan tiga indikasi penting yang saling terkait.
Pertama, manusia mengalami ketamakan hidup yang tak terkontrol. Hawa nafsu material dunianya tidak akan terbendung lagi. Sehingga dalam karakter mereka tidak lagi mengenal batas-batas mana yang baik dan mana yang buruk. Mereka akan melakukan apa saja untuk memenuhi tuntutan hawa nafsu dunianya yang tiada batas.
Kedua, manusia mengalami sebuah keadaan yang menjadikannya kehilangan ketenangan dan ketentraman hidup. Keadaan itu yang digambarkan dalam Al-Quran dengan “al-khauf” (rasa takut) dan “al-hazan” (rasa sedih). Manusia akan selalu dibayang-bayangi oleh ancaman hari esok. Tapi sekaligus dibebani oleh kesedihan hari kemarin. Kedua penyakit ini disebutkan oleh Al-Quran terjadi ketika manusia tidak lagi berpegang kepada petunjuk Allah SWT.
Ketiga, hilangnya kepuasan dalam hidup manusia (al-qona’ah). Kemajuan ekonomi dengan segala fasilitas dunia yang luar biasa tidak menjadikan manusia merasakan kepuasan dan ketenangan. Akibatnya manusia yang mencari kepuasan di tengah rimba dunianya bagaikan sedang memburu fatamorgana. Semakin diburu semakin menjauh. Situasi ini menjadikan manusia mencari dan mencari tanpa pertimbangan apapun. “Life style hewani” kerap terjadi akibat pencarian kepuasan yang tiada ujung itu.
Intervensi Islam sebagai Penyelamat
Di sìnilah sejatinya Islam harus hadir atau tampil sebagai penyelamat (salvation). Meminjam slogan populer yang klasik Islam itu adalah Solusi (al-Islamu hallun).
Ada beberapa alasan dasar Kenapa Islam harus hadir sebagai penyelamat.
Satu, karena memang konsep iman itu adalah konse aktif dan dinamis. Iman bukan angan-angan (tamanni) dan bukan juga khayalan (takhalli). Tapi sebuah kekuatan hati yang terekspresi dalam karya dan inovasi. Di sinilah iman akan hadir dengan solusi terhadap berbagai permasalahan hidup manusia.
Dua, konsep Dakwah dalam Islam merujuk kepada komitmen perbaikan (in uriida illa al-Islah). Memperbaiki jiwa dna fitrah manusia agar kembali ke jalan Allah. Karenanya Dakwah bertujuan bukan sekedar menambah pengikut. Tapi membawa perbaikan dan solusi bagi berbagai permasalahan hidup manusia.
Tiga, konsep Amar ma’ruf dan nahi mungkar menjadi sangat mendasar dalam tatanan ajaran Islam. Karena konsep ini akan mengawal nilai (value) hidup manusia yang baik hingga akhir. Jika tidak maka semua akan rusak dan hancur di tengah perjalanan hidupnya.
Empat, bahwa memang tabiat iman itu Sebagai konsep dinamis adalah perubahan. Dan karenanya tabiat iman yang berkarakter perubahan itu menjadikan Islam harus selalu hadir untuk mengawal pergerakan hidup manusia ke arah yang positif dan lebih baik (khaer atau ahsan).
Semua hal di atas menyimpulkan bahwa memang di tengah krisis yang melanda kehidupan manusia saat ini, dan dengan terancamnya kemanusiaan (insaniyat) manusia, Islam harus hadir sebagai solusi kehidupan dan peradaban. Persis ketika Islam hadir untuk membawa masyarakat jahiliyah ke alam yang terang benderang (min az-dzulimaat ila an-nur) di masa lalu.
Itulah harapan dan doa kita di awal tahun 2022 ini. Amin!
New York City, 31 Desember 2021.
(Summary khutbah Jumat di kota New York). (*)