Kenaikan Harga BBM Bisa Picu Kejatuhan Presiden
Dalam waktu singkat, Presiden Jokowi "berhasil" menjadikan anaknya Gibran Rakabuming Raka sebagai Wali Kota Solo. Demikian juga Jokowi punya mantu bernama Bobby Nasution dijadikan sebagai Wali Kota Medan.
Oleh: Tjahja Gunawan, Wartawan Senior
KENAIKAN harga Bahan Bakar Minyak (BBM) selalu diikuti dengan tindakan amuk massa. Hal itu merupakan sesuatu yang wajar karena berkaitan langsung dengan perut rakyat, berhubungan langsung dengan kebutuhan masyarakat sehari-hari.
Oleh karena itu wajar kalau kemudian diikuti dengan gelombang aksi unjuk rasa mahasiswa, para buruh dan elemen masyarakat lainnya di berbagai kota di Indonesia. Ini tidak bisa dihindarkan dan di sana-sini terjadi bentrokan fisik antara massa pengunjuk rasa dengan aparat keamanan, khususnya polisi.
Bahkan, para pengunjuk rasa di Kota Palembang, Sumatera Selatan, sempat menghadang iring-iringan rombongan dari Wakil Presiden Ma'ruf Amin yang sedang melakukan kunjungan ke daerah tersebut. Beruntung mobil Toyota Alphard yang membawa Wapres Ma'ruf Amin berhasil meloloskan diri dari kepungan pengunjuk rasa.
Suasana kebatinan rakyat saat ini sedang sensitif. Masyarakat cenderung akan melakukan “penyerangan” terhadap para pejabat negara karena mereka dianggap telah membuat keputusan yang sudah menyengsarakan rakyat dan membuat ketidakadilan.
Mengapa respon masyarakat terhadap kenaikan BBM ini begitu cepat? Karena dampak kenaikan BBM langsung dirasakan masyarakat yang ditandai dengan kenaikan harga berbagai kebutuhan sehari-hari. Situasi ini pada akhirnya akan memicu kenaikan angka inflasi, sementara daya beli masyarakat akan melemah.
Menyengserakan Rakyat
Kenaikan BBM ini hanya akan semakin menyengserakan rakyat karena cepat atau lambat jumlah orang miskin akan makin bertambah banyak. Demikian juga pengangguran dan angka kriminalitas akan meningkat. Jika keadaan ini dibiarkan, tidak mustahil akan menyebabkan terjadinya krisis sosial politik yang bisa berimbas pada kejatuhan Presiden Joko Widodo seperti yang dialami Presiden Soeharto pada Mei 1998.
Ketika itu Pak Harto lengser keprabon antara lain dipicu oleh kenaikan harga BBM. Selain itu jatuhnya penguasa Orde Baru itu juga lantaran akumulasi kekecewaan rakyat atas praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Faktor lain, masyarakat Indonesia sudah bosan dipimpin Soeharto selama 32 tahun.
Tapi, walaupun Presiden Jokowi baru berkuasa sekitar delapan tahun, namun praktik KKN sudah berlangsung massif dan terstruktur.
Dalam waktu singkat, Presiden Jokowi "berhasil" menjadikan anaknya Gibran Rakabuming Raka sebagai Wali Kota Solo. Demikian juga Jokowi punya mantu bernama Bobby Nasution dijadikan sebagai Wali Kota Medan.
Tidak hanya itu saja, Jokowi juga bersaudara dengan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman. Setelah menikahi adik Jokowi, Idayati kini Ketua MK menjadi adik ipar Presiden Jokowi.
Dalam posisi seperti itu, mustahil tidak akan terjadi konflik kepentingan. Karena itu selama Jokowi masih menjadi Presiden, sulit mengharapkan MK sebagai institusi hukum yang objektif dan independen. Alih-alih menjadi lembaga hukum yang adil dan didambakan masyarakat, MK justru menuntut kenaikan anggaran empat kali lipat untuk tahun 2023.
Celakanya, usulan kenaikan anggaran MK tersebut disetujui Komisi III DPR-RI. Seperti diberitakan media massa, dalam pembahasan anggaran tahun 2023 di Komisi III DPR, MK mendapat pagu anggaran sebesar Rp1,2 triliun. Sebelumnya Kementerian Keuangan hanya mengalokasikan anggaran MK sebesar Rp 344 miliar.
Saat ini sentimen masyarakat kepada para pejabat pemerintah termasuk aparat penegak hukum cenderung makin negatif. Buktinya, para mahasiswa yang berunjuk rasa menolak kenaikan BBM langsung menyandera mobil dinas berplat merah milik Wali Kota Cilegon Helldy Agustian pada hari Senin, 5 September 2022.
Wali Kota ini sedang apes karena mobilnya disandera pengunjuk rasa saat melintas tempat lokasi demo di Kawasan Patung Kuda Jakarta. Aksi demo tersebut berakhir ricuh. Massa aksi demo sempat menerobos kawat berduri hingga membakar 'keranda mayat'.
Ini merupakan pesan satire yang ditujukan kepada para pejabat pemerintah khususnya Presiden Jokowi. Waspadalah! (*)