Kerja yang Benar di PSSI atau BUMN?

Oleh: Defiyan Cori - Ekonom Konstitusi

"Tidak boleh ngerangkap ngerangkap...jabatan, kerja di satu tempat saja belum tentu...benar kok..". 

Inilah petikan pernyataan Presiden Joko Widodo kala menjabat pada periode pertama (2014-1019) memimpin pemerintahan Republik Indonesia.

Tidak hanya ada benarnya pernyataan Presiden , melainkan banyak benarnya catatan Kepala Negara ini. Sebab, di lingkup terkecil rumah tangga saja kita tak mungkin merangkap peran dan fungsi dalam mengelolanya dengan memiliki waktu sama 24 jam sehari.

Dapat dibayangkan betapa repot dan terbebaninya seorang suami yang merangkap ayah atau istri yang merangkap ibu mengerjakan pekerjaan domestik, jika tak ada pembagian tugas. Ayah mencari nafkah dan Ibu mengurus rumah tangga.

Setelah sempat tertunda pelaksanaannya di tahun 2021 atas keputusan Federasi Sepak bola Internasional (Federation Internationale de Football Association/FIFA) tanggal 24 Desember 2020 karena melonjaknya kasus pandemi Covid-19, maka dalam waktu tidak lama lagi Indonesia akan menjadi tuan rumah perhelatan olah raga sepak bola yang sangat digemari warga negara dunia, yaitu Piala Dunia U-20/2021. Keputusan penunjukan tuan rumah ini diambil oleh otoritas melalui rapat Dewan FIFA di Shanghai, China, pada tanggal 24 Oktober 2019, dan akan berlangsung di Tanah Air pada tanggal 20 Mei -11 Juni 2023. 

Lalu, ketika terpilih sebagai Ketua Umum (Ketum) untuk periode 2023-2027 dalam Kongres Luar Biasa Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (KLB-PSSI) yang berlangsung di Hotel Shangri-La, Jakarta pada Kamis, 16 Februari 2023, Erick Thohir langsung mendapatkan ucapan selamat dari Presiden FIFA, Gianni Infantino sekaligus pertanda betapa dekatnya hubungan keduanya yang tentu akan menguntungkan posisi Indonesia.

Dibutuhkan Fokus

Sepak bola merupakan olah raga rakyat rakyat Indonesia, dan tidak ada satupun cabang olah raga lain yang menandingi jumlah kehadiran penonton serta kecintaan total penggemarnya. Wajar saja rakyat Indonesia, khususnya penonton dan "penggila" sepak bola tanah air memimpikan prestasi dunia bagi kesebelasan kesayangannya, INDONESIA.

Begitu emosionalnya, kegagalan tim nasional (timnas) merah putih dalam ajang Piala Federasi Sepak Bola Asean (Asean Football Federation/AFF) tahun 2023 mengundang kekecewaan publik. Terlebih, adanya peristiwa tidak manusiawi di stadion Kanjuruhan yang memakan korban para penonton 137 orang tak bersalah sampai saat ini belum terselesaikan oleh pimpinan PSSI, termasuk kinerja tim nasional di ajang kompetisi regional dan internasional.

Di samping itu, publik saat ini menaruh harapan tinggi akan hadirnya prestasi dunia disandarkan pada Tim Garuda yang akan berlaga di kandang sendiri bertindak sebagai tuan rumah di ajang Piala Dunia U-20 tahun 2023. Namun, tentu terlebih dahulu prestasi di ajang Piala Asia U-20 2023 yang telah resmi digelar sejak Rabu 1 Maret 2023 menjadi pembuktian sang nakhoda PSSI ini. Ujian pertama harus dilewati jika Erick Tohir ingin mulus mendapatkan apresiasi dan dukungan publik.

Sebagaimana yang diperolehnya saat sukses sebagai Ketua Panitia Pelaksana Asian Games (INASGOC) menyelenggarakan pentas olah raga se-kawasan Asia di dua lokasi berbeda, Jakarta dan Palembang pada tanggal 18 Agustus - 2 September 2018. Gelaran Asian Games 2018 yang dipersiapkan cukup singkat itu justru berhasil mencapai jumlah total partisipasi peserta dan ofisial melampaui perkiraan perencanaan INASGOC, yaitu mencapai 17.244 orang ditambah kehadiran para jurnalis dalam negeri dan asing sebanyak 11 ribu orang. 

Mengejutkan lagi, adalah prestasi ini melampaui jumlah atlet dan oficial pada Asian Games tahun 2010 di Guangzhou, Republik Rakyat Cina (RRC), yang hanya diikuti oleh 9.704 peserta. Dan, pelaksanaan Asian Games Icheon, Korea Selatan tahun 2014 dengan jumlah peserta yang cuma 9.501 orang. Maka, jangan biarkan prestasi ini tidak terulang lagi disebabkan fokus dan konsentrasi Ketum PSSI terpecah sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (MBUMN). Bukan karena meragukan kemampuan dan rekam jejak Erick Tohir sebagai pemilik klub sepak bola dan kesuksesannya dalam memimpin apapun, tapi supaya kita disiplin dan taat pada berbagai aturan dan ketentuan per-Undang-Undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini.

Berkaca pada sanksi FIFA terhadap India setidaknya Erick Tohir harus memikirkan dua pasal di Statuta FIFA  yang telah dilanggar negara tersebut, yaitu, Pasal 14 ayat 1 mengenai Kewajiban Anggota Asosiasi di antaranya pada huruf (a) untuk sepenuhnya mematuhi Anggaran Dasar, peraturan, arahan dan keputusan FIFA setiap saat serta keputusan Pengadilan Arbitrase untuk Olahraga (CAS), dan huruf (h dan i) dalam menghormati Laws of the Game.

Penghormatan ini, terkait pengelolaan urusan pengelolaan sepakbola secara independen dan memastikan bahwa urusannya tidak dipengaruhi oleh pihak ketiga mana pun sebagaimana pernyataan Pasal 19 dari Anggaran Dasar FIFA. Pada ayat 2, juga dinyatakan bahwa setiap pelanggaran kewajiban yang disebutkan di atas oleh asosiasi anggota mana pun dapat mengakibatkan sanksi yang diatur dalam Statuta ini.

Sebuah fokus dan konsentrasi tak bercabang untuk meraih cita-cita persepakbolaan, yaitu menjadi juara sepakbola dunia (champion of the world) pertama kali yang diimpikan rakyat Indonesia momentumnya berada ditangan kepemimpinan Erick Tohir. Itulah alasan kenapa rangkap jabatan harus dihindarkan agar fokus Erick Tohir menyelesaikan permasalahan internal PSSI sekaligus mengangkat harkat, martabat dan prestasi sepak bola tim nasional. Tantangan independensi sebagai Ketum PSSI tentu terkait jabatannya sebagai MBUMN harus memperhatikan seksama aturan Statuta FIFA yang sangat ketat. 

Oleh karena itu, sikap hormat dan etis pada statuta FIFA yang telah ditunjukkan oleh Ketum PSSI sebelumnya, yaitu Ery Rahmayadi dan Mochamad Iriawan yang tidak merangkap jabatan dipemerintahan ataupun kabinet harus diikuti! Ditambah banyaknya kejadian dan musibah yang menimpa beberapa BUMN mulai dari kasus korupsi sampai yang terkini (update), yaitu kebakaran Depo Pertamina, Plumpang di Jakarta Utara pada tanggal 3 Maret 2023 yang mengakibatkan korban juwa 17 orang meninggal dunia (data sementara) harus menjadi pelajaran berharga setiap pejabat negara.

Tentu saja kerja benar dan tidak merangkap jabatan seperti harapan Presiden Joko Widodo ini harus diterapkan juga pada pejabat negara lainnya, sebab selain hubungannya pada fokus dan konsentrasi yang bersangkutan. Yang utama disorot adalah faktor kompensasi ekonomi atas rangkap jabatan tersebut yang sangat mengusik rasa keadilan dan aspek pemerataan bagi publik!

Mari kita mengambil hikmah sebagai warga bangsa dan profesionalisme ukurannya bukanlah menangani berbagai hal, tapi mengukir prestasi terkait fokus pada satu hal saja melalui jabatan yang diamanahkan. Keinginan mengundurkan diri Menteri Pemuda dan Olah Raga (Menpora) yang merangkap jabatan sebagai Wakil Ketua Umum PSSI patut diapresiasi dan ditunggu realisasinya, begitu pula tindakan Presiden Joko Widodo terkait pernyataannya soal rangkap jabatan dan kerja benar. (*)

458

Related Post