Ketua DPD RI: Indonesia Darurat Moral Politik

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti saat mengisi Kuliah Umum di Kampus Institut Teknologi dan Bisnis (ITBis) Lembah Dempok, Pagar Alam, Sumatera Selatan, Kamis, 17 Maret 2022. (Foto: FNN/Istimewa)

Pagar Alam, FNN - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengajak para pemuda supaya melek politik. Karena, masalah bangsa terjadi akibat keputusan-keputusan politik. Hal itu terjadi karena kini  Indonesia mengalami darurat moral politik.

Hal tersebut disampaikan LaNyalla saat memberikan Kuliah Umum di Kampus Institut Teknologi dan Bisnis (ITBis) Lembah Dempo, Pagar Alam, Sumatera Selatan, Kamis, 17 Maret 2022. Tema yang diangkat adalah Peran Pemuda Dalam Pembangunan.

Kegiatan tersebut dihadiri Wali Kota Pagar, Alam Alpian Maskoni; Rektor ITBis Lembah Depok, Dr Elvera; Ketua Yayasan ITBis, Lendy Rahmadi;  dan Direktur Pascasarjana ITBis Lembah Dempo, Dr Sastra Mico. 

Bagi LaNyalla, pemuda adalah salah satu topik yang menarik dibahas. “Ada kalimat yang sering kita dengar, yaitu 'Apabila ingin melihat masa depan suatu negara, maka lihatlah bagaimana pemuda di negara itu hari ini'. Kalimat tersebut menunjukkan, bahwa generasi muda memiliki peranan besar dan penting bagi suatu bangsa," tutur LaNyalla dalam siaran pers yang diterima FNN.co.id, Kamis. 

Senator asal Jawa Timur itu menambahkan, untuk menghancurkan sebuah negara atau bangsa, terkadang tidak perlu dengan kekuatan militer, tetapi cukup dengan merusak mental dan fisik serta moral generasi mudanya. 

Dengan alasan itu, LaNyalla mendorong para pemuda dan mahasiswa agar mengetahui jika Indonesia mengalami darurat moral politik. "Indonesia mengalami darurat etika politik. Pemuda harus tahu jika Indonesia mengalami kemunduran serta kerusakan politik, akibat Amandemen Konstitusi yang dilakukan di tahun 1999 hingga 2002," katanya.

LaNyalla menjelaskan, Konstitusi Indonesia produk Amandemen 2002, telah merombak total wajah tata negara Indonesia. Indonesia yang sebelumnya menganut Demokrasi Pancasila dan Sistem Ekonomi Pancasila, diubah menjadi Demokrasi Liberal dan Ekonomi Kapitalistik. 

"Para pemuda dan mahasiswa harus tahu hal ini. Harus peduli terhadap situasi kebangsaan ini. Termasuk harus mengetahui dan mempelajari apa yang terjadi dalam Amandemen Konstitusi saat itu," katanya.

LaNyalla juga meminta para pemuda mengetahui Demokrasi Pancasila yang disebut sebagai sistem yang paling sesuai dengan watak dasar bangsa. 

"Namun, sistem ini kita tinggalkan hanya karena kita ingin meniru sistem barat. Hanya karena ingin terlihat demokratis di mata dunia barat. Akibat dari semua proses itu, sekarang arah perjalanan bangsa ini hanya ditentukan oleh partai politik," katanya. 

Ditambahkannya, kedaulatan rakyat yang dulu direpresentasikan melalui kekuatan lain di luar partai politik, seperti Utusan Golongan, Utusan Daerah dan Fraksi ABRI yang berisi TNI-Polri, sudah tidak ada lagi.

"Semua kelompok sipil dan non-partisan terpinggirkan dan tidak bisa ikut menentukan wajah bangsa ini mau dibawa kemana oleh persekongkolan partai politik di Senayan. Suka-suka partai politik dan pemerintah mau membuat Undang-Undang apa saja. Meskipun Undang-Undang itu menguntungkan sekelompok oligarki dan merugikan kebanyakan rakyat, tidak peduli," katanya.

Dalam kuliahnya, LaNyalla juga mengaku prihatin dengan kondisi mahasiswa yang mengalami penurunan budaya diskusi di dalam kampus. 

"Budaya perdebatan pemikiran antara mahasiswa mengalami penurunan kualitas dibanding dengan era pergerakan mahasiswa di penghujung era Orde Baru tahun 1998. Semakin banyak pula, kalangan muda yang bersikap A-politis. Menganggap politik itu sesuatu yang tidak penting," katanya. 

Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu mengatakan, mahasiswa bahkan bersikap Apatis terhadap diskusi-diskusi tentang politik dan isu-isu kebangsaan. 

“Karena itu saya sangat mendukung dan mendorong kegiatan-kegiatan positif seperti ini. Yaitu,  orang-orang muda dalam forum-forum seperti ini akan berinteraksi dan saling bertukar pikiran. Sekaligus mendapat bekal pengetahuan sosial, politik, kepemudaan, dan demokrasi. (MAI/FNN).

397

Related Post