Kisruh Ekspor CPO, Ada Tanda-Tanda Airlangga Hartarto Bakal Dikorbankan
Jakarta, FNN – Beberapa hari belakangan ini telah terjadi kegaduhan dan ketegangan sangat hebat di internal. Ini menandakan presiden dalam tarik menarik kepentingan dalam urusan crude palm oil (CPO) dan turunannya.
“Presiden Jokowi akhirnya menunjukkan kegugupannya. Ini bisa terlihat dari wajahnya. Dia gugup karena Jokowi punya pikiran lain. Presiden Jokowi menyebutkan ini antara Jokowi dan Presiden Jokowi yang kita anggap nggak jelas,” kata pengamat politik Rocky Gerung kepada wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Kamis, 28 April 2022.
Rocky menegaskan bahwa kemampuan publik untuk membaca keadaan terlihat secara nyata dalam kecemasan ketika Presiden mengambil keputusan. Padahal, kata Rocky presiden mengerti juga efeknya dan bahkan dia terangkan efek pada petani, ada tekanan beberapa produsen petani, lalu minta supaya industri itu tahu diri, penuhi dulu dan lainnya.
Sebetulnya dalam hitungan-hitungan ekonomi, akan dengan mudah dipenuhi oleh eksportir asal ada keketatan dalam peraturan. Tetapi yang terjadi presiden akhirnya mengintervensi pasar.
“Tentu itu hal yang paling buruk kalau kekuasaan enggak punya cara lagi lalu mengintervensi pasar. Padahal banyak cara yang bisa dilakukan untuk itu. Ada tips yang bisa kita kasih tahu, tapi nggak perlulah kan sudah terjadi kekacauan. Kita lebih enak ada kekacauan dari segi upaya untuk mempercepat perubahan,” papar Rocky.
Jadi lanjut Rocky, bukan karena masyarakat ingin kekacauan itu berlangsung dan merugikan petani. Tapi memang kekacauan ini semacam sinyal ilmu sosiologi bahwa akan sampai di situ.
“Keterjepitan presiden yang harus memastikan bahwa dia masih berkuasa atau tidak. Kekuasaan yang dipamerkan kemarin adalah kekuasaan yang agak palsu, karena hitung-hitungannya tidak masuk akal walaupun masyarakat sipil tentu menganggap, ‘wah buat sementara presiden berhasil untuk menekan oligarki.’ Tapi bukan itu masalahnya. Menekan oligarki dengan membebani produsen petani itu juga ngaco. Jadi ada trade-off selalu antara kecerdasan dan kecerdikan. Kali ini presiden tidak cerdik. Seolah-olah cerdas tapi tidak cerdik karena impact-nya akan panjang,” paparnya.
Menurut Rocky, Presiden selalu menghitung siapa yang harus dia menangkan, opini publik kota atau petani sawit. Dan dia memilih untuk menyogok masyarakat sipil kota itu atau konsumen kelas menengah. Akan tetapi efek berantainya juga akan berlangsung.
Rocky menyarankan, mustinya ada langkah yang disembunyikan oleh presiden. “Kalau presiden menyembunyikan langkah itu, mustinya dia gembira dengan sedikit mempermainkan sedikit isu ini,” katanya.
Tapi apesnya, kata Rocky, wajah presiden menunjukkan bahwa dia sudah tidak punya langkah apa-apa. Jadi antara melempar handuk dan membakar handuk tidak jelas. Jadi kelihatannya presiden membakar handuk, bukan melempar handuk,” paparnya.
Rocky mensinyalir di belakang ekonomi-politik CPO, ada upaya untuk rekonsolidasi kekuasaan. Jokowi tahu bahwa potensi untuk maju tiga periode dihalangi. Yang menghalangi sudah jelas dari PDIP dan dia menganggap bahwa PDIP bukan lagi partai yang mengasuh dia atau yang akan melindungi dia. Dia butuh partai lain.
Pada posisi ini kata Rocky, Jokowi melihat secara gampang ada Golkar. Namun Jokowi tahu Airlangga mbalelo terhadapnya yang dua hari lalu bilang bahwa ditutup sepenuhnya, sedanhkan Airlangga bilang bahwa masih bisa tuh 50% separuhnya, Kawasan Berikat masih bisa.
“Lalu presiden tutup dengan cara yang agak dramatis, ngggak semuanya saya larang. Ini sebetulnya Airlangga musti disalahkan dong kan masih bandel-bandel sama presiden. Nah, kita melihat sebetulnya sisi itu, dan sangat mungkin Golkar juga akan diacak-acak karena Airlangga nggak berhasil mengikuti jalan pikiran presiden. Ini periode berikut, kita lihat efek dari CPO ini terhadap jaket kuning yang memang ngga akan keliatan karena sama-sama jaketnya warna kuning,” papar Rocky.
Diketahui, dalam minggu terakhir ini kebijakan presiden dibatalkan oleh menteri dan kemudian presiden membalas dengan pembatalan dan menegaskan keputusan sebelumnya yang harus tetap jalan. Ketika Presiden Jokowi melawan dan ngotot untuk memutuskan bahwa keputusannya yang harus jalan, ini tentu saja merupakan perkembangan yang sangat menarik. Tetapi ada sesuatu yang sangat besar yang sangat menentukan berkaitan dengan masa depan politik dan pemerintahan Jokowi. (sof, sws)