KPK Panggil Sekda Buru Selatan
Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat, memanggil tujuh saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait dengan proyek pembangunan jalan dalam kota Namrole pada tahun anggaran 2015 di Pemkab Buru Selatan, Maluku.
Salah satu saksi yang dipanggil adalah Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Buru Selatan Iskandar Walla.
"Hari ini pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi terkait proyek pembangunan jalan dalam kota Namrole pada tahun anggaran 2015 di Pemerintah Kabupaten Buru Selatan. Pemeriksaan dilakukan di Markas Komando Satuan Brimob Polda Maluku," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Adapun enam saksi lainnya yang dipanggil, yaitu Sandra Loppies selaku pegawai swasta/administrasi CV Fajar Mulia tahun 2010-sekarang, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Buru Selatan tahun 2015 Abdul Rahman Soulisa, mantan Kadis PUPR Kabupaten Buru Selatan Ventje Kolibonso, Venska Yauwalata alias Venska Intan selaku wiraswasta/Direktur PT Beringin Dua, dan mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Buru Selatan Natael Solissa.
Sebelumnya, KPK pada hari Rabu (26/1) telah menetapkan tiga tersangka kasus dugaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait dengan pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan pada tahun 2011—2016.
Sebagai penerima, yaitu mantan Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa (TSS) dan Johny Rynhard Kasman (JRK) dari pihak swasta. Sementara sebagai pemberi, yakni Ivana Kwelju (IK) dari pihak swasta.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Tagop yang menjabat Bupati Buru Selatan periode 2011—2016 dan 2016—2021 diduga sejak awal menjabat telah memberikan atensi lebih untuk berbagai proyek pada Dinas PUPR Kabupaten Buru Selatan di antaranya dengan mengundang secara khusus kepala dinas dan kabid bina marga untuk mengetahui daftar dan nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek.
Tagop selanjutnya merekomendasi dan menentukan secara sepihak pihak rekanan mana saja yang bisa dimenangkan untuk mengerjakan proyek baik yang melalui proses lelang maupun penunjukan langsung.
KPK menduga dari penentuan para rekanan itu, Tagop meminta sejumlah uang dalam bentuk fee dengan nilai 7 sampai dengan 10 persen dari nilai kontrak pekerjaan, khusus untuk proyek yang sumber dananya dari dana alokasi khusus (DAK) ditentukan besaran fee masih di antara 7 dan 10 persen ditambah 8 persen dari nilai kontrak pekerjaan.
Adapun proyek-proyek tersebut, yaitu pembangunan jalan dalam kota Namrole pada tahun 2015 dengan nilai proyek sebesar Rp3,1 miliar, peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 miliar, peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 miliar, dan peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp21,4 miliar.
Atas penerimaan sejumlah 'fee' tersebut, Togop diduga menggunakan orang kepercayaannya, yaitu Johny untuk menerima sejumlah uang menggunakan rekening bank miliknya dan untuk berikutnya ditransfer ke rekening bank milik Tagop.
KPK menduga nilai fee yang diterima oleh Tagop sekitar Rp10 miliar yang di antaranya diberikan oleh Ivana karena dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari dana DAK Tahun 2015.
KPK juga menduga penerimaan Rp10 miliar itu digunakan Tagop membeli sejumlah aset dengan menggunakan nama pihak-pihak lain dengan maksud untuk menyamarkan asal usul uang yang diterima dari para rekanan kontraktor. (sws)