Krisdayanti Menyingkap Kebenaran Publik
Oleh: Yusuf Blegur
SEKETIKA kepolosan Krisdayanti di channel video Akbar Faisal mengundang beragam respon. Pemaparan Krisdayanti yang tak ubahnya nyanyian politik itu secara spontan mengungkap isi jeroan parlemen dan para politisi kontrak penghuninya. Termasuk bagaimana uang beredar yang formal dan non-formal menyokong kerja-kerja legislasi, pengawasan pemerintah, dan menyuarakan aspirasi rakyat.
Meski samar-samar rakyat telah mengetahui status dan peran anggota DPR RI, celoteh artis cantik yang pernah menjadi diva musik Indonesia itu, semakin menegaskan betapa pekerja parlemen itu berlimpah fasilitas. Termasuk berhamburan uang rakyat yang menggaji politisi Senayan yang juga petugas partai politik. Sebagai orang dalam, KD panggilan Krisdayanti yang berasal dari daerah pemilihan Malang, Jawa Timur, saat berdialog dengan Akbar Faisal terasa santai mengungkap sisi dalam dan pernak-pernik lembaga politik beserta perangai personalnya. KD seperti menjadi "insider" di sebuah perusahaan yang sedang membuat pengakuan membongkar kejahatan perusahaannya sendiri di hadapan publik.
Pelbagai previlage, kemudahan, dan pelayanan prioritas yang dimiliki anggota DPR RI terlontar tanpa sensor. Krisdayanti terlihat nyaman dan menikmati saat mengupas sisi under cover DPR RI. Senyaman dan sesantai KD saat tampil di panggung konser musik.
Menariknya, KD begitu gamblang blejetin angka demi angka uang negara dalam parlemen yang kantornya pernah diduduki ratusan ribu mahasiswa saat dianggap tak berfungsi sebelum pecah reformasi. Nominal yang sangat besar dan menggiurkan untuk ukuran kerja politik seadanya yang dituntut hasil maksimal oleh rakyat. Apalagi kemewahan hidup anggota DPR itu seiring sejalan dengan kesengsaraan hidup rakyat di tengah pandemi.
Bisa ditebak, pro dan kontra menyeruak merespons pengakuan panas KD. Sikap dan pandangan kontra sudah bisa dipastikan berasal dari kalangan atau kolega parlemen sendiri dan partai politik yang menjadi induk semangnya. Partai politik dan perpanjangan tangannya di Senayan, merasa seperti ketahuan belangnya. Seperti merasa dibeberkan kenyataan-kenyataan minor yang sebenarnya, dari lembaga dan orang-orang yang diberi gelar terhormat dan mewakili rakyat.
Sementara di lain sisi, respons positif datang dari publik atas penampilan dan argumentasi politik KD. Cantik, cukup cerdas, kaya raya, dan polos membeberkan fakta seputar anggota legislatif pusat itu. Kontan mendapat apresiasi dan dukungan masyarakat. KD seperti oase di tengah gurun pasir. Memberi kesejukan dan keteduhan di tengah gersangnya imej DPR RI selama ini.
Besar Pasak dari padaTiang
Jika melihat dan mendengar langsung narasi gamblang Krisdayanti soal anggota legislatif di tingkat pusat, ada beberapa poin penting yang bisa menjadi ajang refleksi dan evaluasi kinerja punggawa DPR RI itu. Berikut yang paling mendasar terkait fasilitas yang ada dan kinerja yang dihasilkan.
1. Dengan gaji dan fasilitas yang cukup besar peran anggota DPR RI dirasakan belum memuaskan. Pencapaian kinerja masih dianggap jauh dari maksimal. Baik dari produk legislasi yang dihasilkan, fungsi kontrol dan pengawasan pemerintahan terkait kebijakan politik dan anggaran, maupun pendampingan dan advokasi permasalahan rakyat.
Penilaian itu sulit dibantah mengingat, sejauh ini banyak kasus yang berkolerasi dengan lemahnya kinerja anggota DPR RI. Dari sekian banyak persoalan, sebut saja beberapa diantaranya. Semisal polemik UU HIP dan Minerba. DPR RI terkesan mengabaikan suara dan aspirasi rakyat. Begitu juga yang aktual soal pandemi. Selain kisruhnya uu kesehatan termasuk soal karantina dan prokes. DPR RI bersama pemerintah gagal menyelamatkan kepentingan rakyat. Penanganan yang berlarut-larut hanya menimbulkan kemerosatan ekonomi, kekacauan politik, dan korban nyawa rakyat.
2. Anggota DPR RI bersama partai politiknya telah menjadi bagian dari oligarki yang dibangun dan bersumber dari borjuasi korporasi besar. Meraka pada akhirnya menjadi 'patron klein' dari pemilik modal dan mafia yang selama ini menggunakan jubah pengusaha kakap. Praktis keadaan itu membuat performa DPR RI jauh dari kata berkualitas dan memiliki integritas. Bahkan sejak dari menjadi calon legislatif yang transaksional dan kapitalistik hingga kinerja yang asal-asalan dan suara-suara mereka di parlemen yang mudah dibeli dan mengangkangi aspirasi rakyat.
Wajar saja, jika pada akhirnya rakyat sangat apriori dan skeptis terhadap keberadaan dan eksistensi DPR RI. Rakyat akhirnya lebih suka mencari saluran alternatif dan membuka sumbatan-sumbatan aspirasi yang mampu mewakili mereka. Demokrasi jalanan akhirnya menjadi pilihan dan dipakai rakyat untuk memperjuangkan kepentingannya. Menyuarakan kebenaran dan keadilan melalui media sosial dan kreatifitas lainnya seperti mural, spanduk, gerakan tutup kuping dsb.
3. Kemandulan DPR RI ini bukan semata menjadi indikator kegagalan peran dan fungsi insitusi politik yang vital dan strategis tersebut. Lebih dari itu telah terjadi pergeseran makna dan hakekatnya. Bahwasanya menjadi anggota DPR RI dan jenjang di bawahya bukan lagi sebagai tugas kenegaraan dalam mewakili dan mengemban amanat penderitaan rakyat. Kini lembaga politik itu telah cenderung menjadi orientasi dan kumpulan orang-orang oportunis yang mengejar ekonomi dan status sosial. Jabatan anggota DPR RI yang melekat pada dirinya, tak ubahnya seperti jabatan karir ekonomi dan profesi semata. Kondisi yang demikian diperparah dan semakin hancur dengan perilaku maksiat seperti korupsi, kebohongan publik dll.
Oleh karena itu harapan besar rakyat terhadap kinerja DPR RI dalam memperjuangkan rakyat seperti menjadi uthopis. Rakyat seperti merasa dikhianati dan terus-menerus menjadi korban politik dari kekuasaan. Baik dari institusi pemerintahan yang ada di legislatif, eksekutif maupun yudikatif.
Krisdayanti untuk sesaat telah mewakili suara rakyat. Mengungkap pengkhianatan politisi pada rakyat. Sebagai bagian dari kumpulan pelaku-pelaku politik dan pemangku kebijakan di Senayan. Krisdayanti juga vulgar menyampaikan perselingkuhan aspirasi anggota dewan yang terhormat.
Tetap cantik, bersuara indah dan polos untuk sang Diva.
Penulis, Pegiat Sosial dan Aktifis Yayasan Human Luhur Berdikari.