Krisis, Itu Cara Korporasi Culas Perluas Kewenangan Presiden
Jika seorang hakim tidak melaksanakan tugas-tugas dengan jujur dan tulus terhadap anak yatim, bagaimana dia bisa diharapkan melaksanakan keadilan secara baik terhadap orang lain? Lain halnya hakim-hakim yang jujur dan saleh. Yang dengan keputusan-keputusan mereka yang baik, menghibur orang-orang yang telah patah hati dan memberikan naungan kepada orang-orang miskin dan tertindas yang dicampakkan oleh ketidakadilan dan kejahatan pegawai-pegawai negara.
(Isi Surat kedua Al-Gazali kepada Nizamudin Fakhrul Mulk).
By Dr. Margarito Kamis
Jakarta FNN – Selasa (14/04). Alhamdulillah naungan Allah Yang Maha Mengetahui, Maha Rahman dan Maha Bijaksana masih tercurahkan kepada segelintir orang di tengah hidup bernegara. Yang semakin hari makin susah dimengerti ini. Alhamdulillah di tengah kekalutan Corona yang tak tahu kapan berakhir ini, yang telah menyebar hingga ke pelosok negeri, masih Engkau cerahkan akal dan hati mereka.
Teguhkanlah Ya Allah akal dan pikiran mereka untuk bisa bekerja secara sungguh-sungguh. Sungguh kalam-Mu membebaskan hamba-hamba-Mu mengurus dan mengatur urusan mereka di dunia ini sesuai kadarnya. Dan Engkau, pemilik pengetahun yang tak terbanding. Lebih mengetahui semua alasan yang tidak diketahui hamba-hamba-Mu.
Engkau lebih mengetahui semua alasan, sekecil biji zarrah sekalipun dibalik Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020, yang panjang judulnya ini. Pelebaran celah defisit, uang negara yang dipakai telah dinyatakan tak bisa dikualifikasi kerugian keuangan negara, orang-orang yang melaksanakannya tak bisa dituntut di pengadilan perdata, pidana dan tata usaha negara. Semuanya diatur dengan sangat sempurna dalam Perpu ini.
Asumsi “mens rea” entah bagaimana rumusnya perlahan-lahan muncul dan menunjukan eksistensinya sebagai benteng untuk semua itu. Begitulah alasan-alasan kecil yang sayup-sayup terdengar menyertai Perpu ini. Perpu ini, dengan demikian memandang orang-orang yang melaksanakannya, dilandasi dengan niat baik. Ini sungguh ilmu baru.
Dengan ilmu ini, penyimpangan, andai terjadi, didorong atau disebabkan oleh apapun, tak bisa dibilang sebagai kejahatan. “Actus reus” tak lebih dari sekadar debu. Mungkin lebih kecil dari itu, bahkan mungkin lebih kecil dari Corona, yang tak terlihat oleh mata kasar itu. Itulah hasil dari akal hukum dalam politik baru berbaju darurat ini.
Krisis adalah satu hal. Cara menangani, memecahkannya adalah hal lain. Menetapkan derajat krisis, juga adalah satu hal. Ketepatan dalam mendefenisikan derajat krisis itu adalah hal lain, yang menjadi alasan menemukan cara menangani krisis itu. Gegabah, tergesa-gesa, untuk alasan apapun, itu buruk.
Darurat adalah sebab. Menjadi alasan lahirnya keabsahan atas hal-hal terlarang, “haram”. Alam mengaturnya begitu. Dikala sebab (alasan) itu hilang, tiada karena munculnya sebab lain yang menghilangkannya, maka darurat itupun hilang dengan sendirinya.
Karena sebab yang memunculkan darurat itu telah hilang, maka hilang pulalah darurat itu. Kala darurat itu hilang, maka semua kembali kekeadaan bisa. Normal dengan semua hukum-hukumnya. Itulah yang disebut “Ratio est legis anima, mutate legis rasionale mutates et lex” dalam hukum tata negara dan administrasi negara, sejak dari zaman kuda gigi besi hingga sekarang.
Apakah sebab sama dengan akibat? Jika sebab hilang, hilang pulakah akibat? Tidak selalu simetris seperti itu. Ini harus diperiksa secara jujur, berbudi luhur dan tulus. Hanya itu cara yang memungkinkan orang menemukan rinciannya.
Sebab politik, tak pernah merupakan sebab alam, tetapi sebab alam selalu memiliki potensi berubah menjadi dan memiliki bobot politik. Dan politik, sedari dahulu kala selalu berasal-usul dari akal jahat manusia. Hanya mereka yang akal dan budi pekerti benar-benar bagus, yang tak mampu mengubah, bukan manipulasi, sebab alam itu menjadi sebab politik.
Apakah Corona merupakan sebab alam? Sejauh ini para ahli masih menyelidiki. Ada yang mengaitkannya dengan niat negara tertentu menguasai dunia dengan senjata biologi. Ada pula yang menyangkalnya. Seperti biasa dalam dunia tipu-menipu global. Mereka menyatakan tesis itu terlalu konspiratif.
Faktanya Corona ada. Ada ribuan orang diseluruh dunia mati. Perusahaan diseluruh dunia juga sempoyongan. Arsenal, klub sepak bola di Inggris, favorit saya itu pun kelimpungan. Setelah Coach Arteta, anak muda pintar ini disambar Corona, yang Alhamdulillah kini telah sembuh, menejemen sedang mencari cara tepat untuk mengurangi gaji pemainnya.
Corona, mahluk kecil tak berbentuk yang Engkau, Ya Allah Ya Karim. Kiriman itu sesungguhnya ujian besar buat kami, hamba-hamba-Mu. Engkau Ya Allah Yang Maha Tahu, dengan semua pengetahuan yang tak satu mahluk-Mu mampu menjangkaunya. Tidak tahu awal dan akhirnya. Kau tahu berat-ringannya ujian ini buat hamba-hambu. Ya Allah Ya Karim, hanya kepada-Mu, kami berserah memohon keringanan-Mu.
Ringankanlah pula Ya Allah ya Rahman, hamba-hamba-Mu ini dari ujian Perpu ini. Engkau lebih mengetahui tabiat pemerintahan kami daripada kami. Tebarkanlah ya Allah ya Rahman, Nur Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam ke negeri kami, agar kami dapat menemukan jalan keluar yang tidak membahayakan negeri ini.
Bukalah akal dan fikiran Umara-Umara kami. Ya Allah gerakan hati mereka, dan bawalah mereka ke tahun-tahun yang sudah-sudah, untuk dapat dipetik hikmahnya. Godalah mereka dengan tindakan hebat Almarhum Pak Sjafrudin Prawiranegara. Almarhum melepaskan jabatan Presiden, yang dikuasakan Bung Karno kepadanya, sekalipun keadaan politik pada waktu itu masih jauh dari stabil.
Momentum Marampok Uang Besar
Ampunilah kami dengan ampunan-Mu yang tak terlukiskan itu, sehingga kami, hamba-hamba-Mu ini, yang umara dan ulama, tidak memperdebatkan Perpu ini berdasarkan ilmu Leviatannya Tohams Hobes. Singkapkanlah ya Allah ya Maha Bijak, krisis keuangan tahun 1907 di Amerika.
Ya Allah Yang Maha Mengetahi. Bukalah kenyataan itu selebar-lebarnya. Semua peristiwa sebelumnya, yang satu dan lainnya teranyam sedemikian rapinya untuk satu tujuan. Beritahukanlah bahwa krisis keuangan tahun 1907 itu adalah mainan korporasi-korporasi keuangan.
Hanya mainan korporasi yang diparaksai oleh J.P. Morgan, Frank Fanderliph, Rockeffeler dan lainnya. Tunjukanlah bahwa krisis itu tidak lebih dari sedekar siasat mereka. Siasat orang-orang rakus dan tamak itu untuk mewujudkan UU Bank Sentral mereka, The Fed’s tahun 1913.
Bukalah bahwa ini bukan yang pertama. Bukan pula yang terakhir. Yang pertama sudah dialami oleh Andrew Jackson, Presiden mereka. Manusia ini, Alhamdulillah, Kau beri hikmah sehingga tahu bahwa anak kandung bank tidak pernah lain selain inflasi dan deflasi. Dengan itu dia tolak The Three American Bank, sebagai kelanjutan dari The Second American Bank. Semacam bank sentral kala itu.
Engkau yang Pada-Mu semua jiwa hamba ini bergantung. Sudilah dengan kearifan-Mu bukan kenyataan tahun 1933-1945. Ya Allah Yang Maha Mulia, yang Kemuliaan-Mu tak terjangkau satu mahlukpun. Tunjukanlah bahwa krisis keuangan, bahkan ekonomi besar yang diawali dengan The Bank Crash tahun 1929 itu, tidak lebih dari siasat kelompok-kelompok di atas untuk meraup uang.
Beritahukanlah Ya Allah Yang Maha Tahu, bahwa krisis itu juga siasat kapitalis culas dan tamak untuk memperbesar kekuasaan presiden. Lalu mereka benarkan dengan segala macam pendapat. Diantaranya argumen political progressive, implied power, inheren power, inherent or aggregate authorithy.
Padahal konsep tersebut, tidak lebih dari sekadar siasat kelompok-kelompok kapitalis culas mendorong presiden bertindak di luar batas konstitusi. Presiden dapat bertindak tanpa batas. Tanpa ada halangan daro legislatif. Hanya untuk mewujudkan keuntungan mereka semata.
Semangatnya adalah semangat kapitalis keparat. Mereka menggunakan presiden untuk kepentingan mereka. Dengan konsep itu pula, maka kekuasaan non konstitusi diberi kepada presiden. Presiden, dengan argument itu berhak bertindak di luar batas konstitusi. Praktis krisis keuangan telah menjadi modus vivendi kapitalis meraup uang. Itu juga yang terjadi pada negara kami tahun 2008 dulu.
Dalam konteks yang lain, ini cara untuk memperluas kekuasaan yang mirip dan pernah terjadi di Indonesia di ujung tahun 1959. Negara dinyatakan dalam keadaan darurat, lalu lahirlah extra power presiden. Terpukullah DPR hasil pemilu 1955. Organisasinya ditata, juga formasi keanggotaannya.
Presiden mengendalikan sebagian besar kehidupan bernegara, termasuk kehidupan legislatif. Pola ini seperti mempraktikan fikiran Woodroow Wilson, presiden Amerika pada awal perang dunia pertama itu. Fikirannya itu terkenal dalam ilmu administrasi negara Amerika dengan organic state theory.
Keseimbangan adalah fitrah alam. Siapapun yang mengubah keseimbangan itu, ia akan terpukul oleh arus baliknya yang tak seimbang. Ada yang lolos dari putaran mematikan arus itu, ada yang tidak. Tetapi yang lolos dan yang tidak lolos sama-sama ditunggu diakhirat nanti. Kau sendiri di sana, di hadapan-Nya. Tidak ada satupun staf dan anak buah yang membantumu di akhirat nanti.
Perpu Corona ke MK
Alam akhirat menanti siapa saja. Yang kecil maupun besar. Yang berpangkat maupun tidak. Yang kaya maupun yang miskin. Yang rajin menjilat maupun rajin mengeritik. Semuanya ditunggu alam akhirat. Itu pasti. Tidak ada rahasia di sana. Namun sebelum ke alam itu, orang-orang ini akan memasuki alam Mahkamah Konstitusi. Macam apa alam ini? Wallahu a’lam.
Karena tak bisa diraba, maka doa saja yang bisa sertakan kepada para pakar yang telah memilih meniti jalan terjal memasuki alam ini. Hanya dengan doa saja yang dihaturkan ke Allah Azza wa Jallah, pemilik ilmu pengetahuan ini semoga Mahkamah Konstitusi memiliki kekuatan setara kekuatan “hakim yang bernama Syuraih”. Syuraih tidak gentar Ummar Bin Khattab, yang bergelar Amirul Mukminin-nya. Gelar tidak Umar ia bikin sendiri, melainkan disematkan oleh rakyatnya.
Syuraih adalah satu di antara tiga hakim yang diangkat oleh Amirulmukminin. Ditempatkan di Kuffah, Irak. Suatu hari Sayidina Umar punya kasus. Kasusnya adalah Umar membeli seekor kuda. Begitu kuda itu dinaiki Sayaidina Umar, kudanya kehabisan tenaga. Tak bisa jalan. Umar mau mengambalikan.
Pemilik yang telah menjual kuda itu tidak mau terima. Tak seperti penguasa-penguasa lalim. Sayidina Umar tak menggunakan kekuasaannya mengakhiri kasus itu. Ia malah berkata “kalau begitu harus ada orang yang menengahi antara kita berdua”. Top solusi yang ditawarkan oleh Amirul Mukminin. Dan sipenjual kuda berkata, Syuraih orang Irak itu. Umar oke menyanggupi.
Apa putusan Syuraih? Sesudah mendengarkan keterangan keduanya (ini prinsip audi et alteram partem – fair hearing), Syuraih berkata “Amirul Mukiminin ambillah yang sudah anda beli, atau kembalikan seperti waktu anda ambil”. Kata Umar seperti ditulis oleh Muhammad Husen Haikal, keputusannya hanya begini? Umar yang Amirul Mukminin menerimanya dengan ikhlas dan penuh keimanan.
Seagung-agungnya Mahkamah. Tentu tidak lebih agung dari putusan hakim yang adil. Seadil-adilnya hakim adalah hakim yang tak tunduk dan berlutut, dengan semua argumentasinya pada penguasa. Sehebat-hebatnya penguasa tidak lebih hebat dari penguasa yang membiarkan. Bukan meminta dengan cara tak terlihat agar hakim berpihak padanya.
Ya Allah Yang Maha Tahu, Engkau mengetahui jalan hukum dunia tidak pernah jauh dari yang terjal. Terangilah jiwa para pemutus ini, agar mereka tahu bahwa jalan menuju puncak hakikat, selalu terjal disepanjang mata hati memandang.
Sungguh, Ya Rabb Al-Haq, engkau tahu di puncak jalan itu, pendaki yang konsisten akan menemukan saripati kehidupan. Kala saripati itu tersingkap dan memeluk pendaki, penguasa dunia serasa kecil, sekecil virus Corona. Pada-Mu Ya Allah urusan ini akan menemukan jalannya. Indah atau buram, itulah ketentuan-Mu. Inya Allah.
Penulis adalah Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate