LBP Mundur dan Menyerahlah!
Kebohongan LBP bukan semata-mata ingin mempertahankan jabatannya dan mempertahankan jabatan Presiden Joko Widodo, tetapi ada misi besar dan beresiko besar sesuai perannya sebagai “Man of gate-nya China”.
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
LUHUT Binsar Pandjaitan (LBP) mengaku capek mengurus negeri ini. Hal itu dilontarkannya ketika berbincang dengan Deddy Corbuzier, saat membahas tentang pihaknya yang memiliki big data soal sekitar 110 juta percakapan di media sosial yang mendukung wacana penundaan Pemilu 2024. LBP mengaku lelah dan capek juga mengurus negeri ini, jangan dipikir gampang.
Memang berbeda big data sesuai pengakuannya dan big lies (kebohongan besar) dalam faktanya. Pengakuan memiliki big data wajar dan normal akan membuat lelah dan capai karena harus berhadapan dengan percakapan publik, apalagi masuk ke dunia maya, yang menuntut kebenaran datanya.
Seseorang bisa berbohong kecil-kecilan dengan small data, tetapi kalau itu tidak akan bisa meyakinkan. Untuk lebih meyakinkan seseorang harus berbohong besar (big lies) dengan data besar (big data) - (How To Lie With Statistics).
Big data yang digembar-gemborkan LBP indikasinya kuat bahwa klaim Luhut Binsar Pandjaitan dalam menyikapi Pemilu 2024, bahwa berisi 110 juta orang menghendaki penundaan Pemilu 2024, adalah bohong.
Dalam percakapan dengan publik akhirnya benar harus berhadapan dengan data temuan Evello yang merupakan lembaga analitik data dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Data tersebut menyebut bahwa hanya 693.289 akun media sosial saja yang membahas tentang penundaan Pemilu 2024. Sementara jumlah pengguna media sosial di Indonesia mencapai 110 juta akun.
Semua harus terlibat rasa capai dan lelah karena banyak sekali kebohongan data yang disampaikan pejabat negara tak terkecuali oleh Presiden, tanpa beban dan merasa bersalah disampaikan di alam yang terang benderang sedangkan rakyat tahu kalian semua sedang berbohong.
Mungkin di luar kalkulasi politik LBP pernyataannya tiba-tiba menjadi magnet lahirnya gelombang demo di mana-mana. Menyeret bukan hanya soal big data tetapi rakyat membongkar banyak kebohongan rezim selama berkuasa.
Pejabat negara biasanya berbohong sebagai bentuk perlindungan diri dan berbohong untuk menghindari masalah. Ini bentuk perlindungan diri atau self defence saat merasa terancam. Daripada bicara jujur akan muncul banyak masalah, lebih baik berbohong mengira bisa mengatasi masalahnya.
Ini kebiasaan pejabat kita ingin mengatasi masalah melahirkan masalah baru yang lebih besar.
Berbohong juga dilakukan dalam rangka untuk melindungi orang lain supaya terhindar dari hukuman, atau perasaan terluka. LBP sepertinya mendapatkan mandat yang di luar kemampuannya untuk mengamankan kekuasaan oligarki dan misi OBOR China.
Jika LBP tak berbohong soal dukungan data setuju Pilpres ditunda mungkin akan ada yang terluka. Bahkan, bisa merubah akan menjadi ancaman atas keselamatan dirinya. Ia lupa setelah berbohong justru memunculkan banyak luka dan mendatangkan bahaya yang lebih besar.
Berbohong juga untuk mempertahankan kekuasaan memang harus dilakukan dan mungkin dianggap sebagai salah satu cara mudah untuk mendapatkan kekuasan rencana perpanjangan masa jabatan dan 3 periode untuk jabatan Presiden, dibandingkan cara lain, dengan terang-terangan memaksakan kehendak secara vulgar. Seperti selama ini banyak aturan dan UU yang dipaksakan melawan aspirasi rakyat.
Terobsesi selama ini merasa jauh lebih mudah berbohong dalam berkuasanya daripada dengan cara melakukan kekerasan. Para peneliti juga percaya bahwa kebohongan dilakukan untuk memanipulasi orang lain demi mendapatkan yang diinginkan tanpa memerlukan kekerasan.
Ketika berdialog dengan para mahasiswa UI, LBP menolak untuk membuka big data penundaan pemilu. LBP hanya bertahan dengan pertahanan klasiknya, jangan paksa saya untuk membuka big data-nya. Jelas, LBP tidak akan bisa membuka karena datanya indikasi kuat memang bohong.
Kebohongan LBP bukan semata-mata ingin mempertahankan jabatannya dan mempertahankan jabatan Presiden Joko Widodo, tetapi ada misi besar dan beresiko besar sesuai perannya sebagai “Man of gate-nya China”.
Konon pemerintah China akan menyeret atau membuat perhitungan dengan LBP jika sampai 3 periode atau perpanjangan masa jabatan presiden sampai gagal. Karena syarat untuk meneruskan program OBOR antara lain adalah perpanjangan masa jabatan dan/atau 3 periode.
Suasana psikologis dalam kondisi terjepit biasa orang yang berbohong suka cepat-cepat bersumpah bahwa datanya ada dan benar. Salah satu ungkapan yang dinisbahkan kepada al-Muhasibi: Indikasi seseorang yang berbohong itu adalah murah bersumpah meski tidak dimintai sumpah. “Pejabat kita sumpah bersikap jujur dan benar itu sampah, jangankan takut dengan sumpah Tuhan saja sudah tidak ditakuti. Apa lebih takut dengan Xi Jinping daripada takut kepada Tuhannya”.
Kalau merasa lelah dan capai apalagi tugas yang diembanya sudah di luar kemampuannya dan membahayakan negara pilihannya mundur dari jabatan sebelum alam bertindak. Hanya saya mengira dia akan terus bertahan dengan segala resikonya. “Oye kalau tetap nekad lanjutkan”. (*)