Libido Tiga Periode Itu Teroris Demokrasi

Hersubeno Arief dan Rocky Gerung

Jakarta, FNN – Pola pecah belah tampaknya menjadi tabiat rezim ini dalam memperahankan kekuasannya. Dari partai politik, organisasi profesi, organisasi mahasiswa hingga terakhir organisasi para kepala desa diadudomba lalu dikuasai.

“Dan dari awal kita tahu bagaimana pemerintahan Jokowi ini berupaya untuk menguasai partai politik. Bukan sekadar melanggengkan presidential threshold, tapi dengan memecah belah dari dalam. Kita lihat PPP dipecah belah, Golkar juga, supaya bisa berkuasa. Sekarang masyarakat sipil juga dipecah belah, kepala desa dipecah belah. Jadi terlihat bahwa memang indeks demokrasi yang dibuat oleh berbagai macam peneliti asing, menunjukkan bahwa Indonesia memang memburuk demokrasinya di era kepemimpinan Jokowi,” kata Rocky Gerung kepada wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Jumat, 01 April 2022.

Dengan kenyataan seperti ini menjadi aneh kalau Luhut Binsar Pandjaitan meminta dipuji demokrasinya.

“Kalau Pak Luhut minta dipuji demokrasi, mana ada demokrasi yang terlihat. Justru yang terlihat adalah upaya untuk mengambil alih otonomi masyarakat sipil dan pengendaliannya. Caranya adalah diumpankan satu peristiwa untuk dipecah belah. Jadi, tidak ada semangat untuk merawat demokrasi, padahal bangsa ini memerlukan demokrasi,” tegasnya.

Rocky menyarankan agar Luhut tidak mengklaim terus menerus bahwa Presiden Jokowi sukses dalam membangun demokrasi. “Presiden Jokowi datang ketika demokrasi sudah ada. Dari zaman Gus Dur sudah ada demokrasi. Habibie juga demokrasi. Bu Mega pertahankan demokrasi. SBY meningkatkan demokrasi. Dan kini sebetulnya kita sedang berada di era di mana kemunduran demokrasi berlangsung secara sistematis, karena memang dirancang untuk memundurkan demokrasi,” paparnya.

Kemunduran demokrasi di era Jokowi kata Rocky, semakin nyata ketika pemerintah tetap mempertahankan presidential threshold, memaksa presiden tiga periode, dan memecah belah rakyat.   

“Isu tiga periode itu, puncak dari kekacauan yang orang sebut sebagai teroris demokrasi dan macam-macam teroris konstitusi. Jadi, buruknya itu ada di era Presiden Jokowi. Itu adalah fakta yang akan ditulis oleh para peneliti,” tegasnya.

Hal-hal semacam ini, kata Rocky tidak menjadi pemikiran Jokowi. “Saya kira filosofi itu yang tidak dipahami oleh presiden bahwa karena kita berbeda, beragam, maka diperlukan persatuan. Jadi biarkan keragaman itu ada, supaya bisa diolah persatuan,” paparnya.

Anehnya, kata Rocky yang terjadi sekarang justru terbaik. “Demi persatuan, yang beragam  itu tidak diizinkan.  Supaya  yang beragam itu hilang, maka yang beragam itu dipecah-belah. Bukti bahwa pemerintah berusaha memaksakan persatuan itu, kebulatan tekad yang dipaksakan, kemudian dibawa jadi persoalan sehingga presiden Jokowi sebetulnya mengumpankan perpecahan sampai ke tingkat desa,” tegasnya.

Jadi, hiruk-pikuk politik yang seolah-olah ada demokrasi padahal sebetulnya hiruk-pikuk itu justru memperlihatkan demokrasi yang justru sedang rusak. “Dan konduktornya adalah Muhaimin. Juga Pak Luhut. Karena Pak Luhut yang menjadi panutan dewan pembina APDESI yang tanda petik ini,” katanya.

Rocky menilai Muhaimin adalah konduktor yang berusaha terus menerus mencari nada padahal dia sebetulnya tidak bisa membaca nada demokrasi. “Ajaib bahwa PKB yang didirikan oleh Gus Dur yang pasti ada demokrasi, sekarang dia berantakan karena tidak paham lagi tentang value dari demokrasi,” pungkas Rocky. (ida, sws) 

306

Related Post