Lonceng Berakhirnya Jokowi Tahun 2024 Sudah Berbunyi
by M. Rizal Fadillah
Bandung FNN - Tentu saja bukan bermakna karena periode sampai dengan tahun 2024, maka selesai masa jabatan Jokowi. Sesuai aturan UUD 1945 memang masa jabatan Presiden hanya dua periode. Akan tetapi yang menjadi ulasan disini ni adalah bahwa pengaruh kekuasaan Jokowi akan tamat. Tidak ada pelanjut. Tak ada protektor dan tak ada lagi ceritra tentang "kejayaan" Jokowi esok-esok.
Jokowi benar-benar tamat. Bahkan bukan mustahil setelah tamat nanti, selanjutnya akan masuk pada fase bongkar-bongkar "dosa" Jokowi dan para eksekusinya. Partai politik masih tetap menjadi penentu dalam proses politik. Karenanya konstelasi politik ditentukan oleh dinamika partai politik dalam memainkan ritme kelanjutan penokohan termasuk figur Presiden.
Tanpa akses kepada partai politik, maka Jokowi dan para sengkuni semuanya akan selesai. Titik lemah Jokowi adalah bahwa dirinya bukan siapa-siapa, baik jabatan maupun peran dalam partai politik. Jokowi hanya figur yang dibutuhkan untuk jangka waktu sesaat. Sebagai cantolan dari banyak kepentingan. Setelah itu selesai, dan tinggal mempertanggung jawabkan di depan hukum.
Tanggung jawab atas terbelahnya anak-anak bangsa. Tanggung jawab atas hutang luar negeri dan dalam negeri yang dibuat selama Jokowi berkuasa. Kemungkinan saat turun nanti 2024 telah mencepai sekitar Rp. 5.000 triliun. Saat ini sudah mencapai sekitar Rp. 3.500 triliun. Saat Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) turun, total hutang pemerintah, dalam dan luar dan luar negeri hanya Rp. 2.980 triliun.
Persiapan Pilpres 2024 menjadi landasan penting untuk pembentukan figur politik ke depan. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memiliki figur trah Soekarno yang terus digelindingkan, yakni Puan Maharani. Ganjar Pranowo yang mencoba mengangkat diri, ternyata “dibuldozer". Partai Gerindra kemungkinan masih mendorong figur Prabowo untuk Capres.
Meskipun elektabilitasnya sangat rendah di bawah 3%, namun Partai Golkar besar kemungkinan bakal mendorong sang Ketum Airlangga Hartarto. Demokrat ada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang serius dipasarkan oleh kader-kader Partai Demokrat. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Nasdem mendekap Capres terkuat saat Anies Baswedan.
Sementara PPP, PKB, dan PAN tidak memiliki calon sendiri. PKB kemungkinan hanya bisanya mendorong Ketua Umum Muhaimin Iskandar untuk posisi Cawapres. Posisi tigai partai berbasih pemilih Islam ini lebih pada mendukung figur figur yang kelak manggung. Kalkulatif dan mungkin saja pragmatik. Tidak punya pigur kuat internal yung bakal ddorong untuk Capres.
Jika berubah menjadi sedikit dari pandangan ideologis, bisa saja ketiga partai itu mencari figur alternatif seperti Rizal Ramli atau Gatot Nurmantyo, yang meskipun saja untuk hal ini probabilitasnya tidak terlalu besar. Sangat tergantung pada kalkulasi politik di awal-awal 2023 nanti. Semua masih sangat cair. Semua prediksi bisa saja berubah sesuai kebutuhan dan kalkulasi politik.
Bagaimana nasib Jokowi ? Gawat, dipastikan akan ditinggalkan oleh partai partai politik koalisi. Partai bercerai berai dalam polarisasinya masing-masing. Jokowi sudah tidak menjadi magnet. Taipan yang sekarang menempel erat, esok dalam kompetisi 2024 tidak berkepentingan lagi dengan Jokowi. Mereka berkalkulasi baru dengan partai atau figur baru yang potensial bertarung.
Melihat paket yang mulai ramai seperti Prabowo-Puan, Anies-AHY, Anies-Airlangga atau Rizal Ramli-Gatot Nurmantyo tidak terlihat figur yang menjadi "kepanjangan tangan" Jokowi. Upaya Jokowi untuk mempercepat penokohan Gibran dinilai terlalu berat. Demikian juga survey yang mulai memunculkan Iriana, istri Presiden masih ditertawakan publik. Hanya badut-badutan.
Kader PDIP Ganjar Pranowo yang popularitasnya terus meningkat layak untuk didekati Jokowi. Namun kedekatan tanpa komunikasi dan restu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri juga dapat menjadi malapetaka. Apalagi hubungan Jokowi dan PDIP semakin tidak harmonis. Ganjar pun terancam aksi pengasingan dari partai tempat dimana ia bernaung dan dibesarkan.
Lonceng kematian Jokowi di 2024 sudah mulai berbunyi. Hanya satu yang bisa menyelamatkannya, yaitu perpanjangan jabatan tiga periode. Artinya harus melakukan amandemen atas konstitusi UUD 1945. Upaya ke amandemen konstitusi bukan pekerjaan mudah. Persoalannya adalah bahwa perpanjangan tiga periode itu bertentangan dengan perasaan keadilan rakyat.
Rakyat yang sudah tidak puas dengan Presiden Jokowi yang terlalu berlama-lama melakukan korupsi kekuasaan, hukum dan mungkin, kekayaan. Sulit untuk Jokowi berlanjut mengenggam kekuasaan. Apalagi punya pengaruh paska 2024. Bahkan pengamat ada yang memperkirakan sulit juga Jokowi bertahan hingga 2024. Terlalu banyak masalah dan indikator yang memperlihatkan Jokowi tidak punya kemampuan untuk memimpin tata kelola negara yang baik benar.
Saat ini pun kedudukannya mulai digoyah. Perpecahan diantara anak-anak bangsa masih terjadi sejak berakhirnya Pilkada Gubernur DKI 2017 yang berakhir dengan kekalahan Ahok. Penanganan pandemic covid-19 gagal total, korupsi hampir merata di semua lini kekuasaan, diskriminasi hukum telanjang di depan mata, krisis ekonomi mengakibatkan pengangguran dan kemiskinan dimana-mana.
Pembungkaman dan kriminalisasi terhadap tokoh-tokoh opsisi oposisi yang menjadi pejuang utama reformasi 1998 seperti Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Anton Permana. Lumpuhnya demokrasi menjadi persoalan serius. Indeks demokrasi Indonesia lebih buruk. Desakan mundur meski belum terlalu massif, tetapi mulai muncul. Melalui ada gugatan hukum pula.
Jokowi akan tamat dengan meninggalkan dosa politik yang mungkin akan menjadi beban atas dirinya. Hutang negara yang besar bukannya tanpa tuntutan pertanggungan jawab, pelanggaran HAM berat baik kasus 21-22 Mei 2019 maupun pembunuhan 6 anggota laskar FPI 7 Desember 2020 tidak mungkin terlupakan. Peraturan Pemerintah Undang-Undang (Perppu) otoritarian akan diotak-atik Kembali.
Fatalnya kebijakan soal UU Omnibus Law. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dinati keluarga menarik untuk dibongkar-bongkar. Semua berlangsung tanpa proteksi kekuasaan lagi. Kondisi ini semakin diperparah dengan kecenderungan sikap Megawati yang tidak bisa dipungkiri akibat ulah Jokowi membangun dinasti politik melalui anak dan menantu. Dua-duanya tidak punya kapasitas untuk menjadi walikota Solo dan Medan.
Tahun 2024 adalah tamatnya Jokowi dengan belang-belang yang ditinggalkan. Solusi pengamanan memang hanya dua. Pertama, perpanjangan tiga periode. Kedua, mundur sebelum tahun 2024 dengan permohonan maaf serius kepada rakyat atas segala kerusakan tata kelola negara yang dilakukan Jokowi selama berkuasa. Hanya itu cara paling terhormat dan bermartabat.
Tutup buku kekuasaan dengan pemaafan rakyat dan bangsa Indonesia. Biarkan rakyat dengan pemimpin barunya yang menata dan menyembuhkan penyakit yang ada dan sangat kronis ini. Pilihan mana yang akan diambil? Entahlah. Terserah Jokowi
Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.