Luhut Pegang 27 Jabatan, Rocky Gerung: Eh Kalian Itu Sudah tidak Ada Gunanya Lagi, yang Berguna Tinggal Pak Luhut

Ilustrasi serakah

Jakarta, FNN – Banyaknya jabatan yang dirangkap oleh Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menjadi pertanyaan banyak orang. Ada kesan hanya Luhut yang bisa bekerja yang lain tidak. Kalau Luhut tidak rakus mustinya ia bisa menolak, kalau tidak mau menolak artinya Luhut meyakinkan Presiden bahwa menteri-menteri yang lain nggak bisa bekerja, hanya dia yang bisa kerja.

Dugaan lain, mungkin Joowi hanya percaya kepada Luhut, karena memang Jokowi diasuh oleh Luhut dalam karakter bisnisnya. Sejak awal mereka berdua punya bisnis yang sama. Akhirnya efisiensi diselesaikan dengan kedekatan personal. Buruknya, sinyal itu sebetulnya harus membuat menteri-menteri yang lain malu dan merasa tersinggung.

Demikian rangkuman wawancara pengamat politik Rocky Gerung dengan wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Ahad, 12 Juni 2022. Berikut petikannya:

Ternyata dalam rapat Badang Anggaran (Banggar) Menko Marves Luhut Panjaitan mengaku sendiri bahwa ia bukan memegang 10 jabatan seperti yang selama disebut Jokowi, tetapi punya 27 penugasan (istilahnya Luhut). Ada yang melalui Perpres, Keppres, ada yang cuma melalui arahan (di sidang kabinet diperintahkan). Hal itu ditunjukkan Luhut dalam rapat banggar dalam slidenya, banyak sekali. Pokoknya terakhir masalah minyak goreng.  Pak Luhut menyebutnya dari “Space X sampai minyak goreng.

Yang jadi masalah kenapa Pak Luhut nggak bisa nolak. Kan itu intinya. Kan Pak Luhut bisa bilang, Pak Presiden, kebanyakan nih saya dan saya nggak mungkin efisien lagi. Jadi pertanyaan publik kenapa Pak Luhut tidak menolak? Kalau dia tidak menolak artinya memang dari awal Pak Luhut meyakinkan presiden bahwa menteri-menteri nggak bisa bekerja, karena itu kasih ke saya saja. Yang terjadi di belakang layar sebetulnya bahwa itu penugasan presiden. Pasti penugasan presiden. Asal-usulnya yang kita persoalkan. Dan tema-tema yang dikuasai Pak Luhut sebetulnya tema yang bisa diserahkan pada menteri teknis. Tapi kenapa Pak Luhut yang lakukan itu. Lalu fungsi Menko koordinatornya apa kalau semuanya dilakukan sendiri, tidak lakukan koordinasi. Jadi, ini yang disebut sebagai semakin banyak terlibat sebetulnya output-nya kurang maksimal, low of diminishing return dalam ilmu ekonomi. Jadi semakin banyak kesibukan justru output-nya turun. Return-nya atau hasilnya memburuk. Itu yang terjadi dan orang menganggap bahwa ya kalau itu konsekuensi dari kedekatan Pak Jokowi dengan Pak Luhut, sebaiknya lakukan penyederhanaan kabinet supaya tidak membebani anggaran. Kalau Pak Luhut pikir bisa ngerjain semua tugas teknis Kementerian, ya cukup Pak Luhut yang jadi menteri, yang lain dianggap Dirjen. Jadi menteri satu saja, Dirjen yang banyak. DPR tentu mempersoalkan itu karena mungkin dianggap pemborosan atau dianggap bahwa masalahnya DPR tanya saja ke presiden, tanyakan kenapa banyak begitu. Jangan juga cecer Pak Luhut. Itu juga tidak fair DPR. Itu ditunjuk oleh Presiden kok kenapa Luhut yang dipersoalkan.

Boro-boro tanya ke Pak Jokowi, kemarin ketika rapat Banggar dengan Pak Luhut, mereka mengaku ciut nyalinya. Makanya mereka harus hati-hati sekali mengajukan pertanyaan. Yang menarik Pak Luhut menyatakan bahwa alhamdulillah komplit tugas yang diberikan oleh Pak Jokowi. Itu artinya Pak Luhut mengingatkan bahwa kenapa masih dipersoalkan dan harusnya tidak ada sekat-sekat ini yang membuat bangsa enggak maju. Dari pernyataan Pak Luhut tadi sepertinya Pak Luhut memang nggak keberatan.

Saya kira juga Pak Luhut greget lihat bahwa ini menteri tidak delivery. Setiap kali sidang kabinet Pak Luhut mendengarkan menteri sana ngomong yang enggak pernah tuntas. Sebagai militer dia ingin efisiensi, teori efisiensi, bahwa kalau sudah membidik itu artinya sasarannya sudah dikunci. Bila jempolnya sudah di depan pelatuk yang harus segera nembak sebelum objeknya berubah dimensinya, berpindah satu cm saja peluru bisa meleset. Jadi kebiasaan itu mungkin yang terbawa sehingga Pak Luhut greget lihat, kok nggak bisa ya langsung dieksekusi masalahnya. Nah, cara Pak Luhut tentu memberitahu pada presiden dalam bahasa yang hanya mereka berdua yang tahu, karena hanya mereka berdua sebetulnya yang punya relasi paling panjang selama kabinet Pak Jokowi.  Lalu Pak Jokowi anggap bahwa kalau begitu, Pak Luhut saja yang kerjain. Iya memang lihai saya, karena saya yang lebih mampu mengatasi. Jadi psikologi itu dengan sendirinya terbentuk karena kedekatan. Pak Jokowi kan nggak sedekat Pak Luhut dengan Erick Thohir kan. Pak Erick Thohir jauh sekali. Erick Thohir lebih dekat dengan anaknya Pak Jokowi daripada Pak Jokowi, lebih dekat dengan Gibran mungkin. Jadi bagian ini yang kita sebut sebagai kimia politik itu dengan sendirinya berlangsung di antara mereka yang saling kenal. Kalau bahasa istilahnya a like attack each other saling menguatkan saling tertarik satu sama lain. Itu dasarnya kenapa kemudian Pak Luhut menganggap kenapa sih kalian cemburu? Kan ini dasarnya persahabatan dan saling percaya di antara Pak Luhut dan Pak Jokowi. Masalah politiknya, kenapa Pak Jokowi tidak percaya pada orang lain.

Kan  kalau kita lihat Menko itu kan bukan hanya Pak Luhut, ada Pak Airlangga, Pak Euhajir efendi, atau ada menteri-menteri teknis. Tetapi kenapa semua diborong dan sepertinya masih akan ada penugasan-penugasan lain?

Kompleksitas kebijakan di istana itu makin lama makin memungkinkan berantakannya perencanaan. Dan itu artinya bagi Pak Jokowi lebih efisien kalau yang merencanakan itu adalah orang yang paham karakter Pak Jokowi. Jadi kira-kira begitu. Memang secara faktual hanya Pak Luhut yang paham karakter Pak Jokowi. Karakter politiknya karena memang Pak Jokowi diasuh oleh Pak Luhut dan karakter bisnisnya. Karena dari awal mereka berdua punya bisnis yang sama. Jadi, sebetulnya masalahnya akhirnya diefisienkan dengan kedekatan personal. Baik atau buruk keadaan itu? Ya sebetulnya itu baik saja. Kan nanti efeknya lebih mudah dikontrol daripada sidang kabinet mending diselesaikan dulu di antara dua tiga orang. Tetapi buruknya sinyal itu sebetulnya harus membuat menteri-menteri yang lain malu dan merasa tersinggung.  Nah, itu yang justru bagi saya aneh betul ya. Ini menteri-menteri sudah tidak dipedulikan sama Pak Jokowi kok masih terima gaji dan masih mau sok pamer bahwa dia portofolionya adalah menteri A menteri B. Kan lebih baik mundur karena sudah tidak dianggap. Kan sinyal Pak Jokowi, eh kalian itu sudah tidak ada gunanya lagi, yang berguna tinggal Pak Luhut. Jadi, tahu dirilah menteri-menteri itu bahwa itu sindiran halus dari seorang presiden yang masih memakai klutur Jawa di dalam mengoperasikan kekuasaan.

Itu dari sisi Pak Luhutnya. Sementara dari sisi Pak Jokowinya kan kemudian orang bertanya-tanya, lah sebenarnya yang jadi presiden siapa, kok semua tugas dan tanggung jawabnya diserahkan kepada Pak Luhut?

Kalau itu tanya ke Elon Musk. Jadi itu sudah menjadi rahasia umum bahwa memang yang menguasai kimia kekuasaan itu adalah Pak Luhut sebetulnya dan Pak Jokowi terpaksa ditawan oleh incapacity-nya. Lain kalau Pak  Jokowi bisa tampil sebagai orang mengerti makroekonomi, ngerti tentang konstitusi, maka Jokowi akan kasih sinyal bahwa oke saya perintahkan itu karena saya mau efisien. Tapi kalau yang sekarang terjadi Jokowi perintahkan itu karena Jokowi sendiri nggak ngerti masalah. Itu jadinya kan. Jadi itu yang dipamerkan. Dan Pak Luhut memang paham masalah. Yang jadi masalah kenapa DPR tidak bertanya ke Presiden kepana Pak Luhut terus yang diangkat. Bertanya dengan cara apapun, kirim nota bertanya supaya Presiden jawab. Kan pertanyaan publik begitu, kenapa favoritisme itu ada pada Pak Luhut? Apakah memang ada perjanjian yang lebih dari sekadar kedudukan Pak Luhut sebagai Menko Maritim dan Iinvestasi? Jangan-jangan ada agreemnet lain di belakang itu. Itu sebetulnya, keterbukaan yang musti diajukan. Kita sudah seringkali bertanya, Presiden Jokowi nggak pernah jawab. Akibatnya bertanya ke Pak Luhut. (sws)

311

Related Post