Makin Diserang, KAMI Makin Terbang

by Tony Rosyid

Jakarta FNN- Kamis (30/09). Deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) terus bergaung di sejumlah daerah. Tanpa henti KAMI terus bergerak. Dari satu daerah ke daerah yang lain. Bagi mereka yang kecewa terhadap pemerintahan Jokowi, KAMI menjadi tempat yang tepat untuk berkumpul menyuarakan idealisme dan keprihatinan terhadap bangsa.

Seiring berjalannya waktu, KAMI semakin membesar. Membesar jumlah pengikutnya, juga pengaruhnya. Pelan tapi pasti. Namun sebelum benar-benar membesar, ada upaya dari "pihak-pihak tertentu" untuk menghambat, bahkan menghalangi. Publik tahu siapa pihak-pihak ini. Baca pola dan isunya, itu khas.

Polanya selalu menggunakan pengerahan massa antara 50-100 orang. Ini berkaitan dengan anggaran. Terdiri dari anak-anak muda. Teriak-teriak di atas mobil dengan toa yang lumayan lantang. Dan isu yang terus diangkat adalah Khilafah, anti Pancasila dan pemecah belah bangsa. Ditambah satu tuduhan “barisan sakit hati”. Perhatikan gaya mereka! Nggak akan keluar dari isu itu. Dilengkapi dengan sejumlah spanduk yang dipasang di sekelilingnya.

Demo macam ini terjadi Senen (28/9) di Surabaya. Mirip dengan demo yang terjadi saat awal deklarasi KAMI di Tugu Proklamasi Jakarta 18 Agustus lalu. Juga di sejumlah tempat lain. Pola dan isunya masih tetap sama. Kalau anda menemukan pola demo macam ini, mudah untuk menunjuk jidat mana yang menggerakkan demo ini.

Apakah dengan demo penolakan ini mental KAMI makin ciut? Lalu rencana deklarasi di berbagai daerah berhenti? Tidak! Anda salah kalau berpikir seperti itu. Perlu belajar teori "The functions of social conflicts" nya Lewis Coser. Teori ini mengungkapkan betapa penolakan itulah yang dibutuhkan KAMI.

Siapin panggung kecil, dapat panggung besar. Ini ungkapan yang tepat untuk menggambarkan KAMI dalam banyak peristiwa persekusi di beberapa daerah. Sesungguhnya, tak banyak orang dan media tahu momen deklarasi di Surabaya. Begitu juga di daerah-daerah lain.

Gara-gara ditolak, ramai dan publik menjadi tahu. Media blow up besar-besaran. Bagi KAMI, ini adalah hadiah. Bahkan anugerah. Ada momen untuk iklan gratis. Dengan penolakan ini, konsolidasi KAMI di seluruh Indonesia juga makin kuat. Gelombang empati dan pembelaan semakin membesar.

Senin lalu, media dan medsos ramai. Dipenuhi berita deklarasi KAMI di Surabaya Jawa Timur. Lahan subur bagi KAMI untuk beriklan dan mensosialisasikan diri. Dari peristiwa ini, KAMI berlimpah simpati. Mengambil momentum ini dengan sangat cerdas. Diam tak membalas. Cukup klarifikasi secukupnya. Memberi pemahaman publik tentang identitasnya. Inilah KAMI. Cukup itu saja. Dan rakyat paham.

Di KAMI, ada banyak tokoh yang punya daya tarik dan kemampuan bernarasi. Mereka punya kelas dan klaster pendukung masing-masing. Ada Gatot Nurmantyo, Din Syamsudin, Rocky Gerung, Refly Harun, Said Didu, Abdullah Hehamahua, Chusnul Mariyah, dan lain-lain. KAMI menjadi tempat berkumpul para tokoh dari hampir semua ormas dan profesi.

Di KAMI juga berkumpul banyak penulis dan wartawan militan. Hampir, kalau tidak dikatakan semua penulis aktif media Online berkumpul di KAMI. Mungkin 99,9% penulis aktif ada di KAMI. Hanya 1% yang berada di kubu pemerintah. Ini sekaligus untuk membedakan mana militan, mana bayaran. Terkesan berlebihan. Tapi mudah untuk dibuktikan.

Dengan peristiwa Surabaya tersebut, justru jadi bensin yang membuat gerakan KAMI semakin nyala di negeri ini. Semakin banyak penolakan, maka semakin banyak trigger pula yang membuat KAMI semakin melambung dan terbang. Mendapatkan keuntungan besar.

Dalam setiap peristiwa penolakan, ada simbiosis multualisme. Ini yang menarik. Deklarasi KAMI mendatangkan project bagi para penolaknya. Masih ingat proposal organisasi mahasiswa yang beredar dan viral? Hanya dengan Rp 16 juta sekian anggaran untuk menolak deklarasi KAMI di Surabaya. Kecil bagi anda, tapi besar bagi para mahasiswa itu.

Di sisi lain, kehadiran para penolak membuat nama KAMI semakin melambung tinggi. Keduanya saling membutuhkan. KAMI dan para penolaknya. Mereka dapat uang, KAMI dapat iklan. Jika sinergi ini terus terjaga, maka akan mempercepat situasi menjadi matang. Maksudnya? Jangan berlagak bego lu!

Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.

356

Related Post