Ma'ruf Amin Keliru, MUI Tidak Perlu Ikut-Ikutan Penentuan Capres
Oleh Nuim Hidayat | Dosen Akademi Dakwah Indonesia Depok
PERNYATAAN Wapres Ma'ruf Amin Minta MUI Tidak Perlu Ikut-Ikutan Penentuan Capres-Cawapres dalam Pemilu 2024 perlu dikritisi.
Pernyataan itu diungkap Ma'ruf Amin saat memberi sambutan di Milad ke-47 MUI di Ballroom Hotel Sultan Jakarta, Selasa malam (26/7).
"MUI tidak terlibat dalam menentukan presiden dan wakil presiden. Yang menentukan partai politik dan gabungan partai politik,”kata Ma'ruf.
MUI, menurut Ma'ruf, harus terlibat aktif menjaga keutuhan bangsa menjelang Pemilu 2024.
MUI adalah kumpulan para ulama atau cendekiawan yang merupakan representasi dari seluruh umat Indonesia. MUI harusnya menjadi panduan bagi umat dalam berpolitik, berekonomi, berbudaya dan lain-lain.
MUI meski punya hubungan baik dengan pemerintah -dapat dana hibah dari pemerintah- harus tetap mandiri dalam mengambil keputusan. Keputusan MUI harus dilandasi pada Al Qur'an, Sunnah dan ijtihad ulama yang shalih. MUI tidak boleh disetir oleh pemerintah atau pihak-pihak yang ikut mendanainya. Uang hibah dari pemerintah, sejatinya adalah uang rakyat, bukan uang pribadi sang penguasa.
Menyambut tahun politik 2024, harusnya MUI memberi panduan siapa calon yang harus dipilih nanti oleh umat Islam. Jangan sampai umat Islam terperosok kembali memilih presiden yang salah, seperti tahun 2014 dan 2019.
Seperti diketahui, kebijakan presiden Jokowi selama dua periode ini banyak merugikan umat Islam. Mulai dari pembubaran ormas dan lembaga kemanusiaan Islam, kriminalisasi ulama dan aktivis Islam, dan pembunuhan beberapa pemuda Islam. Selain itu, derasnya tenaga kerja Cina ke tanah air dan rencana pemindahan ibukota negara tidak menguntungkan umat Islam.
Presiden Jokowi sering disebut para ahli politik tidak punya pendirian yang kuat. Ia banyak disetir oleh Luhut Panjaitan dan pengusaha-pengusaha Cina yang punya saham besar menjadikannya presiden.
MUI bila takut menyebut nama, harusnya membuat kriteria presiden yang patut dipilih oleh umat Islam. Misalnya harus cerdas, shalih, punya jiwa kepemimpinan, punya pemihakan kepada umat Islam, mandiri, punya keinginan kuat menjadikan Indonesia hebat dan lain-lain.
Bila MUI tidak ikut campur dalam proses pencapresan 2024, apa gunanya MUI? Memang capres cawapres adalah urusan partai politik. Tapi parpol butuh dukungan rakyat atau umat untuk mengegolkan pilihannya.
Dari sini memang ada dilema. Karena Ma'ruf Amin sendiri menjadi pasangan wapres yang banyak tidak dikehendaki umat. Pada pemilu 2019, umat Islam lebih memilih pasangan Prabowo dan Sandi. Sedangkan umat non Islam lebih banyak memilih pasangan Jokowi dan Ma'ruf Amin.
Posisi Ma'ruf sebagai Ketua Dewan Pertimbangan MUI sendiri patut dipertanyakan. Harusnya yang menjabat posisi-posisi penting di MUI adalah mereka yang tidak bertugas di birokrasi pemerintahan. Seperti presiden, wapres, menteri, gubernur dan lain-lain, harusnya tidak menjabat posisi strategis di MUI. Ketika para birokrat masuk MUI, lembaga ini menjadi tidak independen. Lembaga ulama yang seharusnya memberikan panduan moral kepada pemerintah, akhirnya menjadi pak turut.
Ulama dalam Islam adalah pewaris Nabi. Tugas ulama itu berat, ia harus menjadi teladan bagi umatnya. Keilmuan dan perilakunya harus bisa diteladani masyarakat. Bila tidak, harusnya ia copot gelar ulama itu.
Karena itu, Imam Ghazali membagi ulama menjadi dua. Ulama pewaris Nabi dan ulama su' (ulama jahat). Ulama jahat ini hanya membuat fatwa yang menguntungkan dirinya, jabatannya atau organisasinya belaka. Senang dengan kemewahan duniawi dan tepuk tangan dari pengikutnya. Ia tidak peduli umat menderita, dipenjara, dianiaya dan lain-lain. Semoga kita terhindar dari perilaku ulama su'. Wallahu azizun hakim. II