Massa Djafar: 10 Tahun Terakhir Oligarki Melemahkan Indonesia
Jakarta, FNN - Kampus Universitas Nasional Jakarta kembali mengadakan International Conference on Social and Political Science II (ICOSOP II) sebuah kegiatan reguler Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Nasional yang mempertemukan dosen dan peneliti untuk bertukar pikiran tentang isu-isu mutakhir dalam ilmu sosial di dunia.
Konferensi ini berlangsung selama satu (1) hari bertempat di Gedung Cyber Auditorium FISIP Unas, Rabu (26/10).
Seminar diikuti oleh 55 peserta dari berbagai negara seperti Amerika Serikat, Jerman, Inggris, Malaysia dengan pembicara undangan, peserta panel, partisipan aktif.
Selain itu, terdapat juga partisipan umum dari kalangan peneliti, dosen, dan mahasiswa yang turut mendaftar untuk hadir dalam tema-tema sesuai minat dan perhatian.
Akademisi Unas Dr. TB Massa Djafar, M.Si, mengatakan bahwa oligarki 10 tahun terakhir menimbulkan masalah besar yang mengancam demokrasi.
Djafar adalah seorang yang menginspirasi dan menekuni di bidang ilmu politik serta karya-karya ilmiahnya yang membahas berbagai isu-isu politik dan pembangunan daerah.
Dalam seminar tersebut, Djafar membawakan materi mengenai "Pelemahan Konsolidasi Demokrasi: Indonesia Kembali ke Autoritarian?", di mana menyoroti kasus demokrasi di Indonesia.
"Transisi ke demokrasi melalui konsolidasi demokrasi, yaitu penguatan pada perlembagaan demokrasi. Indonesia telah melakukan amandemen konstitusi 1945, UU Partai Politik dan Pemilu, memperkuat prosedur demokrasi," kata Massa Djafar.
Dalam hasil kajiannya, menunjukkan bahwa pelemahan konsolidasi demokrasi karena munculnya kekuatan oligarki, dalam 10 tahun terakhir sebagai kekuatan hegemoni yang berakibat melemahkan peran dan fungsi partai politik dan parlemen.
Massa Djafar menyinggung bahwa sistem demokrasi Indonesia masih mengutamakan asas kepentingan personal. Ia juga membandingkan dengan kepemerintahan sebelumnya dengan pemerintahan Indonesia yang sekarang yaitu Jokowi.
"Implikasi pelemahan institusi politik dan tindakan represif aparat keamanan, membuka ruang di bawah pemerintahan Joko Widodo sistem politik Indonesia kembali ke autoritarian," tambahnya. (Ind)