Memaknai keberkahan Ramadan-04
Keindahan karakter yang sejatinya menjadi esensi religiositas seseorang. Bahkan makarimul akhlaq ini seolah menjadi kesimpulan dari misi Dakwah Rasulullah SAW. Sebagaimana beliau sabdakan: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”.
Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation
BERBAGAI keberkahan Ramadan, ritual dan non ritual, telah disampaikan. Dan masih banyak lagi yang perlu disampaikan untuk menjadi ingatan bagi semua. Sekaligus mengingatkan bahwa Ramadan bukan sekedar bulan yang penuh dengan ragam amalan ritual. Tapi membawa keberkahan dalam segala lini kehidupan manusia.
Di antara keberkahan Ramadan adalah bulan pelatihan karakter kemanusiaan kita. Bulan di mana setiap Muslim seharusnya melakukan apa yang biasanya saya sebut “character shaping” (pembentukan karakter). Baik karakter fisikal, bahkan yang terpenting adalah karakter non fisikal.
Karakter fisikal itu nampak dalam perilaku nyata manusia. Ramah, lembut, berkata baik dan sopan, dan seterusnya. Sementara karakter non fisikal lebih kepada bentuk mentalitas manusia (mental state) yang sesungguhnya sangat menentukan warna Karakter fisikalnya.
Karakter non fisikal itu akan terpatri dalam sebuah istilah atau terminologi keagamaan yang disebut “Al-ihsan”. Sebuah karakter batin (non fisikal) yang menggambarkan keindahan (hasan, husna, wa ahsan). Bahwa manusia yang memiliki sifat ihsan akan hidup dengan kehidupan yang indah, nyaman, dan aman.
Al-ihsan ini tereksresi dalam dua dimensi kehidupan manusia. Yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Keduanya saling terkait dan saling menentukan. Dimensi vertikal ihsan akan membentuk dimensi horizontalnya. Dan dengan sendirinya dalam pandangan Islam karakter baik (ihsan) pada aspek fisikal kehidupan seseorang tidak lepas dari karakter batinnya (jiwa atau hatinya).
Dimensi vertikal Ihsan diekspresikan dalam sebuah hadits Rasulullah SAW: “hendaklah engkau menyembah Allah seolah engkau melihatnya. Dan jika engkau tidak mencapai tingkatan yang demikian, yakinlah jika Allah melihat engkau”.
Fungsi puasa pada dimensi ini (seolah melihat Allah atau yakin jika Allah melihat kita) sangat menentukan. Sebab puasa adalah amalan ibadah yang sangat pribadi (personal) antara seorang hamba dan Tuhannya. Dengan sendirinya ibadah ini melatih seorang hamba untuk selalu merasakan kehadiran Allah dalam dirinya.
Kehadiran dimensi vertikal “ihsan” dalam diri seseorang ini menjadikannya mampu membangun dimensi horizontalnya dalam kehidupannya. Dimensi horizontal ihsan inilah yang terpatri dalam perilaku fisikal atau karakter seseorang.
Ketika seseorang itu berbuat maka perbuatannya tidak terlepas dari kesadaran akan kehadiran Allah. Sehingga perbuatannya dalam segala bentuknya terikat oleh nilai-nilai samawi (dimensi vertikal ihsan) itu. Ikatan nilai-nilai samawi ini menjadikannya akan selalu dalam Karakternya tidak saja benar. Tapi juga indah, nyaman dan memberikan rasa aman.
Semua itu tersimpulkan di agama ini dalam sebuah ekspresi: “makarim Al-Akhlaq”.
Keindahan karakter yang sejatinya menjadi esensi religiositas seseorang. Bahkan makarimul akhlaq ini seolah menjadi kesimpulan dari misi Dakwah Rasulullah SAW. Sebagaimana beliau sabdakan: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”.
Dari penyampaian di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu keberkahan (keutamaan) terpenting dari Ramadan adalah pembentukan karakter manusia melalui kesadaran ihsan pada dua dimensinya; dimensi vertikal dan dimensi horizontal.
Semoga Ramadan kita penuh dengan keberkahan itu, termasuk keberkahan dalam bentuk prilaku yang lebih baik. Sehingga kita termasuk orang berpuasa yang tidak terancam: “ada orang yang berpuasa tapi tidak dia dapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga”.
Artinya, jangan sampai karena pembatasan makna keberkahan Ramadan hanya pada aspek ritual semata, apalagi pada pemahaman bahwa puasa itu sekedar menahan makan dan minum, lalu tidak peduli dengan karakter atau prilaku, menjadikan Allah seolah berkata: “I don’t need your abstain from food and drink (Aku tidak perlu lapar dan dahagamu”.
Selamat berpuasa! New York City, 22 April 2022. (*)