Membaca Survei CSIS
Pertama, Memprovokasi agar Anies segera ditangkap sebelum declare ada parpol yang resmi umumkan sebagai Capres. Padahal, Konvensi International Jenewa 1964, Capres tidak boleh dikriminalisasi.
Oleh: Andrianto, Aktivis Pergerakan 98, Eksponen Perhimpunan Menemukan Kembali Indonesia/PMKI
SUNGGUH mengaggetkan Survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) yang menyatakan Anies Baswedan bisa menang baik melawan Ganjar Pranowo maupun Prabowo Subianto dengan angka margin yang relatif sama 5% an.
CSIS menemukan nama Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo kerap unggul dalam sejumlah simulasi survei elektabilitas capres 2024. CSIS melakukan beberapa simulasi mulai dari 14 nama, 7 nama, 3 nama, hingga 2 nama (head to head).
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes, mengatakan hasil survei 2 nama dan mengatakan Anies unggul terhadap Ganjar. Elektabilitas Anies mencapai 47,8 persen, sementara Ganjar 43,9 persen. Sementara sisanya tidak tahu/tidak jawab.
Mengutip Tempo.co, Senin (26 September 2022 14:58 WIB), survei simulasi pemilihan capres ini bukan hanya melibatkan elektabilitas dan popularitas para tokoh politik. Tetapi juga melibatkan pandangan generasi muda terhadap isu-isu politik saat ini yang menjadi populasi utama pada survei tersebut.
Pada simulasi 14 nama dengan membandingkan tingkat elektabilitas, Ganjar berada pada posisi pertama dengan perolehan angka 25,9 persen. Sedangkan Anies berada di posisi ke-3 dengan 18,1 persen.
Lalu pada simulasi 7 nama, Ganjar masih memimpin di peringkat pertama dan cenderung meningkat dengan perolehan angka 26,9 persen. Untuk Anies juga memperoleh peningkatan angka, namun tidak mengalami perubahan posisi dan tetap pada urutan ketiga dengan perolehan 19,9 persen.
Peningkatan ini disebabkan adanya switching atau perpindahan pemilih saat pengerucutan nama tokoh politik yang tidak ada dalam daftar pilihan.
Pada simulasi 3 nama, Ganjar dan Anies mendapatkan peningkatan perolehan angka. Hasil menunjukkan Ganjar memperoleh 33,3 persen, sedangkan Anies memperoleh 27,5 persen.
Dalam tahap ini, Anies naik peringkat dan berhasil menduduki posisi kedua. Meskipun saat simulasi ini, Anies belum mendapatkan posisi pertama, tetapi saat survei 2 nama Anies menduduki peringkat pertama dan Ganjar bergeser ke peringkat kedua.
Menurut Arya, CSIS melakukan survei head to head ini karena memiliki dugaan bila hanya survei 3 nama, maka akan terjadi 2 putaran dan tidak ada calon yang memperoleh polling di atas 50 persen.
Kenapa head to head? Begini, kalau kita lihat 3 nama, itu kemungkinan akan 2 putaran. Karena tidak ada calon mendapatkan di atas 50 persen, dan data ini populasinya milenial besar, “Kemungkinan tidak akan bergerak jauh dari populasi umum,” ungkap Arya dalam pemaparan hasil survei CSIS bertajuk “Pemilih Muda dan Pemilu 2024: Dinamika dan Preferensi Sosial Politik Pascapandemi”, Senin, 26 September 2022.
Survei CSIS ini dilakukan pada populasi pemilih muda berusia 17-39 tahun (generasi Z usia 17-24 tahun dan generasi milenial usia 24-39 tahun) dan dilakukan pada periode 8-13 Agustus 2022.
Penarikan sampel menggunakan multistage random sampling terhadap 1.200 responden di 34 provinsi dan telah dilakukan proses kendali mutu dengan data yang valid dianalais sebesar 1.192 sample. Margin of error sebanyak +/-2,84 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Itu di atas margin of eror setiap survei 2-3 %. Padahal, belum lama ini survei Charta Politika menempatkan Ganjar di urutan pertama. Perlu dicatat, semua survei yang terindikasi seragam dari kepentingan Istana selalu menempatkan Ganjar di urutan pertama hasil survei.
Memang survei CSIS tidak menjelaskan Anies dan Ganjar itu didukung parpol apa berikut pasangan cawapresnya? Sampai detik ini pun baru berupa sinyal dukungan parpol kepada Anies dari NasDem, Demokrat, dan PKS.
Kalau Ganjar sulit dapat dukungan PDIP karena kedekatan Ganjar dengan Luhut Binsar Pandjaitan, Menko Marinves. Tentu akan ciptakan relasi negatif bila terulang hal sama dengan Joko Widodo, PDIP pasti mengalami kesulitan yang sama.
Dengan rentang pencapresan yang masih lama, semua dinamika bisa terjadi meski waktu yang kian mepet tidak ada ruang figur Capres baru muncul.
Lain halnya pada masa akhir Presiden Jokowi insyaf dan berlakukan Perppu Nol persen buat Presidential Threshold (PT), barulah ajang pilpres nanti lebih menarik. Sehingga, publik punya pilihan yang banyak.
Menariknya survei CSIS berdekatan dengan sinyalemen Ketua Bapilu Partai Demokrat Andi Arif yang bilang Presiden Jokowi akan gunakan otoriterisme demi muluskan agenda pilpresnya.
Bahkan, dibilang tokoh potensial seperti Anies akan dipenjara. Demikian juga para pimpinan parpol yang tidak nurut.
Lantas benang merah dari survei CSIS yakni:
Pertama, Memprovokasi agar Anies segera ditangkap sebelum declare ada parpol yang resmi umumkan sebagai Capres. Padahal, Konvensi International Jenewa 1964, Capres tidak boleh dikriminalisasi.
Kedua, Memberi sinyal kepada PDIP untuk usung Puan Maharani sebagai Capres. Toh terbukti Ganjar keok. Buat apa usung figur yang bakal kalah.
CSIS melakukan survei ini untuk mengukur dan mengetahui preferensi politik muda ke depan tentang calon presiden dan partai poltik. (*)