Meneropong Nakhoda Baru di Muhammadiyah Menjelang Muktamar

Moh. Naufal Dunggio, Aktivis dan Ustadz Kampung

Dan, hebatnya pula Muhammadiyah tidak mengambil bagian Amar Ma'ruf dan Nahi Mungkar dalam kedzaliman ini. Maka jadilah kemungkaran menari-nari di hadapan kita semua.

Oleh: Moh. Naufal Dunggio, Aktivis dan Ustadz Kampung

MUKTAMAR adalah forum tertinggi di setiap Ormas. Mengubah aturan dan memilih pemimpin dalam 5 tahun sekali di setiap Ormas, maka Muktamar tempatnya. Begitu juga di Muhammadiyah. Di Muktamar nanti harus ada penyegaran kepengurusan.

Ayahanda yang sudah tua-tua dan mulai sakit-sakitan silakan legowo diganti dengan yang yunior yang smart dan berenergi serta Berani menentang badai. Sebagaimana dulu Yai Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah. Berani menentang badai di tengah-tengah kepungan penjajahan.

Alhamdulillah Muhammadiyah masih berlanjut sampai sekarang. Kalau sekarang kita butuh NAKHODA seperti itu bukan sebaliknya hanya suka main di ZONA AMAN dan gak mau di koreksi dan dikritik.

Apalagi era sekarang era milenial. Pengurus yang gak mau dikritik silakan diam di rumah sambil tahlilan. Kalau mengkritik berdasarkan argumen maka terimalah kritik itu. Tapi, kalau berdasarkan sentimen cukup didengar saja. Masuk kuping kanan dan keluar kuping kiri.

Makin kedepan tantangan Muhammadiyah makin kencang. Apalagi kalau gak mau nurut penguasa. Maka dicari² celah untuk mengacaukan dari dalam Muhammadiyah.

Sekarang saja ada ayahanda yang tidak disukai oleh rezim dan berniat mau singkirkan ayahanda tersebut dari kepengurusan Muhammadiyah yang 13 itu. Tapi karena sistem yang dipakai muhammadiyah tidak sama dengan Ormas-ormas lain maka susah Muhammadiyah diintervensi.

Di pimpinan pusat ada tiga nama yang pantas untuk jadi Nakhoda Baru di Muhammadiyah setelah era Ayahanda Haidar Nasir. Yakni Ayahanda Anwar Abbas, ada ayahanda Busro Muqoddas dan ada ayahanda Abdul Mukti. Ketiga ayahanda itu sudah teruji dalam kepemimpinan kemarin.

Kenapa hanya tiga itu. Itu karena penulis hanya tahu ketiga ayahanda ini di saat merespon persoalan umat dan penguasa. Kalau yang lain banyak yang pintar tapi lebih banyak diam main di zona aman. Kenapa ayahanda Haidar Nasir harus diganti, karena Muhammadiyah butuh penyegaran pengurus.

Kalau ditanya kepada penulis cenderung ke mana, maka ane akan jawab ayahanda Abdul Mukti lebih cocok dan lebih segar dalam memimpin Muhammadiyah. Sebab kalau beliau yang jadi Nakhoda banyak anak muda yang jadi kader lebih dimanfaatkan untuk kelanjutan Muhammadiyah.

Tapi yang jelas Muhammadiyah Tidak Boleh Melepaskan ketiga aset ini dalam kepengurusannya yang 13 nanti. Ini harus diperhatikan oleh para peserta Muktamirin. Jangan sampai salah memilih pemimpin. Ketiga ayahada tersebut di atas adalah Top Ten dalam menggawangi Muhammadiyah ke depan.

Dan kalau nanti ayahanda terpilih jadi Nakhoda harus hati-hati dan siap dikritik karena kritik itu bukan barang haram. Dan, yang paling penting Ijazah para ayahanda yang terpilih harus jelas, jangan Aspal.

Jangan ditanya salah satu pengurus, tapi yang jawab satu angkatan sambil pakai acara reunian yang basa-basi yang baru kenalan waktu itu. Sekarang negeri ini lagi dilanda tsunami kepalsuan dan tipu-tipu. Dan hebatnya yang bersangkutan tidak merasa berdosa melakukan itu.

Dan, hebatnya pula Muhammadiyah tidak mengambil bagian Amar Ma'ruf dan Nahi Mungkar dalam kedzaliman ini. Maka jadilah kemungkaran menari-nari di hadapan kita semua.

Kalau kedzaliman ini kita biarkan dan dianggap lumrah maka tidak mustahil tsunami beneran akan melanda negeri ini terutama Jakarta. Na'udzubillahi Mindzalik.

Selamat bermuktamar. Carilah pemimpin yang Smart, 'Alim, Shaleh dan Berani menentang badai penguasa.

Semoga Muhammadiyah tetap jaya dan selalu membangun negeri dan membantu umat yang papa.

Wallahu A'lam ... (*)

 

425

Related Post