Mengapa Kemendukbud Hapuskan Frasa Agama di PJPN?
by Pramuhita Aditya
Jakarta FNN- Draf Sementara Peta Jalan Pendidikan Nasional (PJPN) 2020-2035 yang dirilis Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menghapus frasa agama. Kebijakan ini sangat mengagetkan dunia pendidikan Indonesia. Frasa agama digantikan dengan akhlak dan budaya. Jika kita tarik ketentuan peraturannya, maka sangat bertolak belakang draf PJPN 2020-2035.
Pertanyaannya adalah jika frasa agama dihilangkan, maka apa acuan yang nantinya digunakan oleh Kemendikbud? Ada apa dibalik agenda Kemendikbud tersebut? Mau dibawa kemana dunia pendidikan kita? Apakah dijadikan sekularisasi dunia pendidikan Indonesia? Atau ada rencana besar Kemendukbud dibawah Nadiem Makarim untuk menjauhkan agama dari pendidikan? Luar biasa.
Kita dihebohkan dengan draf visi Pendidikan Indonesia 2020-2035 dengan tema besar “membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajaran seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan pancasila”. Apa memang pendidikan selama ini dengan menggunakan frasa agama itu tidak Pancasilais?
Jika kita telisik secara mendalam, maka visi ini jelas-jelas sangat bertentangan dengan undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 3 dan 4 serta Pancasila, sila pertama. Hal ini sungguh ironis. Ternyata Menteri Pendidikan kita tidak memahami peraturan perundang-undangan yang berakitan dengan pendidikan nasional. Waah, gawat.
Sekalipun pihak yang mewakili Kementrian Pendidikan telah melakukan klarifikasi terkait hal ini. Namun tidak dapat dipandang remeh masalah yang sudah terjadi. Agama dalam pendidikan merupakan hal yang sangat fundamen yang sangat prinsip di negara. Jika terabaikan sedikit saja, maka bisa saja kita tergelincir ke dalam jurang pendidikan sekuler. Pahami itu baik-baik Mendukbud Nadiem.
Kalau lupa, sekeder mengingatkan kalau, Negara Kesatuan Republik Indonesia itu berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Dapat diartiakan bahwa segala tindak-tanduk kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia harus dilandasi oleh nilai-nilai keagamaan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Bukan yang selain itu. Sampai disini, Mendukbud kelihatannya belom paham dan mengerti.
Kalau begitu, makan agama yang mana yang dimaksud? Adalah agama yang sah di Indonesia. Agama yang diakui oleh negara. Oleh karena itulah, maka agama-agama di Indonesia disahkan oleh pemerintah dan menjadi legal. Pahami dan mengerti dulu dengan baik dan benar. Jangan sampai bangsa ini menjadi malu, hanya karena Menteri Pendidikan tidak paham tentang apa itu agama-agama di Indonesia.
Langkah ini menurut kami termasuk dalam kategori semantic eror. Jika tidak adanya frasa agama pada visi “membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajaran seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan pancasila” maka visi pendidikan nasional 2020-2035 kelak hanya menjadi tafsir bebas. Tergantung pada siapa yang menafsirkan.
Kemungkinan pada kejadian frasa agama ditiadakan ini karena beberapa faktor. Pertama, yaitu kealpaan. Sementara yang kedua, adalah kesengajaan. Jika ini kealpaan, maka menjadi sesuatu yang alamiah. Namun untuk setingkat kementrian sangat mustahil bisa terjadi. Sebab tanggung jawab ini tidak dilakoni secara individu melainkan tim dan kelompok.
Jika ini kealpaan, maka dapat disempurnakan melalui bekerjasama. Koreksi dapat di lakukan secara perorangan atau tim untuk perbaikan menjadi mutakhir. Namun jika hal ini adalah kesengajaan, apakah tujuan pengarahan pendidikan nasional kepada track yang lain? Wallahu a’lam bihsawab. Bukan tidak mungkin, sebab penguasaan suatu bangsa dapat dilakukan dengan sederhana, yaitu melalui jalur pendidikan, dan upaya ini yang paling strategis.
Biasanya klausul-klausul yang disepakati harus sesuai dengan kemauan, kehendak dan kepentingan para pihak dalam membuat perjanjian atau aturan-aturan tertentu? Praktik ini sudah biasa dilakukan. Bukan hal baru dalam praktik membuat ketentuan peraturan dan perundang-undangan. Praktisnya banyak terjadi pada momen-momen politik organisasi.
Namun yang sangat penting sebagai sesama anak bangsa, untuk membangun pendidikan Indonesia ke depan, kita harus berprasangka baik (khusnuzon) terhadap pemerintah yang dalam hal ini menjadi tugas dan tanggung jawab Kementeian Pendidikan.
Apalagi saat ini Kementerian Pendidikan sangat membuka diri untuk menerima saran, masukan dan kritikan dari masyarakat Indonesia terkait dengan hal tersebut. Keterbukaan ini kita apresiasi demi untuk kemajuan bersama.
Penulis adalah Kandidat Calon Ketua Umum PB HMI 2021-2023.