Merajut Bangsa Yang Terkoyak

Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, MAg, Guru Besar Tafsir Al-Quran UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Meski demikian, dengan alasan tertentu ada pihak-pihak yang menyerukan amandemen UUD NRI 1945 kembali, terbatas pada masa jabatan presiden tersebut, agar Jokowi bisa menjadi Presiden RI tiga periode.

Oleh: Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, MAg, Guru Besar Tafsir Al-Quran UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

INDONESIA tidak sedang baik-baik saja. Isu-isu kebangsaan krusial antara lain, korupsi di segala lini (menurut Mahfud MD), krisis kepercayaan Polisi (kasus Polisi menembak Polisi), penegakan keadilan secara tebang pilih, dan Amandemen UUD 1945 pada 1999-2002 yang kebablasan.

Setelah 77 Tahun Indonesia merdeka, apakah rakyat sudah berdaulat di bumi Nusantara? Negara yang dikuasai oligarki politik-ekonomi, harga kebutuhan-kebutuhan pokok tak terkendali, dan pembangunan IKN menambah beban lagi.

Kondisi riil bangsa Indonesia sekarang ini termasuk dalam kategori negara setengah gagal, karena Negara salah urus (menurut A. Syafii Maarif), dan terjadi perselingkuhan kuasa lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif (menurut Rocky Gerung).

Marak jargon Pancasila dan NKRI harga mati, tetapi apa saja impor. Persoalan kebangsaan yang akut dewasa ini antara lain lemahnya wibawa pemerintah, KKN meraja lela, minimnya keteladanan, hukum tidak adil, aparat represif, komunikasi pemerintah-rakyat tidak nyambung, utang Luar Negeri massif, dan sumber dana yang terbatas.

Negara maju jika penyelenggaraan negara dan pemerintahan berjalan dengan baik, aman sejahtera, dan makmur untuk rakyat Indonesia. Ini merupakan amanat konstitusi. Jika negara dibangun dari kebohongan, penipuan, dan rekayasa, akibatnya korupsi, manipulasi. Pemimpin adalah perisai dalam memerangi musuh rakyatnya dan melindungi mereka.

Jika pemimpin mengajak rakyat pada ketakwaan kepada Tuhan, dan bersikap adil, maka ia bermanfaat buat rakyat, tapi jika ia memerintahkan yang selain itu, maka ia musibah bagi rakyat. (Nabi Muhammad SAW). True leader will be seen when there is a crisis.

Orang-orang terbaik memiliki kapasitas untuk berkorban, perasaan tentang keindahan, keberanian untuk mengambil risiko, dan disiplin untuk (tetap) mengatakan yang sebenarnya.

Ironisnya, kebajikan mereka membuatnya rentan; mereka sering terluka, dan terkadang merasa hancur. Demikian, menurut Ernest Hemingway. Anda tidak akan pernah tahu bahwa yang Anda perbuat itu akan menghasilkan apa, tapi kalau Anda tidak melakukan apa pun, pasti tidak akan menghasilkan apa-apa, kata Mahatma Gandhi.

“Tentara hanya mempunyai kewajiban satu, mempertahankan kedaulatan negara dan menjaga keselamatannya. Sudah cukup kalau tentara teguh memegang kewajiban ini, lagi pula sebagai tentara, disiplin harus dipegang teguh. Tentara tidak boleh menjadi alat suatu golongan atau orang siapa pun juga. Jagalah persatuan di dalam tentara, sehingga tentara kita dapat menjadi utuh, satu, dan merupakan benteng yang kokoh kuat dalam menghadapi siapa pun.” (Panglima Besar Jenderal Soedirman). 

Pada tanggal 15 November 2022 Forum 2045 menyelenggarakan Focus Group Discussion bertajuk Common Project Rekonsiliasi dan Reintegrasi Nasional di University Club Universitas Gajahmada Yogyakarta.

Sebagai lembaga independen, dan imparsial, Forum 2045 melibatkan berbagai pihak untuk mempertautkan ide dan inovasi guna menggemakan perubahan, dan bekerja sama menyongsong Indonesia emas – Satu Abad Indonesia 2045.

Dua tahun ke depan bangsa Indonesia akan menyelenggarakan perhelatan pemilu serentak, dengan partai politik dan calon legislatif yang demikian banyak. Sistem pemilu yang proporsional terbuka membelah masyarakat berkeping-keping.

Polarisasi ekstrem tidak terkendali, baik menjelang maupun pasca pemilu. Polarisasi muncul karena faktor identitas dan persepsi atas pengelolaan kekuasaan.

Kedua kutub atau berapa polar yang terbentuk akan mengerucut pada pencarian legitimasi untuk mengkonversinya menjadi kekuatan yang terkonsolidasi.

Aktor yang secara intens melakukan komunikasi politik untuk memengaruhi keberpihakan politik, dan sensitivitas komunikasi politik membuat fanatisme politik menjadi lebih kokoh.

Populisme muncul sebagai sub tipe politik identitas, karena populisme selalu berhubungan dengan polarisasi, dramatisasi, dan moralisasi politik. Populisme dengan politik identitas menjadi (sangat) berbahaya manakala mengabaikan heterogenitas masyarakat di mana pemilu dilaksanakan dan membuat jurang pemisah antar masyarakat, hingga menimbulkan kebencian yang secara serius mengancam bangunan negara bangsa.

Berdasarkan pengalaman masa jabatan Presiden RI pertama dan kedua yang tidak terbatas, salah satu tuntutan reformasi ialah Amandemen UUD 1945 berupa pembatasan masa jabatan presiden secara eksplisit, yakni presiden yang telah habis masa jabatannya bisa dipilih kembali satu kali lagi, menjadi dua periode saja.

Meski demikian, dengan alasan tertentu ada pihak-pihak yang menyerukan amandemen UUD NRI 1945 kembali, terbatas pada masa jabatan presiden tersebut, agar Jokowi bisa menjadi Presiden RI tiga periode.

Ikutan perubahan UUD 1945 tersebut ialah tatacara pemilihan presiden, yang semula dilakukan wakil-wakil rakyat diubah menjadi semua rakyat berhak memilih presiden, di mana setiap kepala mempunyai satu suatu suara. Unsur perubahan yang kedua ini telah melenceng dari sila keempat Pancasila, yakni: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawartan/ perwakilan.

Akar persoalan bangsa Indonesia ini adalah penyimpangan Reformasi melalui amandemen UUD 1945 empat kali (1999, 2000, 200, 2002), terutama tentang perubahan kedudukan Presiden yang bukan lagi menjadi mandataris MPR, dan Pemilihan Presiden langsung oleh rakyat one man one vote yang telah membuahkan UU Pemilu Nomlor 7 Tahun 2017 Pasal 222 tentang presidential threshold.

Mengutip pendapat Dr. Mohammad Iqbal, salah seorang penggagas berdirinya Negara Pakistan, “Kelemahan pokok sistem Demokrasi Liberal one man one vote ialah setiap kepala mempunyai satu suara, tanpa mempertimbangkan isi kepalanya.”

Nilai-nilai Pancasila adalah ketuhanan, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. UUD 1945 dan Undang-Undang serta Peraturan-peraturan turunannya hendaknya dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Keadilan sosial tidak benar-benar diperjuang bagi seluruh rakyat Indonesia. Negeri ini dimerdekakan oleh rakyat semesta, mengapa kini dikuasai oleh oligarki ekonomi dan politik?

Keputusan pindah ibu kota negara bisa dikatakan tidak melalui musyawarah, atau demokrasi one man one vote, melainkan melalui otoritas Presiden RI sebatas “minta izin” kepada DPR dalam forum resmi Sidang Paripurna DPR RI 2019. Tiba-tiba DPR sudah menyusun RUU IKN dan dibawa ke sidang untuk disahkan menjadi UU IKN. Tercatat hanya Fraksi PKS saja yang menolak RUU IKN untuk disahkan menjadi UU IKN.

Kini Presiden RI Jokowi mengajukan usulan untuk revisi UU IKN yang baru seumur jagung. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar. Apakah dengan revisi ini hal-hal yang belum legal hendak dilegalkan, misalnya tentang penggalian dana untuk pembiayaan pembangunan IKN dengan pemberian hak guna tanah/bangunan di wilayah IKN dalam jangka 80 tahun, dan dapat diperpanjang menjadi 160 tahun (?), termasuk pembagian kapling pembangunan dan penyediaan sarana dan prasarana penyelenggaraan pemerintahan di daerah otonomi khusus Ibu Kota Negara Nusantara.

Banyak pakar dari berbagai bidang keahlian yang telah memberikan saran penundaan pindah Ibu Kota Negara dari Jakarta ke kawasan Sepaku Penajam Paser Utara Kalimantan Timur. Di samping aspek geologi, politik, dan ekonomi, terutama adalah karena kondisi keuangan negara yang sedang krisis dengan utang yang menggunung. Bahkan untuk membayar bunga utangnya pun harus berhutang.

Negara niscaya mengejawantahkan kebenaran, keadilan, kejujuran, perikemanusiaan, dan persatuan, serta kemaslahatan bagi semua.

Indonesia Merana

Indonesia tanah airku, tanah airmu

Indonesia tanah tumpah darahku, tanah tumpah darahmu.

Kau bilang di sana tegak jadi pandu

Kau bilang Indonesia kebangsaanmu

Kau bilang Indonesia tanah airmu.

 

Kau serukan Indonesia bersatu

Kau serukan hiduplah tanahku

Kau serukan hiduplah negeriku

Bangsaku rakyatku semua.

 

Kau seru bangunlah jiwanya

Kau seru bangunlah badannya

Untuk Indonesia.

 

Mengapa kau diam seribu bahasa

Atas segala carut marut Indonesia?

Mengapa kau obral sumber daya alamnya?

Mengapa kau jual murah marwah bangsa?

Mengapa kau biarkan para pengeruk batubaranya?

Mengapa kau diamkan para koruptornya?

Mengapa kau sudutkan putra-putra terbaiknya?

Mengapa kau fitnah keji calon-calon pemimpinnya?

Mengapa kau kadrun-kadrunkan mereka yang tidak seirama dengan Anda?

 

Masihkah akan berteriak “Saya Indonesia”?

Masihkan akan berkata “Saya Pancasila”?

Masihkah akan mengaku menjunjung tinggi “Bhinneka Tunggal Ika”?

 

Di mana hatimu?

Di mana nuranimu?

Di mana pikiranmu?

Di mana perasaanmu?

Di mana keindonesiaanmu?

 

Cukup sudah segala olok-olokmu

Cukup sudah segala kepura-puraanmu

Cukup sudah segala kelicikanmu

Cukup cukup cukup.

Yogyakarta, 27-11-2022. (*)

331

Related Post