Mereformasi Reformasi
Oleh Muhammad Chirzin - Guru Besar Tafsir UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta
FORUM 2045 menyelenggarakan Dialog Refleksi Seperempat Abad Reformasi
Menuntaskan Agenda Reformasi, Memperkuat Langkah Pelembagaan Demokrasi
Bersama Prof. Drs. Purwo Santoso MA Ph.D. (UGM), Prof. Dr. R. Siti Zuhro, MA (BRIN), dan Prof. Ni'matul Huda, Ph.D. (UII), dengan moderator Dwi Hardono, Ph. D, dan bersama Saur Hutabarat (Partai Nasfem), Dr. Didik Mukriyanto, SH, MH (Partai Demokrat), dan H. Sukamta, Ph.D. (PKS) dengan moderator Dr. Majang Palupi, BBA., MBA. di University Club UGM, 9 Februari 2023.
Reformasi di Indonesia adalah era pasca-Soeharto mengakhiri kekuasaan 32 tahun. Soeharto melepas jabatannya pada 21 Mei 1998 digantikan oleh Wakil Presiden BJ Habibie.
Mundurnya Presiden Soeharto dilatarbelakangi krisis moneter sejak 1997. Kondisi ekonomi Indonesia pada saat itu sangat melemah dan merosot sehingga menimbulkan ketidakpuasan masyarakat.
Ketidakpuasan ini semakin membesar dan memicu demonstrasi besar-besaran oleh mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia. Kerusuhan terjadi hampir di setiap daerah di Indonesia. Akibatnya, pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pun mendapat banyak tekanan politik, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Amerika Serikat secara terbuka meminta agar Soeharto mengundurkan dari jabatannya sebagai Presiden. Di dalam negeri, gerakan mahasiswa turun ke jalan menuntut Soeharto lengser dari jabatannya.
Kepemimpinan Soeharto makin menjadi sorotan sejak terjadi Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998. Empat mahasiswa tertembak mati dan memicu kerusuhan Mei 1998 sehari kemudian.
Tekanan dari para massa terhadap Soeharto pun memuncak ketika sekitar 15.000 mahasiswa mengambil alih Gedung DPR/MPR. Proses politik nasional lumpuh.
Soeharto berusaha menyelamatkan kursi kepresidenannya dengan melakukan perombakan kabinet dan membentuk Dewan Reformasi. Tetapi, pemberontakan para mahasiswa ini membuat Presiden Soeharto tidak memiliki pilihan lain selain mengundurkan diri. Pada 21 Mei 1998 di Istana Merdeka, Presiden Soeharto secara resmi menyatakan dirinya berhenti menjabat sebagai Presiden Indonesia. Melalui UUD 1985 Pasal 8, Soeharto segera mengatur agar Wakil Presiden BJ Habibie disumpah untuk menjadi penggantinya di hadapan Mahkamah Agung. Sejak saat itu, kepemimpinan beralih dari Soeharto ke BJ Habibie dan terbentuk Era Reformasi.
Agenda reformasi
1. Adili Soeharto dengan pengikutnya.
2. Amandemen UUD 1945.
3. Otonomi Daerah seluas-luasnya.
4. Hapus Dwifungsi ABRI.
5. Hapus KKN.
6. Tegakkan Supremasi Hukum.
Menurut Prof. Siti Zuhro, membangun demokrasi sama dengan membangun nilai-nilai.
Penelitian tentang tiga penopang demokrasi universal (2021): (1) nilai-nilai budaya; (2) peran elit dan aktornya; (3) institusi demokrasi lokal/daerah.
Hasilnya: nilai-nilai budaya bisa menopang, tetapi bisa juga menghambat. Peran elit dan aktornya menghambat, bukan mendorong demokrasi. Dan institusi demokrasi lokal/daerah sangat mengenaskan.
Bangsa ini harus menjadi bangsa dewasa.
Kondisi nasional sekarang partai politik pegang peran penting, tetapi tidak dimainkan dengan penuh responsibilitas.
Pengalaman berpemilu berulang-ulang tetap bertengger pada posisi demokrasi prosedural (ethok-ethoke demokrasi).
Partai politik harus menjadi pilar penting demokrasi, karena Indonesia tidak demokratis lagi.
Demokrasi Indonesia cacat, bertopeng; semua hanya berdasar pada SOP.
Pemilu 2024 bisa menjadi Pemilu yang sebaik-baiknya, tetapi bisa juga menjadi Pemilu yang sejelek-jeleknya.
Nara sumber Saur Hutabarat menyampaikan bahwa untuk menjalankan demokrasi dan pemerintahan diperlukan kesabaran; tahan diri untuk tidak memperpanjang masa jabatan.
Menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara harus dengan modal dasar berpikir besar dan berdada lebar.
Setelah era reformasi berjalan seperempat abad perlu dilakukan evaluasi dan reformasi kembali atas segala anomali yang dijumpai. Untuk itu diusulkan 9 agenda reformasi kembali sebagai berikut.
1. Kembali ke UUD 1945 Asli.
2. Revisi UU KPK atau bubarkan KPK.
3. Evaluasi UU Minerba.
4. Cabut Perpu Cipta Kerja.
5. Stop Utang Luar Negeri.
6. Batalkan rencana Pindah Ibu Kota Negara.
7. Stop dan pulangkan WNA Cina.
8. Hentikan impor segala komoditas.
9. Pilih pemimpin RI yang cerdas, berkualitas, berintegritas, kuat, dan cakap, serta visioner. (*)