Minyak Goreng, Kematian dan Balap Motor
Oleh: E. Firmansyah, Ahli Sastra Universitas Negeri Jakarta (UNJ)
MEDIA massa Tanah Air akhir-akhir ini diramaikan oleh berbagai berita utama terkait kelangkaan minyak goreng, perhelatan balap motor/MotoGP, Ibu Kota Negara Nusantara, dan wacana penundaan pemilu.
Akan tetapi dari berbagai berita tersebut, topik antri minyak goreng dan riuh rendahnya perhelatan balap motor seolah saling berlomba untuk mendapat perhatian masyarakat.
Pemberitaan kedua topik berita tersebut bahkan kini mulai masuk babak baru yang amat menarik perhatian. Di satu sisi, perhelatan balap motor makin kuat gaungnya dengan parade para pembalap motor di depan Istana Negara.
Presiden Joko Widodo mengambil perhatian penuh, memberi dukungan yang luar biasa dengan mengistimewakan kehadiran para pembalap di Istana.
Di sisi lain, nun jauh di Kalimantan Timur, ada berita yang tidak kalah penting dan perlu mendapat perhatian khusus mestinya, karena sudah mulai ada seorang ibu yang meninggal dunia beberapa waktu setelah antri minyak goreng.
Ini perlu perhatian khusus, karena berlarut-larutnya masalah kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng mulai merenggut nyawa manusia, warga negara Indonesia. Tentunya kita ingat amanat konstitusi tentang perlunya, "melindungi segenap tumpah darah Indonesia".
Sungguh ironi perkembangan kedua berita tersebut. Pemerintah dan semua pihak terkait perlu bahu-membahu mengatasi kelangkaan minyak goreng supaya tidak berlarut-larut yang dikhawatirkan akan mengakibatkan bertambahnya korban-korban baru.
Tentu saja dengan tidak mengesampingkan begitu saja perhelatan MotoGP untuk menyelamatkan wajah Indonesia di mata internasional dan dampak ekonomi yang diharapkan.
Sebagai Ahli Sastra Universitas Negeri Jakarta (UNJ), saya secara personal menangkap realitas itu dalam bentuk puisi berikut ini:
Minyak Goreng, Nyawa Rakyat, dan Balap Motor
Media masa ramai
Susul menyusul berita
Antre minyak goreng dan persiapan balap motor
Ya, sesekali diselingi berita bagi-bagi lahan di IKN
Dilema memang,
Bagaimana upaya agar ibu-ibu lebih tertarik membeli tiket balap motor daripada mendapat kupon belanja minyak goreng murah
Perlu kerja keras untuk mendapatkanya
Kerja! Kerja! Kerja! Keras! Keras! Keras!
Memang teramat susah
Perlu kerja kreatif
Bagaimana mas Menteri ekonomi kreatif ?
Agar ibu-ibu itu bisa paham
Menonton balap motor beserta gemerlap persiapan dan pelaksanaannya
Jauh lebih penting dari hanya sekadar mendapat minyak goreng murah, begitukah?
Konon balap motor yang sukses
Dapat melambungkan nama Indonesia
Investasi melaju kencang
Pariwisata menjulang
Ekonomi bangsa melesat bak roket Rusia menuju Ukraina
Dilema itu pun perlu
Kerja kreatif dan inovatif
Di bidang pendidikan
Dipandang perlu perubahan kurikulum mendasar
Agar mampu menghasilkan generasi cerdas
Sesuai amanat, Mencerdaskan Kehidupan Bangsa,
Kelak nantinya lahir generasi ibu-ibu cerdas
Yang mengerti,
Menonton balap motor
Itu jauh lebih penting dibanding hanya sekadar mendapat minyak goreng murah
Dilema keduanya itu
Perlu upaya semua pihak
Semua media masa perlu berlomba menunjukkan kepiawaian
Menyajikan berita yang gencar
Pagelaran menonton balap motor
Jauh lebih penting dan bergengsi
Daripada mengantre minyak goreng yang amat sepele
Antri balap motor
Harus lebih panjang dibanding
Antri minyak goreng
Itu tanda sukses yang patut dipuji
Semua jenis usaha
Baik itu swasta
Milik pemerintah terlebih lagi,
Perlu menunjukkan jati diri
Berpartisipasi melambungkan gemerlap balap motor
Segala upaya tentu ditandai
Agar mendapat bumbu di kemudian hari
Pawai pembalappun disediakan hari
Keberhasilan balap motor adalah bukti,
Tepati janji-janji kampanye,
Sebagai bakti pada negeri
Kelangkaan minyak goreng bisa diurus nanti-nanti
Pegawai negeri juga perlu berpartisipasi
Beli tiket balap adalah bukti Bakti padamu negeri
Mari sisihkan uang minyak gorengmu
Untuk menonton balap motor yang jauh lebih berarti
Kekuasaan pun
Nampaknya perlu diperpanjang
Agar balap motor yang sukses dan gemerlap bisa merata di seluruh pelosok negeri
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa
Memberi kekuasaan yang diberkati
Dilema menjadi pergi
Kesejahteraan dan keadilan sosial merata tak lagi mimpi
Nah loh nyatanya masih mimpi ya?
Jakarta, 17 Maret 2021. (*)