Nato Berperan Penting Hancurkan Partai Komunis Indonesia
Bandung, FNN – Nato berperan penting dalam menghancurkan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S PKI). Jika bukan karena Nato, bumi pertiwi sudah menjadi komunis, dan Pancasila yang sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak berlaku lagi.
“Peranan Nato sangat penting dalam menumpas PKI itu. Kalau Nato tidak ada, habislah Indonesia menjadi negara komunis,” kata sejarawan Universitas Padjadajaran (Unpad), Bandung, Prof. Ahmad Mansur Suryanegara dalam perbincangan dengan FNN.
Nato yang dia maksud adalah Nasution dan Soeharto, bukan Fakta Pertahanan Atlantik Utara atau North Atlantic Treaty Organization (NATO). Nasution adalah Jenderal Besar Abdul Haris Nasution yang lolos dari upaya pembunuhan yang dilakukan gerombolan PKI yang menjadi anggota Pasukan Cakrabirawa – pasukan pengamanan Presiden Soekarno ketika itu. Lolos dari penculikan dan pembunuhan, tetapi putrinya Ade Irma Suryani, gugur kena tembakan peluru tajam.
Sedangkan Soeharto adalah mantan Presiden Indonesia. Ketika peristiwa G30S PKI terjadi, Seoharto adalah Panglima Komando Cadangan Strategis Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (Pangkostrad). Ia memerintahkan Komandan Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) – sekarang Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Kolonel Sarwo Eddi Wibowo supaya mengambil-alih Radio Republik Indonesia (RRI) yang sudah dikuasai PKI. Kemudian, membersihkan pangkalan Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur yang dijadikan basis PKI.
Ia yang ditemui di rumahnya, kawasan Margahayu, Bandung mengatakan, kesadaran akan sejarah di Indonesia sudah sangat tinggi. Di beberapa daerah ada istilah yang merujuk artinya adalah sejarah. Di Sumatera Barat ada Tambo Minang.
Hikayat itu juga sejarah. Misalnya, hikayat Hang Tuah. Di Jawa ada namanya babata nagawi. Di kalangan pesantren juga ada tarikh. Ada tarikh Rasulullah.
Di kalangan intelektual, menggunakan sejarah istilah-istilah barat. Ada history (sejarah), ada geschiedenis (Belanda), I'histoire (Prancis). Ada juga dari bahasa Latin. Semua kata sejarah ada di Indonesia, dan beragam atau bermacam-macam.
Nah, karena beragam istilah, maka perlu disatukan. Kalau tidak salah, ujar Mansur, Sanusi Pane - seorang sastrawan cukup terkenal - mengusulkan agar menyatukan istilah tersebut kepada BPUPKI atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Nah, diambillah dari bahasa Arab, yaitu syajarah (terdiri sya.ja.rah) yang artinya pohon.
Memang, kalau dalam pewayangan kalau ada gunungan, di tengah-tengahnya ada gambar simbol ka’bah lalu diatasnya ada pohon, dikanan kirinya itu ada semacam penjaga ka’bah, itu namanya sajaratan hayyin atau sejarah kehidupan. Jadi, kalau wayang akan dimulai, tudungan digelarkan dulu. Peran wayang itu merupakan gambaran dari awal sampai akhir Indonesia.
Jadi, Indonesia itu dalam perang itu antara yang lima dengan yang seratus. Yang lima itu namanya Pandawa, yang seratus itu Kurawa. Lima itu, pertama menyampaikan syahadat, kedua menggambarkan sholat, yang ketiga menggambarkan dzakat, keempat menggambarkan Ramadhan dan kelima adalah haji. Kelima tokoh inilah yang selalu menang di dalam sejarah karena memegang kalimat syahadat. Lima itu mengalahkan yang seratus. Lafal syahadat adalah Ayshadu Alla ilaha illallah wa ayshadu Anna Muhammadarrasulullah" (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya).
Jadi, ujarnya, kita sebagai bangsa Indonesia dingatkan, Islam itu walaupun ada lima, tapi karena inisiasinya dari kelompok-kelompok kecil, itu yang membuat kemenangan sampai akhir. Pasantren itu sendiri hanya 1/19 atau sepersembilan belas) dari kelompok bangsa ini.
Menurut Mansur, kelompok kecil yang hanya 19 itu dari keseluruhan merupakan gambaran kemengan Indonesia. Jika kita bersandar ke Alqur’an, 19 itu ada dari ba sampai min, Bismillahirahmanirahim. Kita tidak pernah menyangka kemengan itu timbul dari kemengan Islam.
"Umpama saya tambahkan sedikit, kemanusiaan itu selalu berangka tujuh. Kenapa? Karena kita itu dilahirkan ibu sembilan bulan tujuh hari, sembilan bulan itu artinya 9 dikali 30 sama dengan 270 ditambah 10 jadi 280. Rasulullah mengingatkan, janin (di dalam rahim seorang ibu) sekitar 40 hari berubah, 280 dibagi 40 itu adalah 7 artinya,' ucapnya.
Maka langit 7 (lapis), bumi 7 (lapis), jumlah hari 7, tawaf tujuh, sya’i 7, Ka’bah 2 kali 7. Semuanya serba 7. Jumlah hari itu dari ahad sampai Sabtu. Kalau 9 bulan 7 hari itu mau makan apa? Bayi dalam perut ibu itu disebut megkomsumsi darah merah. Kalau selama 2 bulan 20 hari memakan ASI (Air Susu Ibu)- yang putih.
Jadi, merah putih itu adalah Islam. , Rasulullah itu ada karena Allah memberikan dunia kepadaku. Allah menunjukkan dunia, Allah menunjukkan timur dan baratnya, dan memberikan warna yang sangat indah. Dalam kitab Imam Muslim, dalam bukunya jilidnya 10 halamannya 340.
Jadi, Indonesia itu suatu daerah yang sebenarnya sudah ada gambaran dalam suatu bentuk keislaman. Berbagai usaha yang ingin mengubah proklamasi, 17 Agustus itu (tidak berhasil). Sebab ada kalimat, “Bertkat Rahmat Allah...”
PKI (Partai Komunis Indonesia) sudah melakukan kudeta berkali-kali. Yang pertama sesudah proklamasi, di Cirebon, berusaha menggagalkan Konperensi Linggar Jati. Kedua, di Yogya, 12 Februai 1946, ketiga tahun 1946. Yang memimpin kudeta itu dipimpin oleh yang namanya Islami, yaitu Muhammad Yusuf. Kedua, juga nama Islam, Tan Malaka.
Kudeta ketiga di Madiun tahun 1948. Pemimpinnya, menggunakan nama nabi, Muso dari Nabi Musa. Pemimpin kedua, Amir Syarifuddin. Walaupun namanya Islam, tetapi beragama Kristen dengan partainya, PKI.
Kegagalan keempat, yaitu September akhir atau Oktober awal 1965 yang dikenang sebagai Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI). G30S/PKI, atau kudeta keempat oleh PKI, dipimpin oleh DN Aidit (yang nama awalnya juga islami).
Jadi, kita lihat kemerdekaan kita berkat Ramhat Allah. Sehingga, berbagai upaya kudeta atau membelokkan, betapa hebatnya mendapat bantuan militer sekali pun gagal. Gus Dur (mantan Presiden Abdurrahman Wahid) mengatakan, “Kualat PKI itu. Tidak akan mungkin mengubah proklamasi.”
Nahdlatul Ulama sendiri sudah mengingatkan bahaya komunis gaya baru. Sebelum pengurus NU yang sekarang sudah menyatakan, NU perlu waspada. Secara khusus Gus Dur secara pribadi, bagaimanapun usaha komunis tidak pernah sukses, gagal.
Komunis menjadi bahaya laten, kalau tersembunyi. Kalau muncul, kalau sudah muncul mudah dipukul. Kata Gus Dur ke saya secara pribadi, “Jika komunis muncul, tidak perlu bantuan TNI (Tentara Nasional Indonesia) ikut campur. Kita selesaikan sendiri. Yang namanya Banser cukup kuat. Dengan PKI kok takut. Upaya bangkitnya kembali PKI tidak mungkin, kualat.”
Itu kenyataan sejarah. Walaupun pemerintah membuat buku sejarah baru yang mengatakan mereka tuh seperti baik-baik saja, G30S bukan PKI dengan TNI, tetapi adalah TNI kontra TNI, Untung dengan Yani, tetapi pada 10 November 1965 kan mengatakan bahwa semua PKI harus menanggalkan ke-PKI- annya. PKI berusaha masuk ke organ-organ (yang ada di pemerinthan dan juga di masyarakat). Komunis gaya baru (masuk ke berbagai organ masyarakat) dan itu dilakukan dalam menghadapi Pak Harto (Soeharto). Dalam buku, “Api Sejarah”, saya menyebutkan mereka (komunis) masuk ke Indonesia dalam usaha mencari identitas.
PKI atau penganut paham komunis, mencoba membuat sejarah baru. Sebelum melakukan revolusi, mereka menitipkan guru-guru sejarah. Sekarang, bukunya terlebih dahulu diterbitkan. Kemudian, guru-guru sejarah memulai mengubah pikiran masyarakat. (MD/M.Anwar Ibrahim/Job).