Netizen: Herd Stupidity Bukan Karena Mudik Tapi Ulah Pejabat

Jakarta, FNN – Kasus Covid-19 di Indonesia melonjak tajam. Lonjakan tersebut dibarengi dengan munculnya varian virus baru yang lebih mematikan, yaitu varian delta, di beberapa daerah. Beberapa pihak berkomentar bahwa dua hal yang memperburuk kasus Covid-19 di Indonesia tersebut disebabkan oleh tingkah laku masyarakat Indonesia sendiri dan juga ulah pejabat yang memberi contoh buruk.

Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono menyebutkan Indonesia sudah lama dalam kondisi 'herd stupidity’ (kebodohan bersama), bukan herd immunity (kekebalan kelompok) yang selama ini digaungkan pemerintah.

Dalam akun Twitternya, Pandu Riono menyebutkan perilaku manusia yang mendorong replika virus, memperbanyak diri dan menjadi lebih menular.

Menurutnya, masyarakat dan pejabat yang mendapat amanah tidak berperilaku 5 M dan enggan divaksinasi.

"Indonesia sudah lama dalam kondisi "Herd Stupidity". Perilaku Manusianya yang dorong replikasi virus, memperbanyak diri dan berubah menjadi lebih mudah menular. Manusia yang mendapat amanah jadi pejabat dan manusia-manusia lain yang tidak berperilaku 5M dan enggan divaksinasi," tulis @drpriono1, seperti dikutip Selasa, 22 Juni 2021.

Dalam unggahnya, Pandu Riono juga membagikan gambar yang bertuliskan "Manusia bergerak & berinteraksi para mutan ikut bergerak mudik 2021".

Di cuitan terpisah, Pandu Riono juga menyebutkan herd immunity sulit tercapai karena vaksin tidak mencegah transmisi.

"Mungkinkah terwujud "herd immunity" dg vaksinasi yg dipakai di NKRI? Sulit tercapai, karena vaksin tidak cegah transmisi, belum tahu efektivitasnya, tak tahu lama kekebalan bertahan & virus selalu bermutasi. Genjot cakupan vaksinasi agar tekan hospitalisasi & ZERO kematian," tulisnya.

Cuitan epidemiolog UI itu terbukti ketika melonjaknya kasus Covid-19 di Indonesia dalam beberapa hari terakhir. Pada Senin, 21 Juni 2021, kasus Covid-19 di Indonesia bertambah 14.536, sehingga total menjadi 2.004.445 orang.

Sebelumnya, Ketua Satgas Penanganan Covid-19 PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Profesor Zubairi Djoerban menyarankan Indonesia untuk menerapkan lockdown selama 2 minggu. Menurutnya, lockdown diberlakukan untuk untuk memperlambat penyebaran, meratakan kurva hingga menyelamatkan fasilitas kesehatan.

“Saran saya. Lebih bijaksana bagi Indonesia untuk terapkan lockdown selama dua minggu,” tulis @ProfesorZubairi, Senin, 21 Juni 2021.

"Untuk apa? Memperlambat penyebaran, meratakan kurva, menyelamatkan fasilitas kesehatan, dan yang pamungkas: menahan situasi pandemi jadi ekstrem--yang akan membahayakan lebih banyak nyawa," tambahnya.

Sementara itu, netizen yang kurang sependapat dengan Pandu berusaha untuk menyerang sebuah foto yang dilampirkan Pandu dalam cuitannya. Foto tersebut memuat ilustrasi sekelompok orang yang sedang dalam perjalanan dan sebuah kalimat berbunyi: “Manusia bergerak dan berinteraksi. Para mutan ikut bergerak dan pindah. Mudik 2021”.

Beberapa netizen menganggap bahwa, melalui foto tersebut, Pandu menyalahkan masyarakat yang nekat mudik di tengah pandemi. “Kenapa yang disalahkan mudik?” cuit akun @wSantoyo.

Beberapa netizen lain mencoba untuk melihat masalah tersebut sebagai masalah struktural. Alih-alih menyalahkan masyarakat yang nekat mudik, mereka berpendapat bahwa ketidaktegasan dan korupsi di kalangan pejabat pemerintah yang membuat kasus Covid-19 melonjak.

“Saat Mudik selalu menjadi alibi, saat rakyat yang selalu disalahkan. Padahal, setahun yang lalu pemerintah yang sibuk dengan kosa kata psbb lalu ppkm dan lainnya. Pengen lockdown juga nggak mungkin karena ternyata uang 10 ribu sangat berarti untuk menteri yang saat itu menjabat,” cuit akun @rangganurwikara.

Tak pelak, perdebatan di kalangan netizen tersebut membuat kata kunci herd stupidity menjadi tren di Twitter dalam beberapa waktu terakhir.

Sebelumnya Menteri Koordinasi Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dalam konferensi pers virtual berkenaan peningkatan kasus Covid-19 nasional, menyinggung peningkatan kasus Covid-19 akibat pemimpin tak memberi contoh baik kepada masyarakat. Namun tak dijelaskan pemimpin yang ia maksud.

"Semua, kita harus melakukan perenungan. Kalau kita sebagai pemimpin tidak memberikan contoh, dampaknya seperti sekarang. Banyak korban yang tanpa kita (sadari), langsung atau tidak langsung akibat kita sendiri," kata Menko Luhut. (ant,pr,tem)

370

Related Post