Orang Mati di KM 50 Jadi Tersangka? Menyidik Alam Kubur

BADAN Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkan enam Laskar Front Pembela Islam (FPI) yang terlibat dalam bentrok dengan polisi di jalan tol Jakarta-Cikampek (Japek) 7 Desember tahun lalu sebagai tersangka. Mereka tewas ditembak mati oleh polisi. Mereka dijerat sebagai tersangka lantaran diduga menyerang polisi.

"Sudah ditetapkan tersangka, kan itu juga tentu harus diuji, makanya kami ada kirim ke Jaksa biar Jaksa teliti", kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtidum) Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Andi Rian Djajadi saat dihubungi, Rabu (lihat CNNIndonesia.com, 3/3/2021).

Duhai tuan Andi Rian, sudilah anda menghidupkan sedikit rasa hormat pada Allah Subhanahu Wata’ala, dengan akal sehatmu. Anda pasti tahu Allah Subhanahu Wata’ala, Tuhan Yang Maha Esa menyukai kejujuran. Dia, dengan pengetahuan yang tak terhingga semua terlihat dan tak terlihat. Anda harus tahu Allah, dengan kekuasaan yang tak terhingga itu menciptakan dunia dengan sangat logis.

Tak ada pertentangan antara satu unsur dengan unsur lain yang dalam ciptaannya. Hubungan antar unsur itu harus logis pada setiap aspeknya. Tidak bisa ada unsur yang saling menyangkal. Anda tahu tuan Andi Rian, prinsip ini berlaku dalam dunia hukum.

Dunia hukum itu dikenal prinsip expressio unius exclussio (mengekpresikan sesuatu, sama dengan mengesampingkan sesuatu yang lain). Ada pula prinsip qui de uno dicet, de altero negat (menyatakan menerima sesuatu, sama dengan mengesampingkan yang lain). Prinsip ini sama dengan yang dalam substansinya prinsip dorum et tertium, hubungan antar dua unsur yang tercipta karena terdapat proporsi yang sama.

Jelaslah prinsip-prinsip universal hukum di atas, sangat tidak mungkin untuk dipakai menjelaskan penetapan orang mati jadi tersangka. Ini karena polisi juga akan menyidik polisi-polisi yang menembak mereka. Kan ini jelas, bakal saling menyangkal. Hal saling menyangkal itu hanya bisa diterima oleh orang gila, sinting, sombong dengan segala cabang-cabangnya. Hanya mereka. Orang waras tidak mungkin.

Ini fatal, dan sangat memalukan norma di penegakan hukum di negeri tercinta ini. Polisi-Polisi di dunia akan menertawakan, mengolok-olok Polisi Indonesia. Masa ada orang mati jadi tersangka? Mereka akan mengatakan tindakan ini jelas-jelas sangat tolol, karena dibimbing dengan keangkuhan serta kebencian tak ada ujungnya.

Hanya saja tuan Andi Rian, tolong jangan permalukan polisi Indonesia. Polisi Indonesia itu punya kita semua, rakyat negeri ini. Mari kita jaga kehormatan dan profesionalisme polisi kita. Kalau tuan Andi Rian tidak bisa menjaga kehormatannya, maka harap jangan dipermalukan kehormatan dan polisi negeri ini, karena ada melekat nama Indonesia itu.

Tak akan ada Polisi waras di dunia yang tak terpana dengan tindakan ini. Mereka akan terpana, lalu bertanya-tanya, Polisi Indoneasia itu memiliki ilmu macam? Sehingga bisa membuat mereka bercakap-cakap dengan orang-orang mati itu. Apa itu merupakan temuan ilmu baru Polisi Indonesia di bawah Kapolri Jendral Sigit Prabowo?

Anda, Polisi-Polisi di dunia, jangan minta kepada Kapolri Jendral Sigit menjelaskan soal hukumnya. Jangan bersandar pada ilmuan hukum sekelas Lon. L Fuller, ahli hukum yang mengagungkan hukum alam, moral dan etika. Lalu meminta Kapolri jendral Sigit menjelaskan rasionalitas orang mati menjadi tersangka. Jangan deh. Itu memalukan.

Ini Indonesia tuan Andi Rian. Presidennya Joko Widodo, dan Kapolrinya Sigit, mantan ajudannya Joko Widodo. Anda jangan bilang Hitler, Musolini, Trostky, Noriega, dan lainnya yang tidak pernah bisa menemukan cara membuat orang mati jadi tersangka. Mereka sangat bisa untuk. Namun jangan bilang itu.

Dunia mereka lain dengan dunia Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo dan Kepolri Kapolri Sigit Prabowo. Kami boleh kalah membebek kepada banyak negara yang telah membeikan utang dan utang. Tetapi dalam soal bikin orang mati tersangka, anda negara pemberiutang itu harus belajar lagi pada Polisi Indonesia.

Wahai para Polisi-Polisi di dunia, mohon jangan bilang kalau orang mati jadi tersangka itu adalah ketololan terbesar sepanjang sejarah dunia ini ada. Jangan-jangan, anda akan bisa juga dijadikan tersangka. Bayangkan, orang yang sudah mati saja masih bisa jadi tersangka, apalagi yang belum mati?

Anda jangan pernah berpikir bahwa jarak anda dengan Indonesia jauh, sehingga Polisi Indonesia tidak bisa menjangkau anda. Bayangkan, di alam kubur pun Polisi Indonesia masih bisa menjangkau. Apalagi di alam dunia? Coba bisakah anda ukur jauhnya jarak antara alam dunia dengan alam kubur itu? Tentu saja tidak bisa. Tetapi itu anda, tidak untuk polisi Indonesia.

Wahai Kapolri Jendral Listyo Sigit, tolonglah berbagil ilmu tentang cara mengukur jarak antara alam dunia dengan alam kubur dengan koleha-koleha anda di luar negeri. Ini ilmu yang benar-benar orisinil. Ilmu baru dalam semua aspeknya. Pertama, dan hanya ada dalam sejarah dunia Polisi dan hukum di Indonesia.

Tolong kasih dasar-dasar ilmu hukum pidana tentang pertanggung jawaban pidana bagi orang mati. Hukum pidana di dunia, sejak dari jaman batu sampai dengan anda sekarang ini, semuanya menunjuk mati sebagai alasan pengapus pidana.

Tidak ada hukum di dunia ini yang membebankan tanggungn jawab pidana kepada orang yang mati. Jadi wahai Kapolri Jendral Listyo Sigit, sudilah kiranya, anda dengan semua ilmu yang ada, menjelaskan kepada dunia tentang ilmu pertangung jawaban pidana untuk orang mati.

Kalau anda mengalami kesulitan, anda bisa minta bantuan Brigjen Andi Rian dan Kabareskrim. Oh ya, jangan ampai anda lupakan Irjen Polisi Fadil Imran. Bila perlu anda lupakan saja dulu Brigjen Andi dan Komjen Agus Andrianto. Mungkin atau gantikan saja dulu mereka berdua dengan Irjen Polisi Fadil Imran.

Bila perlu anda dapat meminta Irjen Polisi Fadil Imran menunjukan cara-cara berbicara dengan orang mati. Tanyakan juga bagaimana cara menghadirkan orang mati di ruang pemeriksaan. Kalau tidak bisa dihadirkan di ruang pemeriksaan, coba tanyakan kepada Fadil, bagaimana cara masuk ke alam kubur dan memeriksa mereka disana?

Bahkan untuk mudahnya, jadikan saja Kapolda Metro Jaya ini menyidik mereka. Selain dapat menyebut “assalamualaikum ya ahlul kubur”, mungkin Fadil Imran juga punya perbendaharaan lain untuk berbincang-bincang dengan mereka.

Bincangnya pasti berkisar hal-hal yang teknis. Misalnya, wahai ahlul kubur, apakah anda dalam keadaan sehat? Bersediakah diperiksa dan seterusnya? Jadi, Kapolri Pak Jendral Listyo Sigit, untuk sementara suruh saja Fadil Imran menjadi penyidik kasus ini. Supaya anak buah anda di Bareskrim tidak kepayahan merancang pertanyaan.

Siapa tahu, kesempatan itu juga dapat digunakan Fadil Imran menanyakan kepada para laskar yang telah almarhum itu keadaan Ibunda tercinta yang belum lama berpulang kaharibaan Allah Subhanahu Wata’ala. Innalillahi Wainnailaihi Roajiun. Semoga ibunda Fadil dimaafkan segala kesalahannya, diterima semua amal ibadahnya, dan dimasukan ke dalam syurganya Allah Allah Subhaanahu Wata’ala, amin amin amin.

Hal yang pasti adalah para anggota laskar FPI yang telah almarhum itu tidak bakal bisa bicara. Mereka tak bisa menerangkan bagaimana keadaan Almarhumah Ibunda Fadil Imran tercinta. Itu sudah pasti. Sebab masing-masing almarhum dan almarhumah akan berurusan dengan urusannya sendiri-sendiri.

Orang-orang berhati mulia tahu bahwa ditersangkakannya para almarhum adalah cara Allah Subhaanahu Wata’ala, yang dalam kuasa-Nya atas semua ruh. Allah Subhaanahu Wata’ala yang dalam kuasa-Nya semua urusan manusia bermula dan berakhir, sedang bekerja dengan cara-Nya membuka tabir hitam peristiwa kilometer 50 tersebut.

Allah Subhaanahu Wata’ala bakal membuka dengan cara-Nya, menghadirkan keadaan yang mengakibatkan hamba-hambanya yang sombong dan penuh benci berbuat hal-hal tidak logis dan aneh. Menetapkan penyerangan terhadap polisi menjadi tersangka, lalu polisi penembak mereka, sehingga meninggal dunia, itu tak logis. Itu juga konyol.

Begitulah cara Allah Subhaanahu Wata’ala menyingkap tabir, menyodorkan kebenaran, mendekatkan hal yang memalukan sedekat nafas pada orang yang Allah Subhaanahu Wata’ala tahu sebagai pelaku. Dia menunjukan kalau sepintar-pintarnya manusia, kepintaran mereka tak bakal sebesar biji zarrah untuk Allah Subhaanahu Wata’ala yang Maha Tahu, dan menjadi sebab sebab kebenaran itu hadir dan nyata.

Tuan Kapolri dan tuan Fadil Imran, anda pasti tidak maha tahu. Yang Maha Tahu itu miliki Allah Subhaanahu Wata’ala. Bukan kalian. Terlalu mudah bagi Allah Subhaanahu Wata’ala untuk menyingkp hijab, sehinga hal-hal yang tadinya tersembunyi, datang menyapa dengan mudah. Terlalu mudah bagi Allah Subhaanahu Wata’ala membolak-balik keadaan. Tuan Fadil tahu Sayidina Ummar Bin Khattab radiallahu anhu?

Umar, lelaki terhormat dan terkenal kuat dengan sikap kerasnya, setelah menemukan kenyataan bahwa adik perempuannya telah memeluk Islam dan sedang membaca ayat Al-qur’an, Umar hendak membunuh Rasulullah Sallalahu Alaihi Wasallam? Apa yang terjadi setelah Umar jumpa Al-mustafa Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam? Umar malah berikar untuk memeluk Islam.

Pembaca FNN yang budiman, subhanallah, Allah Maha besar. Enam laskar ditetapkan jadi tersangka. Tetapi polisi juga hendak menyidik Polisi penembak mereka. Tidakkah tindakan ini memiliki hikmah? Logiskah kepercayaan diberikan kepada Polisi menyidik kasus ini? Biarkan saja kepercayaan itu menjadi cerita novel-novel dunia hukum kita kelak. Biarkan saja obyektifitas menyingkir sejauh mungkin dari kasus ini.

Serahkan saja kebenaran kasus ini pada Allah Allah Subhaanahu Wata’ala yang Maha Benar, dan Maha Tahu. Allah Subhaanahu Wata’ala yang adil dengan kebenarannya yang tak terhingga. Allah Subhaanahu Wata’ala juga tahu dengan keadilannya yang tak tertimbang untuk semua mahluk.

Cukuplah bangsa ini memetik hikmah dari ditersangkakan para almarhum. Biarkan saja orang ini menulis keadilan mereka dalam kasus ini. Jangan minta keadilan lebih dari yang ada sekarang. Ini hanya keadilan artificial semata, yang rapuh serapuh-rapuhnya. Percayalah, kebenaran dan keadilan sejati akan mendatangi kasus ini dengan caranya sendiri.

861

Related Post