Pak Presiden Kok Tiba-tiba Jadi Luhut?
by Hersubeno Arief
Jakarta FNN - Sabtu (19/09). Akhirnya Presiden Jokowi menurunkan Menko Marinvest Luhut B Panjaitan dalam palagan “perang” melawan Corona. Instruksinya jelas. Luhut, bersama Kepala BNPB Doni Monardo, diperintahkan menurunkan tingkat penularan Covid-19 di sembilan provinsi, termasuk DKI Jakarta. Waktu yang diberikan sangat pendek. Hanya dalam dua pekan.
Jelas ini bukan tugas main-main. Mission imposible. Karena itu figur yang dipilih juga bukan figur orang atau pejabat biasa. Luhut selama ini dikenal sebagai tangan kanan dan pembantu utama Jokowi. Banyak yang menjulukinya sebagai super minister. Orang ketiga setelah Jokowi dan Wapres Ma’ruf.
Bila dilihat dari peran dan kewenangannya, dia sesungguhnya jauh lebih penting dan lebih powerful dibandingkan dengan Ma’ruf. Perannya selama ini kira-kira seperti Perdana Menteri. RI-3!
Tugas-tugas berat yang tidak bisa diselesaikan oleh menteri atau Menko lainnya, biasanya diserahkan ke Luhut. Sudah biasa bagi Luhut masuk ke sektor lain, di luar tugas pokok dan fungsinya sebagai Menko Marinvest. Luhut selalu menjadi andalan dan senjata pamungkas.
Jadi penugasan yang disampaikan oleh Jokowi Selasa (15/9) sesungguhnya bisa dibilang sangat terlambat. Kok Luhut baru diturunkan setelah 10 bulan, atau setidaknya 6 bulan setelah Covid-19 membuat babak belur pemerintahan Jokowi. Dengan background Luhut, kita tidak perlu bahkan tidak boleh bertanya-tanya. Mengapa Luhut yang diturunkan.
Kalau mau dicari-cari hubungannya, sebagai Menko Maritim dan Investasi, jelas posisi Luhut erat kaitannya dengan Covid-19. Virus ini berasal dari Cina. Dari seberang lautan (maritim). Dampaknya membuat investasi Indonesia babak belur. Covid-19 adalah masalah lautan dan investasi.
Langsung Menggebrak
Setelah mendapat mandat, Luhut langsung menggebrak. Bukan Covid-19 yang digebrak. Tapi lawan-lawan politik. Kritikus pemerintah. Dia minta agar tidak nyinyir.
“Kami kerja kok. Kami juga punya otak, punya kekuatan dan tim yang bagus. Jadi, tidak usah merasa bahwa ini tidak bisa, Anda belum pernah dipekerjakan jadi tidak usah berkomentar kalau belum paham,” tegasnya.
Gertakan model begini sangat khas Luhut. Sebagai perwira tinggi militer, etnis Batak pula, dia terbiasa bersuara keras. Bagi yang belum kenal gayanya, dijamin langsung mengkeret. Tapi apakah resep yang sama juga manjur dan bisa diterapkan ke Corona? Apakah virus made in China itu juga bakal mengkeret dan kabur setelah digertak Luhut?
Dipilihnya Luhut, menunjukkan cara pikir dan pendekatan Jokowi terhadap virus tidak berubah. Dia tidak melihat masalah utama terus meningkatnya penyebaran Covid karena masalah kesehatan.
Luhut berada dalam madzhab yang sama dengan Jokowi. Dia lebih khawatir ekonomi Indonesia ambyar karena Covid. Kali ini yang menjadi sasaran adalah disiplin masyarakat.
Pemerintah menilai terus menyebarnya Covid-19 karena masyarakat tidak disiplin. Karena itu perlu diterapkan operasi penegakan hukum (yustisi) yang tegas. Polisi dan militer dilibatkan.
Luhut sebagaimana kata seorang anggota DPR dari PDIP, lebih bisa berkoordinasi dengan para Pangdam dan Kapolda karena latar belakang militernya.
Penugasan Luhut juga menunjukkan bahwa manajemen pemerintahan Jokowi benar-benar acakadut. Selalu berubah-ubah, tanpa pernah menyentuh persoalan utama.
Sejak awal, jika benar Jokowi memahami bahwa masalah utama adalah kesehatan, maka seharusnya yang menjadi penanggung jawab Menkes Terawan. Kalau Menkes tidak mampu, dia tinggal diganti. Cari figur yang jauh lebih mampu, lebih memahami persoalan dibanding Terawan.
Terawan hanya difungsikan sebentar, pada awal-awal pandemi bulan Maret. Karena kebijakan dan pernyataannya sering blunder, dia langsung diberangus. Tak boleh bicara.
Peran itu kemudian diserahkan kepada Kepala BNPB Doni Monardo. Namun Doni lama-lama tampak frustrasi karena tidak mendapat kewenangan dan dukungan sepenuhnya.
Tanggal 20 Juli peran Doni diamputasi. Posisinya diturunkan di bawah kendali Meneg BUMN Erick Thohir. Erick membawahi Satgas Pemulihan Ekonomi dan Satgas Kesehatan. Sementara Menko Perekonomian Airlangga Hartarto ditunjuk sebagai koordinatornya.
Tiba-tiba saja sekarang Jokowi menunjuk Luhut dan Doni untuk menangani dan menurunkan tingkat penularan dan kematian akibat Covid-19 di sembilan provinsi. Keputusan itu mengingatkan kita pada pepatah lama “tiba masa, tiba akal.”
Sebuah keputusan yang diambil secara tiba-tiba, tanpa pemikiran dan pertimbangan yang matang. Tiba-tiba saja mewanti-wanti para menterinya agar mendahulukan kesehatan. Ekonomi tidak akan berjalan bila kesehatan rakyat terganggu.
Padahal sebelumnya Jokowi dengan bangga memuji sendiri kebijakannya tidak melakukan lockdown. Membuat ekonomi Indonesia lebih baik dibanding negara lain. Semua kebijakan, termasuk anggaran pemerintah, menunjukkan Jokowi lebih mengutamakan ekonomi ketimbang kesehatan.
Tiba-tiba saja kita jadi kian tersadar, punya Presiden yang cara berpikir dan bertindaknya tiba-tiba. Ah seandainya saja tiba-tiba…………. End
Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.