Peluang Anies Berat Sekali
Dengan sikon politik di China, tentu saja potensi terjadinya revolusi rakyat di Indonesia jelas semakin terbuka. China yang selama ini dianggap menyokong Presiden Jokowi dan Oligarki, akan lebih fokus pada persoalan di China.
Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Forum News Network (FNN)
FAKTANYA Anies Rasyid Baswedan belakangan ini memang salah satu nama yang diunggulkan menjelang kontestasi Pilpres 2024 nanti. Setidaknya, bagi Partai Keadilan Sosial (PKS) nama Anies sudah patent menjadi Bakal Calon Presiden yang akan diajukan sebagai Capres 2024.
Apalagi, kabarnya, di hadapan Habib Rizieq Shibab, para Habaib dan Ulama di Petamburan, Anies sudah mendapat “restu” mereka. Ditandai dengan cipika-cipiki di depan HRS. Kelihatannya RI-1 nanti adalah Anies. Siapa Cawapres, semua calon partai koalisi sepakat agar Anies yang pilih sendiri.
Karena duet mendatang harus “para jagoan”. Itu kalau nasionalis dan ingin memperbaiki NKRI yang sudah rusak berat di semua sistem pemerintahan. Konon, Surya Paloh dan PKS sudah setuju. Tinggal SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) yang masih perlu bargaining ketat.
SBY tentu saja ingin Ketum DPP Partai Demokrat yang juga putranya, Agus Harimurty Yudhoyono (AHY) yang tampil sebagai Cawapres Anies Baswedan. Apakah NasDem dan PKS menyetujuinya? Belum tentu. Karena mereka juga punya calon yang ingin diajukan sebagai pendamping Anies.
NasDem mengusulkan Khofifah Indarparawansa (Gubernur Jawa Timur) atau Andika Perkasa (Panglima TNI) untuk dampingi Anies. PKS menawarkan nama Hidayat Nurwahid, Iwan Prayitno dan Ahmad Heriawan untuk mendampingi Anies Baswedan pada Pilpres 2024 mendatang.
Yang dikhawatirkan adalah jika NasDem tiba-tiba menarik diri dari koalisi PD dan PKS. Dapat dipastikan, peluang Anies untuk ikut kontestasi Pilpres 2024 bakal gagal. Sebab, dua partai ini belum penuhi syarat Presidential Threshold 20 persen, sehingga tidak bisa mengajukan Capres-Cawapres 2024.
Perlu diingat, Surya Paloh itu hingga kini masih kolega James Riady, salah seorang yang disebut-sebut sebagai Oligarki. Dapat dipastikan, Paloh akan lebih turutin kemauan James Riady daripada konstituen NasDem sendiri. Di sinilah posisi “rawan Anies Baswedan.
Apalagi, hingga detik ini pun NasDem masih belum secara tegas untuk declare Anies sebagai Capres 2024 NasDem. Meski dalam mendapat suara terbanyak saat Rakernas NadDem, namun Palon masih juga menawarkan nama Ganjar Pranowo dan Andika Perkasa yang berada dua urutan di bawah Anies.
Bukan tidak mungkin NasDem menarik diri dari PKS dan PD kemudian bikin koalisi baru dengan parpol lainnya, seperti Golkar, PPP dan PAN maupun PKB jika Muhaimin Iskandar tidak dijadikan Cawapresnya Prabowo Subianto.
Yang kita tahu, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Golkar, PPP dan PAN itu ada di bawah kendali Luhut Binsar Pandjaitan, Menko Marinves yang sangat dipercaya Presiden Joko Widodo. Apalagi, kabarnya, Luhut itu menjadi “komandan” lapangan oligarki.
Sementara, parpol sendiri masih butuh dana untuk membiayai parpol, salah satunya bersumber dari oligarki yang punya duit tidak berseri. Dan, mereka siap menggelontorkan dana puluhan, bahkan, ratusan triliun rupiah untuk memuluskan kepentingan mereka.
Jika ini yang terjadi, dengan bergabungnya NasDem bersama KIB bukan tidak mungkin NasDem akan mengusung Ganjar Pranowo yang terdepak dari PDIP untuk diajukan sebagai Capres NasDem plus KIB. Mereka tinggal menentukan siapa yang bakal dijadikan Cawapresnya Ganjar nanti.
Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Khofifah Indar Parawansa, atau ada tokoh lainnya di luar itu semua. Bisa jadi, justru yang bakal dipilih adalah Khofifah yang kini menjabat Gubernur Jawa Timur. Apalagi, saat Yudisium Universitas Airlangga, Ganjar dan Khofifah tampak hadir di sana.
Peluang Ganjar untuk tetap bersama PDIP dan diajukan sebagai Capres atau Cawapres PDIP sangatlah tipis. Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri lebih memilih putrinya sendiri, Puan Maharani, ketimbang Ganjar Pranowo sebagai Capres 2024, meski elektabilitas Puan jauh di bawah Ganjar.
Jelas sekali, PDIP tak mau mengulang untuk ketiga kalinya “kesalahan” dalam menentukan Capres PDIP, seperti pada Pilpres 2014 dan 2019 lalu yang pilih Joko Widodo sebagai Capres PDIP, sehingga trah Soekarno nyaris hilang tidak berbekas. Karena, itulah Puan dipaksakan untuk maju Capres 2024.
Bagaimana dengan Ketum Gerindra Prabowo Subianto? Tampaknya Prabowo sudah enjoy dengan Muhaimin Iskandar. Makanya dalam acara yang digelar PKB baru-baru ini, mantan Danjen Kopassus itu menyatakan sikap hormat kepada Ketum PKB ini dengan mengangkat tangan kanannya.
Koalisi Gerindra dengan PKB ini sudah bisa maju sebagai pasangan Capres-Cawapres 2024: Prabowo Subianto – Muhaimin Iskandar. Muhaimin sendiri tampaknya juga sangat enjoy digandeng oleh Prabowo.
Jika seperti narasi di atas yang terjadi, maka peluang Anies Baswedan untuk maju Pilpres 2024 semakin tipis. Satu-satunya peluang yang sangat mungkin adalah seperti “tawaran” politisi senior Golkar Jusuf Kalla untuk dijodohkan dengan Puan Maharani sebagai Capres PDIP.
Mengingat selama ini peta politik Indonesia itu selalu mencari “jalan tengah”, maka bukan tidak mungkin niatan JK ini bisa terwujud: Anies Baswedan – Puan Maharani. Tujuannya jelas, solusi untuk mengatasi keterbelahan rakyat selama ini harus dengan cara “menikahkan” Anies dengan Puan.
Apalagi, untuk mengajukan pasangan Capres-Cawapres, tanpa koalisi dengan parpol lain pun PDIP sudah bisa mengajukan sendiri. Cuma, yang perlu Anies ingat yaitu, pengalaman Presiden Abdurrahman Wahid yang akhirnya lengser dan digantikan oleh Megawati yang saat itu menjabat Wapres.
Jangan sampai Anies hanya dijadikan Puan untuk meraih suara umat Islam saja, untuk kemudian didepak setelah berhasil jabat Wapres. Itu akibat dari politik jalan tengah tadi. Gus Dur dengan “poros tengah” ala Amien Rais, saat itu Ketua MPR, akhirnya dia juga yang lengserin Gus Dur.
Skenario Revolusi
Skenario “copras-capres” di atas bisa terjadi bila kondisi politik nasional dalam keadaan normal hingga menjelang Pilpres 2024 nanti. Tapi, jika melihat sikon politik akhir-akhir ini dengan maraknya demo anti kenaikan harga BBM yang semakin massif, peta politiknya tentu bakal berubah total.
Apalagi, suara desakan agar Jokowi mundur dari jabatan Presiden juga marak saat demo BBM, karena dianggap membuat rakyat semakin susah. Ekonomi pun memburuk. Hutang sudah mencapai angka Rp 7.000-an triliun. Rakyat dicekik dengan beragam “pajak”. Selain BBM, listrik juga naik.
Kebijakan Presiden Jokowi yang dinilai paling fatal adalah Keppres Nomor 17 Tahun 2022 tentang Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu. Pemerintah mengaku hal ini sebagai langkah terobosan pemerintah mempercepat pemenuhan hak-hak korban dengan penyelesaian non-yudisial.
Mekanisme non-yudisial berorientasi pada pemulihan korban. Perjuangan PKI supaya Pemerintah minta maaf dan meminta kompensasi ganti rugi serta agar PKI tetap eksis dan bisa kembali hidup di Indonesia terus bergerak, tetap harus diwaspadai.
Saat Megawati menjabat sebagai Presiden RI, PDIP juga berupaya mencabut TAP MPRS No. XXV/1966 tentang pembubaran PKI dan larangan terhadap ajaran Komunisme, Marxisme, dan Leninisme di Indonesia.
Pada saat itu massa umat Islam bergerak melakukan aksi penolakan terhadap wacana tersebut. RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) bermasalah sejak awal. Salah satu alasannya, itu karena tidak memasukkan ketentuan hukum yang langsung terkait dengan penyelamatan ideologi Pancasila.
Yaitu Ketetapan (TAP) MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 yang menyatakan Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai partai terlarang, termasuk pelarangan setiap kegiatan menyebarkan atau mengembangkan ideologi atau ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme.
Alasan menempuh mekanisme non-yudisial lebih memungkinkan terwujudnya hak-hak korban, seperti hak untuk mengetahui kebenaran, hak atas keadilan, hak atas pemulihan, dan hak atas kepuasan.
Apapun alasannya Keppres tersebut memuat misteri politik tersembunyi yang harus diwaspadai, sangat mungkin hanya dijadikan jalan pintas untuk seolah dianggap menuntaskan pelanggaran HAM berat, bahkan ada agenda politik lain yang mendesak harus diambil.
Melacak rekam jejak digital tentang polah tingkah PKI selama ini bisa menjadi Keppres 17 Tahun 2022 ini sebagai pintu masuk Pemerintah akan minta maaf kepada PKI, kemudian hak-hak Komunisme dipulihkan lagi, dan PKI sebagai institusi dihidupkan, direhabilitasi dan negara harus memberikan ganti rugi kepada pihak-pihak yang merasa menjadi korban.
Keluarnya Keppres 17 Tahun 2022 tersebut bisa memicu kemarahan rakyat (dan TNI tentunya) yang jelas-jelas juga sudah menjadi korban G-30-S/PKI 1965. Keppres 17 Tahun 2022 adalah bukti adanya pelanggaran konstitusi yang dilakukan Presiden Jokowi, atas TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966.
Potensi untuk terjadinya People Power atau Revolusi Rakyat sangatlah besar. Jika kondisinya seperti itu, maka atas nama Undang-Undang, TNI bisa saja mengambil-alih kekuasaan. Karena negara dalam keadaan darurat atau genting.
Kalau sudah demikian keadaannya, peluang Anies Baswedan semakin tipis dan bisa hilang untuk menjadi Presiden, karena Pilpres 2024 tidak ada lagi. Paling banter, Anies hanya bisa menjadi Wapres yang ditunjuk “Presiden Darurat”. Itupun juga harus atas desakan rakyat.
Situasi politik di China yang kabarnya Xi Jinping sudah dicopot dari jabatan sebagai Sekjen PKC. Yang mencopot itu PKC. Militer China itu di bawah Sekjen PKC. Jadi, ini bukan kudeta militer.
Dengan sikon politik di China, tentu saja potensi terjadinya revolusi rakyat di Indonesia jelas semakin terbuka. China yang selama ini dianggap menyokong Presiden Jokowi dan Oligarki, akan lebih fokus pada persoalan di China.
Sekarang ini tinggal kembali ke rakyat dan TNI. Apakah ingin perubahan atau tetap dengan kondisi seperti sekarang ini, semakin semrawut. (*)