Pembunuhan KM 50, Kapolri & Kapolda Metro Jaya, Sebaiknya Mundurlah
PORTAL berita Divisi Humas Polri tanggal 11/2/2012 menyajikan berita menarik. Bareskrim Polri masih mempelajari temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait investigasi peristiwa di kilometer 50 tol Jakarta-Cikampek (Japek) yang menewaskan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI). Saat ini berkas temuan masih dipelajari oleh penyidik Bareskrim Polri.
Karo Penmas Hamas Polri, Brigjen Rusdi Hartono menyebut, terdapat dua hal yang akan jadi fokus Polri terkait hasil investigasi dari Komnas HAM. Yang pertama, kejadian penyerangan terhadap anggota Polri yang sedang bertugas. Yang kedua, permasalahan unlawfull killing.
“Yang diterima Polri dalam hal ini adalah hasil investigasi dari Komnas HAM yang berjumlah lebih kurang 60 halaman,” papar Brigjen Rusdi di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (11/2/2021). Rusdi juga mengemukakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti barang bukti yang sampai saat ini masih berada di Komnas HAM. Penyidik akan berkoordinasi dengan Komnas HAM untuk dapat meminta barang bukti.
“Karena barang bukti ini menjadi sesuatu yang penting bagi Polri untuk dapat menindaklanjuti daripada hasil investigasi Komnas HAM yang baru diterima penyidik hari Jumat (29/1) yang lalu. Penyidik sedang mempelajari dan akan dilaksanakan rapat pembahasan besok antara penyidik dengan pengawasan internal,” ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian, Selasa (2/2/202
Sudahlah Pak Argo, dan Pak Rusdi, agar tidak dinilai sedang melucu dan membanyol, sebaiknya berhenti bicara sikap Polri dalam kasus ini. Masa sudah begini lama masih terus pelajari. Yang benar aja deh. Sikap Polri tidak ditentukan oleh, maaf bapak berdua. Sikap Polri, kami yakin sepenuhnya ditentukan oleh Kapolri. Yang perlu bapak berdua lakukan adalah beri saran kepada Kapolri untuk segera berkordinasi dengan Presiden Jokowi. Kasus ini, kami nilai dirumitkan oleh lilitan politik.
Orang-orang berakal sehat, dan bernurani beres, kami yakin akan menertawakan argumentasi yang menyatakan ada kerumitan teknis penyidikan kasus ini. Pak Argo dan Pak Rusdi, apa polisi yang menembak, sebut saja empat laskar itu, apa sudah berubah menjadi hantu? Pasti tidak kan? Jadi, apa susahnya menyidik? Sudahlah, berhenti bicara kasus.
Serahkan soal ini sepenuhnya ke Pak Kapolri. Biarkan dia yang bicara. Toh penyidik-penyidik dibawah kepemimpinan Sigit saat jadi Kabarekskrim, telah lebih dahulu menyidik kasus ini. Tidakkah penyelidikan itu terlihat memiliki kesesuaian signifikan dengan pernyataan Irjen Fadil Imran, Kapolda Metro Jaya yang disampaikan dalam konfrensi Pers?
Penyelidikan atau penyidikan yang berlangsung saat Sigit jadi Kabareskrim telah sampai melakukan rerkonstruksi. Kala itu penyidik telah memeriksa 83 orang saksi. Apakah itu hebat atau konyol yang sekonyolnya? Rasanya semut hitam di dinding-dinding bagunan rest area akan geleng-geleng kepala keheranan menilai penyelidikan itu.
Semut pasti tak mampu bilang respon Kabarerskrim kala itu ngawur. Semut juga pasti tak bilang respon Sigit saat ini lebih ngawur lagi. Mengapa lambat menyidik? Jangan sodorkan kendala teknis. Sebab nanti cacing yang mendadak bergoyang mengolok-olok anda.
Tunggu barang bukti dari Komnas HAM? Apakah semua barang bukti ditaruh di Komnas Ham? Masuk akalkah ini? Tidakkah laporan investigasi Komnas Ham disusun setelah memeriksa sebagian barang bukti yang ada di Polda Metro Jaya? Dimana Komnas HAM memeriksa mobil Avanza, Xenia, towing, dan landcruiser? Apakah dii Polda Metro atau di gunung lawu?
Apa pakaian yang dikenakan laskar ketika terbunuh itu ditaruh di Komnas HAM? Apakah Surat tugas kepada para petugas Polisi yang menembak laska FPI itu ditaruh di Komnas HAM? Apakah voice note yang diperoleh dari HP korban sejumlah 172 rekaman dan 191 transkripsi juga ditaruh di Komnas HAM?
Jangan cari pembenaran untuk menyatakan dua orang laskar FPI yang mati di KM 50 itu lawfull killing. Betul, Komnas HAM dalam keterangan pers Nomor: 003/Humas/KH/2021 tanggal 8 Januari 2021, tidak menyatakan kedua almarhum itu mati secara unlawfull killing.
Karena tidak disebut unlawful killing, maka anda mau menjadikan kenyataan itu sebagai celah untuk menyatakan kedua almarhum mati secara lawfull killing? Sudahlah, logika laskar FPI menyerang petugas Polisi tidak logis. Paling mungkiin itu hanya logis bagi Irjen Pol. Fadil Imran, Kapolda Metro. Mengapa?
Oke mobil Avanza Silver K 9134 EL, Xenia B. 1519 UTI dan B 1542 POI serta Land Cruiser, dalam temuan Komnas HAM telah diakui sebagai mobil polisi. Tetapi soalnya adalah apakah mobil-mobil ini punya ciri fisik sebagai mobil polisi? Petugas Polda Metro pakai mobil bernomor polisi K 9134 EL? Komnas HAM juga menemukan mobil B. 1739 PWQ, dan B 1278 KJD terlibat aktif dalam pembuntutan rombongan Habib Rizieq. Tetapi mobil-mobil ini tidak diakui sebagai mobil petugas Polda Metro Jaya.
Pak Kapolri dan Pak Fadil Imran, apakah itu mobil hantu? Disopiri oleh kuntilanak dan ditumpangi cacing? Pak Kapolri, tanyakanlah ke Fadil Imran, siapa orang di mobil yang tak jelas itu? Tanyakan juga ke Kapolda Metro, apakah petugas-petugas yang teridentifikasi pakai seragam Polisi? Sudahlah Pak Kapolri, hentikan semua pembicaraan yang bernalar ada penyerangan polisi oleh laskar FPI. Berhentilah. Kura-kura hutan bisa jingkrak-jingkak lalu berlari layak kijang, bila wacana itu terus disajikan.
Komnas HAM saja tak mampu mengindentifikasi sebagian mobil itu, lalu dengan cara apa logika atau rasio FPI tahu atau harus tahu mobil-mobil itu adalah mobil polisi? Berpenung polisi di dalamnya? Kalau bukan mobil polisi, dan petugas polisi tidak berseragam, bagaimana membangun nalar laskar FPI seharusnya tidak berusaha menghalangi atau tidak menghalangi petugas-petugas itu? Pak Kapolri dan Imran Fadil harus tahu laskar FPI itu bukan ahli nujum.
Fadil Imran, sang Kapolda hebat ini, memang top. Kasus habib Rizieq baru tahap penyelidikan, tetapi telah diintai. Tersangka saja belum, tetapi telah diintai, dipantau secara intensif. Fadil benci habib Rizieq dan FPI atau disuruh Presiden membenci habib Rizieq dan FPI? Fadil memang top.
Pak Kapolri biarkan saja “pernyataan laskar menyerang polisi” itu milik Fadil Imran seorang diri. Dilansir Detik.com (4/12/2020) Fadil pernah memberi pernyataan yang sangat bernilai. Kami, katanya, terus melakukan penegakan hukum, khususnya terhadap ormas-ormas yang berperilaku seperti preman."
Mantan Kapolda Jawa Timur ini mengatakan tidak ada ruang bagi pelaku premanisme di Indonesia, khususnya di Jakarta. "Negara ini tidak boleh kalah dengan premanisme, radikalisme, dan intoleransi," imbuh Fadil Imran. Pihaknya tidak akan memberikan toleransi terhadap ormas yang berlaku preman. Ormas preman bakal ditindak tegas. "Semua ormas yang berperilaku seperti preman akan kami tindak tegas," tegas Fadil Imran lagi (detikcom, 4/12/202).
Fadil Imran yang Irjen Polisi ini, sekali lagi, hebat. Dia bukan preman. Dia Kapolda Metro Jaya. Dia tidak menyebut FPI sebagai ormas berperilaku khas preman. Tetapi tiga hari saja setelah suara Fadil menggetarkan alam hukum dan politik Jakarta, Ormas FPI, yang personil-personilnya mengawal Habib Rizieq mati dibunuh. Mereka ditembak dalam mobil, dan baku-tembak.
Hebat Irjen Fadil Imran ini. Setelah nyawa-nyawa itu melayang, Fadil segera maju ke depan memberi penjelasan. Sikap Fadil khas seorang pemimpin. Dengan meyakinkan, Fadil menyampaikan kepada masyarakat bahwa enam nyawa laskar FPI yang melayang itu akibat melawan petugas. Top coi.
Apa sekarang nurani Fadil sebagai hamba Allah Subhanahu Wata’ala, Yang Maha Tahu dan Maha Adil, yang tahu semua hal yang tersembunyi, tidak menggoda Fadil untuk sejenak saja menyadari bahwa seisi alam ini terluka, merasa dibohongi? Sungguh hebat bila Fadil tidak merasa ada kebohongan yang begitu telanjang dalam pernyataannya itu.
Politik memang memungkinkan Fadil, yang tidak sama dengan Kapolda sebelumnya, mencari mimpi perkara ini berputar-putar tak karuan. Dengan begitu tidak ada petugas yang terluka karirnya, termasuk Fadil sendiri. Itu politik. Itu juga bukan alam semesta yang punya cara menertawakan dan mengolok-olok kenyataan itu. Tetapi andai Fadil memiliki mimpi itu, rasanya beralasan. Toh Kapolri, dalam kenyataan sejauh ini hanya mampu berucap indah, seindah pelangi disenja hari ketika mengucapkan, semacam janji di Komisi III DPR, akan menindaklanjuti kasus ini.
Apa salah, andai orang waras menempatkan anda berdua, Kapolri dan Kapolda Metro Jaya, sebagai dua orang yang berada pada titik centrum tanggung jawab penuntasan kasus ini? Sekonyol apa andai orang waras membayangkan anda berdua segera tinggalkan jabatan yang sedang dipangku saat ini?
Mundurnya anda berdua, kami bayangkan, menjadi sumbangan besar naiknya penghormatan yang pantas kepada Polri. Mundur akan menjadi cara terbaik merayu semesta untuk tak terus-terusan mencibir dan mengolok-olok anda berdua kini, esok, hingga akhir jabatan Presiden Jokowi nanti.
Panggillah bimbingan moral dari lautan nurani anda berdua. Mungkin itu akan jadi bimbingan penentu. Tak akan ada yang bisa lebih jelas dari itu, apalagi lebih kuat. Sehebat apapun seorang manusia, tak pernah sehebat semesta menghormati ruh-ruh manusia, termasuk ruh enam laskar FPI yang telah melayang, tertembak peluru itu.
Kebesaran nurani itu mahkota orang besar. Orang besar selalu kaya dan ringan menemukan cara besar dan anggun menyelesaikan soal. Orang besar melukis kebesarannya dengan tanggung jawab, karena tanggung jawab adalah teman seia-sekata kejujuran.
Dunia terlalu canggih melukis godaan, membuatnya indah dan manis. Sehingga orang-orang kecil terlena, hanyut dan tenggelam dalam pelukannya. Pangkat dan jabatan selalu indah untuk pendaki dunia. Sayangnya pendaki tak selalu aman dari tipuannya. Mundurlah agar terhormat kelak.