Pemerintah Susun Strategi Agar Stunting Turun 3 Persen pada 2022
Jakarta, FNN - Pemerintah menyusun sejumlah strategi agar dapat mencapai target penurunan angka stunting sebesar tiga persen pada 2022.
"Kita ingin 2024 itu (angka) 'stunting' sampai pada level 14 persen, sekarang sudah di angka 24 persen untuk 2021. Sudah ada penurunan dan kita harap pada 2022 ini ada penurunan 3 persen," kata Wakil Presiden Ma'ruf Amin seusai memimpin rapat koordinasi di Istana Wakil Presiden Jakarta, Rabu.
Wapres Ma'ruf Amin memimpin Rapat Koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Pusat yang juga dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko dan pejabat terkait lainnya.
"Dan ini perlu koordinasi, konvergensi semua kelembagaan termasuk juga pengaturan pendanaannya dari berbagai kementerian dan lembaga. Dari pertemuan ini kita harapkan ada percepatan karena intervensi-intervensi yang dilakukan dari berbagai lembaga bisa efektif dan tepat sasaran," tambah Wapres.
"Stunting" adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama, umumnya karena asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi. "Stunting" terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun.
Wapres menyebut berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 yang dilakukan Kementerian Kesehatan, angka prevalensi "stunting" di Indonesia pada 2021 sebesar 24,4 persen atau menurun 6,4 persen dari angka 30,8 persen pada 2018.
"Tetapi tantangan kita itu cukup berat karena bagaimana yaitu mencapai target penurunan 'stunting' 14 persen pada 2024, kali ini tentu menuntut komitmen yang tinggi dan kolaborasi kerja yang baik dari semua pihak," ungkap Wapres.
Wapres mengungkapkan acuan pemerintah untuk melakukan percepatan penurunan "stunting" adalah Peraturan Presiden No 72 tahun 2021 yang berisi soal penguatan aspek intervensi dan sensitivitas melalui pendekatan keluarga, aspek pemantauan dan evaluasi terpadu, aspek pendanaan melalui optimalisasi beragam sumber anggaran, serta aspek kelembagaan melalui pembentukan tim percepatan penurunan 'stunting' dari pusat hingga ke desa atau kelurahan.
"Berarti targetnya harus 3 persen melalui intervensi spesifik dan sensitif yang tepat sasaran serta didukung data sasaran yang lebih baik dan terintegrasi. Pembentukan TPPS dan tingkat implementasinya hingga di tingkat posyandu," tambah Wapres.
Kedua, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai ketua tim pelaksana TPPS, perlu didukung seluruh kementerian dan lembaga terkait, selain itu perlu dipastikan agar RAN PASTI (Rencana Aksi Nasional Penurunan Angka Stunting Indonesia) digunakan sebagai pedoman penurunan 'stunting'," ungkap Wapres.
Ketiga, alokasi anggaran penurunan "stunting" pada anggaran 2022 melalui APBN, APBD dan anggaran desa perlu dioptimalkan.
"Kebutuhan anggaran penurunan 'stunting' perlu dihitung lagi dikalkulasi lagi dikonsolidasikan agar lebih efektif dan efisien," ungkap Wapres.
Keempat, penurunan "stunting" agar difokuskan pada daerah-daerah yang prevalensi "stunting" tinggi melalui pendanaan yang terkonsolidasi dan terpadu sehingga lebih efektif dan efisien.
"Selain NTT, Sulawesi Barat, dan Aceh ada juga tujuh provinsi lain yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, NTB dan Papua ini yang perlu mendapat perhatian," tegas Wapres. (mth/Antara)