Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah Melanggar Konstitusi, Bisa Kena Tindak Pidana Korupsi
Dalam hal ini, sudah ada niat jahat (mens rea). Yaitu, sudah tahu bahwa semua ini melanggar konstitusi, tapi tetap dijalankan. Dan sudah ada tindakan dan perbuatan (actus reus), yaitu penggunaan keuangan daerah.
Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
TAHUN 2022 dan 2023 tidak ada pemilihan Kepala Daerah baik Gubernur, Bupati maupun Walikota. Kepala Daerah yang habis masa jabatannya pada tahun 2022 dan 2023 tersebut akan diganti dengan Penjabat Kepala Daerah yang dipilih atau ditunjuk oleh Kementerian Dalam Negeri.
Jumlah Kepala Daerah yang habis masa Jabatannya pada 2022 berjumlah 101 Kepala Daerah, dan pada 2023 berjumlah 170 Kepala Daerah.
Pengangkatan atau penunjukkan Kepala Daerah oleh Kementerian Dalam Negeri ini pada hakekatnya bertentangan dengan Konstitusi yang mewajibkan Kepala Daerah dipilih secara demokratis. Artinya, tidak boleh diangkat atau ditunjuk, oleh siapapun termasuk oleh presiden, sesuai perintah Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar (UUD) yang berbunyi:
Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota “dipilih secara demokratis”.
Bunyi Pasal 18 ayat (4) ini sangat jelas, tidak bisa ada interpretasi lain. Yaitu, dipilih secara demokratis, yang berarti pengangkatan atau penunjukkan Kepala Daerah, menurut konstitusi, tidak sah: alias melanggar konstitusi.
Maka itu, sebagai konsekuensi, menurut konstitusi telah terjadi kekosongan pejabat Kepala Daerah, untuk daerah-daerah yang masa jabatan Kepala Daerahnya sudah habis pada 2022 ini.
Karena, Penjabat Kepala Daerah yang diangkat atau ditunjuk tersebut, menurut konstitusi, tidak sah. Sehingga yang bersangkutan, menurut konstitusi, juga tidak sah bertindak atas nama pemerintah daerah. Artinya, semua tindakannya tidak sah, dan melanggar konstitusi dan hukum.
Termasuk penggunaan keuangan daerah atau APBD juga tidak sah, sehingga bisa masuk kategori merugikan keuangan daerah (negara), yang mana masuk kategori tindak pidana korupsi.
Dalam hal ini, sudah ada niat jahat (mens rea). Yaitu, sudah tahu bahwa semua ini melanggar konstitusi, tapi tetap dijalankan. Dan sudah ada tindakan dan perbuatan (actus reus), yaitu penggunaan keuangan daerah.
Semoga semua tindakan yang bertentangan dengan konstitusi ini dapat segera dikoreksi. Semoga semua pihak dapat menghormati dan mentaati konstitusi. Bangsa yang tidak taat konstitusi, bangsa yang dengan sengaja melanggar konstitusi, akan menuju bangsa gagal. (*)