Peran Wanita Petani Garam dalam Isu Perubahan Iklim

Sri Wahyuni Anggota Himpunan Masyarakat Adaptasi Perubahan Iklim (HIMASPI).

Jakarta, FNN- Yayasan Relief Islam Indonesia mengadakan seminar internasional bertajuk ‘Women and Grils at the Frontline of Climate Change’ di hotel Grand Sahid Jaya Jakarta, Kamis (23/11/22).

Salah satu pembicara yang mewakili kelompok perempuan yang telah melakukan aksi-aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim adalah Sri Wahyuni.

Sri Wahyuni juga satu dari sekian banyak perempuan penggarap sawah garam yang terletak di Lombok.

“Menjadi petani penggarap sawah garam adalah profesi turun temurun,” ujarnya.

Bagi Sri menggarap ladang dan sawah garam merupakan pekerjaan yang berat karena semua harus dikerjakan sendiri.

Terlebih, petani garam selalu bergantung pada musim. Saat musim hujan atau kemarau basah, bisa dipastikan hasil garam akan menurun.

Namun, hal ini berbeda sejak adanya inovasi rumah garam prisma dari Yayasan Relief islami Indonesia. Inovasi yang dibuat bisa menjadikan bertani garam tak lagi harus bergantung pada musim.

Berkat rumah garam prisma ini, bertani garam kini tak harus bergantung pada musim. Pasalnya, dengan memberi atap plastik, kini tambak garamnya tak perlu bergantung pada musim sehingga bisa terus berproduksi garam.

“Rumah garam prisma lebih mendukung hasilnya bagus dari pada garam tradisional,” sambungnya.

Hal tersebut juga yang menjadi motivasi bagi Sri Wahyuni dengan bergabung dalam himpunan masyarakat adaptasi perubahan iklim (HIMASPI), salah satu kelompok perempuan petani garam.

Dengan begitu, partisipasi aktif perempuan petani garam dalam membangun ketahanan iklim lokal dan memastikan intervensi yang spesifik dan efektif sesuai kebutuhan menjadi meningkat. (Lia)

507

Related Post