Perjuangan KH Zainuddin Fannanie

Tiga bersaudara Trimurti pendiri Pondok Modern Gontor. Dari kiri KH. Ahmad Sahal, KH. Zainudin Fananie, dan KH. Imam Zarkasyi

Pada pertengahan Januari 1959 KH Zainuddin Fannanie menjabat Kepala Kabinet Menteri Sosial. Setahun kemudian yaitu pada 12 Agustus 1959 KH Zainuddin Fannanie menjadi anggota BPP-MPRS sampai 1967.

Oleh: Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta

KIAI Haji Zainuddin Fannanie adalah salah seorang dari tiga bersaudara pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur pada 21 September 1926.

Trimurti, Tiga Serangkai Pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo bersama 2 orang lainnya KH Ahmad Sahal dan KH Imam Zarkasyi.

Ia adalah putera keenam dari Kyai Santoso Anom Besari. Beliau lahir di Gontor Ponorogo pada tanggal 23 Desember 1908. KH Zainuddin Fannanie menempuh Pendidikan dimulai dengan masuk Sekolah Dasar Ongko Loro Jetis Ponorogo. Kemudian ia mondok di pondok pesantren Josari Ponorogo, kemudian ke Termas Pacitan, lalu ke Siwalan Panji Sidoarjo.

Dari sekolah Ongko Loro ia pindah ke sekolah dasar Hollandshe Inlander School (HIS), kemudian melanjutkan ke Kweekschool (Sekolah guru) di Padang.

Sesudah tamat sekolah guru ia masuk Leider School (sekolah pemimpin) di Palembang. Selain itu beliau pernah belajar pada Pendidikan Jurnalistik dan Tabligh School (Madrasah Muballighin III) Muhammadiyah, Jogjakarta, dan selesai pada 1930.

Pengalaman Organisasi

KH Zainuddin Fannanie menjadi guru di HIS sejak 1926 sampai 1932 dan mengajar di School Opziener di Bengkulen sampai tahun 1934. Pernah menjadi Konsul Pengurus besar Muhammadiyah Sumatra Selatan pada 1942. KH Zainuddin Fannanie menjadi guru Sekolah Muhammadiyah di Bengkulu bersama Bung Karno ketika beliau diasingkan di sana. KH Zainuddin Fannanie menjadi saksi pernikahan Bung Karno dengan Fatmawati.

Pada tahun yang sama KH Zainuddin Fannanie menjadi Kepala Penasehat Kepolisian Palembang hingga 1943. Setahun kemudian beliau menjabat Kepala Kantor Keselamatan Rakyat di Palembang.

Setelah itu dipilih menjadi Kepala Kantor Tata Usaha Kantor Sju Tjokan. Sejak 8 April 1953 diangkat oleh Presiden menjadi anggota ”Panitia Negara Perbaikan Makanan”. Empat bulan setelah itu, tepatnya pada 1 Agustus 1953 KH Zainuddin Fannanie menduduki Kepala Jawatan Bimbingan dan Perbaikan Sosial pada Kementerian Sosial.

Pada tahun yang sama, 1953, beliau menjabat Inspektur Kepala, Kepala Inspeksi Sosial Jawa Barat dan Sumatra Selatan.

Sejak 19 Januari 1956 KH Zainuddin Fannanie mendapat kepercayaan menjadi Kepala Bagian Pendidikan Umum Kementerian Sosial.

Pada pertengahan Januari 1959 KH Zainuddin Fannanie menjabat Kepala Kabinet Menteri Sosial. Setahun kemudian yaitu pada 12 Agustus 1959 KH Zainuddin Fannanie menjadi anggota BPP-MPRS sampai 1967.

Pada 21 Juli 1967 KH Zainuddin Fannanie meninggal dunia di Jakarta, meninggalkan seorang istri dan seorang anak yaitu Drs. H. Rusydi Bey Fannanie, Anggota Badan Wakaf Pondok Modern Gontor, dengan putra Prof. Dr. Husnan Bey Fannany, MA, mantan Duta Besar Indonesia di Azzarbeyjan.

KH Zainuddin Fannanie meninggalkan sejumlah karya tulis. Di antara karya tulis beliau yang masih menjadi bahan rujukan, terutama bagi generasi penerus Pondok Modern Darussalam Gontor adalah: Senjata Penganjur dan Pemimpin Islam, Pedoman Pendidikan Modern, Kursus Agama Islam, Penangkis Krisis, Reidenar dan Jurnalistik, serta masih banyak yang lainnya.

Sesuai dengan judulnya, buku Senjata Penganjur dan Pemimpin Islam adalah buku pedoman Pendidikan kader dakwah. Pada 1950-an buku tersebut digunakan secara luas sebagai buku pegangan calon mubaligh, di mana-mana.

Salah satu ciri utama buku ini, di setiap penutup bab dicantumkan kata-kata mutiara, baik dari ayat Al-Quran, hadits Nabi, maupun kata-kata bijak ulama, cendekiawan, dan filosof. (*)

892

Related Post