Polemik Lebaran 2021: Larangan Mudik, Bipang Ambawang, dan "Serbuan" TKA China

By Mochamad Toha

Surabaya, FNN - Setidaknya ada dua peristiwa yang menarik perhatian rakyat sebelum Presiden Joko Widodo promosi kuliner khas daerah di Indonesia. Salah satu yang disebut Presiden dalam promosi itu adalah dari Kalimantan Barat: Bipang Ambawang!

“Untuk Bapak/Ibu dan Saudara-saudara yang rindu kuliner khas daerah atau yang biasannya mudik membawa oleh-oleh, tidak perlu ragu untuk memesannya secara online,” ujar Jokowi dalam potongan video akun YouTube Kementerian Perdagangan pada 5 Mei 2021.

Selanjutnya, “Yang rindu makan gudeg Jogja, bandeng Semarang, siomay Bandung, empek-empek Palembang, Bipang Ambawang dari Kalimantan, dan lain-lainnya, tinggal pesan. Dan makanan kesukaan akan diantar sampai ke rumah,” ungkap Jokowi.

Video bertajuk “05.05 Hari Bangga Buatan Indonesia” itu berisi acara peringatan bangga dengan produk lokal. Dalam pidato ini, Jokowi awalnya mengingatkan saat ini pemerintah melarang mudik Lebaran.

Larangan itu dibuat demi keselamatan warga di tengah pandemi Covid-19. “Bapak/Ibu dan Saudara-saudara sekalian, sebentar lagi Lebaran. Namun, karena masih dalam suasana pandemi, pemerintah melarang mudik untuk keselamatan kita bersama,” kata Jokowi.

Jagad sosmed dan media mainstream pun ramai bicara soal pernyataan Presiden Jokowi itu. Juru Bicara (Jubir) Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman, kemudian sempat menjelaskan soal bipang yang dimaksud Jokowi.

Dilihat dari akun Instagram resminya, @fadjroelrachman, Sabtu (8/4/2021), terlihat ada foto bipang yang diunggah Fadjroel. Foto tersebut menampilkan Bipang Jangkar Kwee Ik Sam Pasuruan.

“Ini BIPANG atau JIPANG dari beras. Makanan kesukaan saya sejak kecil hingga sekarang. BIPANG atau JIPANG dari beras inilah yang dimaksud Presiden @jokowi. Terimakasih,” tulis Fadjroel seperti dilihat Detikcom pukul 12.23 WIB.

Pembelaan Jubir yang akrab dipanggil Panjul ini jelas diketawain netizen yang “melek” mata, telinga, dan huruf. Dalam rekaman video maupun berita berbagai media sudah jelas disebut: Bipang Ambawang, Bukan Bipang Pasuruan!

Melansir Detik.com, Fadjroel kemudian mengubah narasi dalam akun Instagram-nya. Dilihat pukul 12.51 WIB, dia hanya menyebut bipang masih hit sampai sekarang. Sebelumnya, video Jokowi soal bipang Ambawang diunggah oleh akun Twitter @BossTemlen.

Video itu telah di-retweet ribuan kali. Narasi pada caption video tersebut mempertanyakan mengapa Jokowi mempromosikan bipang Ambawang saat Lebaran. Bipang yang dimaksud dalam narasi ini adalah babi panggang Ambawang.

Bipang Ambawang adalah salah satu tempat makan yang menyajikan menu babi panggang di Kalbar. Akun Instagram Bipang Ambawang juga mengunggah video Jokowi yang menyebut Bipang Ambawang sembari berterima kasih karena merasa dipromosikan oleh Presiden.

Promosi Bipang Ambawang telah membetot perhatian dan fokus rakyat dari persoalan Mudik Lebaran yang dilarang Presiden Jokowi dan kedatangan TKA China secara massif.

Pertama, larangan mudik Presiden Jokowi kepada rakyat yang ingin merayakan Idul Fitri di kampung halamannya dengan dalih mencegah penyebaran Virus Covid-19. Pelarangan mudik Lebaran itu dimulai pada Kamis-Senin, 6-17 Mei 2021.

Pelarangan ini, jelas menunjukkan ketidakadilan pemerintah bagi umat Islam. Libur panjang Hari Raya Paskah bulan lalu tak ada larangan, begitu pula mudik untuk Hari Raya Galungam dan Kuningan, semua berjalan lancar tanpa larangan.

Rakyat disuguhi narasi lonjakan kasus Covid-19 di India yang sudah mencapai 400 ribu lebih setiap harinya dengan tingkat kematian yang cukup tinggi. Padahal, kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di sana. Benarkah karena Covid-19?

Atau, jangan-jangan karena ada serangan drone yang sengaja menyebar racun arsenik atau sianida, sehingga banyak rakyat (jelata) India yang jadi korban. Apalagi, di sana mayatnya langsung dikremasi tanpa ada otopsi sebelumnya.

Sehingga jelas penyebab kematian massal warga India yang sebenarnya. Bukan karena di-Covid-kan langsung. Seharusnya India berani mengambil sampel korban “Covid-19” untuk diotopsi sehingga diketahui penyebab kematiannya.

Kedua, sementara rakyat dilarang mudik, pemerintah mengizinkan TKA asal China “mudik” ke Indonesia. “Seumur-umur saya baru melihat pola penerbangan seperti ini, ada 1-2-3-4-5-6 penerbangan beriringan ke arah timur di utara laut Jawa,” ucap sorang pemantau radar.

“Yang saya khawatirkan itu isinya WNA yang mau dipindah yang baru masuk ke wilayah RI Kalau hari normal selama pandemik ini ga pernah saya lihat kejadian seperti ini. Jam segini rata-rata sepi, kosong. Beriringan, dan semua bergerak ke arah timur,” lanjutnya.

Meski Menteri Perhubungan Budi Karya Soemadi membantah tidak ada pesawat carteran selama masa pandemi, namun toh faktanya, keesokan harinya setelah ramai ada “bocoran” pemantau radar itu, ada 4 pesawat tiba di Bandara Maleo Morowali.

Keempat pesawat carter itu membawa TKA asal China dengan jumlah totalnya 352 orang. Fakta kedatangan 4 pesawat carter di Bandara Maleo ini jelas menjawab bantahan Menhub yang disiarkan secara nasional melalui televisi itu.

Bagi rakyat China, setidaknya pandemi Covid-19 telah membawa keberuntungan. Migrasi besar-besaran rakyat China menuju Indonesia bisa aman terkendali. Kalau kemudian terjadi lonjakan kasus Covid-19 pasca Lebaran, jangan salahkan umat Islam.

Kabarnya, selama pandemi yang dimulai pada akhir 2019 - 2020 - 2021 setudaknya terdapat 1.238 penerbangan dari China ke Indonesia melalui bandara-bandara internasional maupun bandara-bandara kecil di seluruh wilayah Indonesia.

Konon pula, sebanyak 933 kapal-kapal besar dan sedang telah membawa para emigran melalui pelabuhan-pelabuhan besar dan kecil di pelosok Indonesia. Hingga 2021, jumlahnya telah melebihi kuota 10 juta lapangan kerja yang pernah dijanjikan Presiden Jokowi.

Sebanyak 125 perusahaan konglomerasi yang ada di Indonesia sudah menjamin kesejahteraan seluruh emigran beserta keluarganya untuk menetap dan menjadi WNI. Jika kabar ini benar adanya, maka bisa dipastikan rakyat Indonesia bakal “tersingkir”.

Penulis wartawan senior FNN.co.id

285

Related Post