Posko Pilihan Rakyat: Bersama Rakyat Melawan Kudeta Konstitusi
Bagi lawan politiknya, Anies memang ancaman. Tidak hanya karena survey menempatkan Anies teratas dari sisi elektabilitas, tetapi juga karena fakta lapangan terlihat lebih menyeramkan, melampaui ekspektasi hasil survey.
Oleh: Tamsil Linrung, Anggota DPD RI
ADA tiga hal signifikan yang membuat isu perpanjangan masa jabatan dengan modus penundaan Pemilu perlu direspon rakyat secara super serius. Pertama, bakal dilantiknya 272 penjabat kepala daerah.
Kedua, isu Kitab Undang-Undang hukum Pidana (KUHP) yang disinyalir terkait dengan rencana busuk ini. Dan ketiga, informasi bahwa mayoritas Anggota DPR dan DPD telah sepakat penundaan Pemilu.
Jelang Pemilu 2024 jumlah Pj kepala daerah yang akan dilantik sebanyak 272. Ini bukan angka kaleng-kaleng, karena bobotnya separuh dari total 548 kepala daerah di tanah air.
Pertanyaannya, bila selama ini presiden begitu sibuk dan terbuka mendukung calon tertentu, bagaimana dengan 272 Pj kepala daerah itu? Pertanyaan berikutnya, apa jadinya bila mereka dikonsolidasi mendukung perpanjangan masa jabatan presiden?
Pj kepala daerah berpotensi menjadi perpanjangan tangan kekuasaan untuk kepentingan politiknya. Potensi itu muncul karena Sang Pj ditunjuk penguasa, bukan dipilih rakyat melalui Pemilu. Gelagatnya terlihat dari gerilya Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menghapus jejak Anies Rasyid Bawedan.
Sulit menepis tudingan, kebijakan kontroversial Pj Gubernur hasil penunjukan Presiden Joko Widodo ini tidak terkait dengan Pemilu 2024. Ini sama sulitnya menepis dugaan bahwa Heru akan ikut mendukung penundaan Pemilu kalau-kalau ada perintah.
Sekali lagi, penundaan Pemilu adalah soal yang harus direspon rakyat secara keras. Bisik-bisik beberapa kawan, lebih dari 75 persen Anggota DPR telah setuju ²penundaan Pemilu. Itu artinya, perkara perpanjangan masa jabatan melalui penundaan Pemilu tinggal menunggu momentum yang tepat.
Rakyat tidak boleh lengah. Terlebih, pengesahan KUHP disinyalir terkait pula dengan gagasan upaya melawan konstitusi secara berjamaah ini. Dalam rapat antara Komisi III DPR dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly, Benny K. Harman mendengar KUHP yang cepat-cepat disahkan karena tahun depan akan ada 'Dekrit Penundaan Pemilu' dan yang protes-protes akan ditangkap semuanya.
Konsitusi tegas bahwa, presiden dan wakil presiden, kepala daerah, dan anggota legislatif hanya bisa menduduki jabatannya lima tahun sekali melalui Pemilu, titik. Tidak ada ruang lebih dari lima tahun dan tidak ada mekanisme lain untuk menjabat kembali kecuali melalui Pemilu, baik melalui Dekrit Presiden, Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (PERPPU), dan lain-lain.
Bila penundaan Pemilu dipaksakan, maka itu adalah perbuatan melawan konstitusi. Apapun alasan penundaan itu, satu-satunya pihak yang rugi adalah rakyat. Sementara presiden, wakil presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD semuanya untung, termasuk lembaga-lembaga tinggi negara lainnya, seperti MK, MA, KY, KPK karena mendapat jatah waktu tambahan menduduki jabatannya.
Rakyat rugi karena selama ini rezim gagal menampilkan prestasi signifikan. Yang ada, tanah air malah semakin dalam memasuki jurang kehancuran. Hutang negara menumpuk, korupsi merajalela, oligarki menguat, politik dinasti mencuat, pembangunan infrastruktur tidak tepat sasaran, dan seterusnya.
Sayangnya, tidak terlihat perbaikan signifikan. Sebaliknya, kebijakan yang memunggungi rakyat terus diproduksi. Subsidi Bahan Bakar Minyak, pupuk, atau listrik dipangkas tetapi subsidi kendaraan listrik digelontorkan. Import bahan pangan dilakukan, tapi sedikit yang mengkritisi hasil dari program food estate yang dulu digembar-gemborkan itu. Itu hanya sedikit contoh, dari sekian banyak yang bisa diurai.
Posko Pilihan Rakyat
Kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat. Jika elit tidak lagi dapat menjadi panutan berkonstitusi dengan baik, rakyat berhak “meluruskannya”. Bila elit memaksakan pelanggaran kostitusi berjamaah, rakyat berhak memberontak. Perbuatan inkonstitusional kita lawan dengan cara konstitusional.
Menjadi kewajiban kita menjaga tegaknya konstitusi. Untuk itu, kami menginisiasi Posko Pilihan Rakyat (PPR). Fokusnya pada tiga hal. Pertama, saling berjejaring (bersama posko lain yang akan dibentuk di daerah-daerah) melawan upaya kudeta konstitusi. Kedua, bahu-membahu mengawal Pemilu jujur, Adil, dan tepat waktu. Ketiga, menjadi wadah silaturahim, diskusi, dan konsolidasi relawan Anies Rasyid Baswedan.
Kenapa harus Anies? Karena Anies Bacapres yang sarat karya dan prestasi. Anies pula dikenal sebagai Bacapres yang mengusung perubahan. Beberapa Bacapres lainnya yang masuk dalam hitungan lembaga survey cenderung berposisi sebagai penerus Jokowi, sementara Jokowi sendiri terbukti tidak membawa bangsa ke arah yang lebih baik.
Bagi lawan politiknya, Anies memang ancaman. Tidak hanya karena survey menempatkan Anies teratas dari sisi elektabilitas, tetapi juga karena fakta lapangan terlihat lebih menyeramkan, melampaui ekspektasi hasil survey.
Di mana-mana, Anies disambut gegap gempita penuh sukacita. Lawatan terakhir Anies di Pangkep, Sulawesi Selatan, bahkan dihadiri puluhan atau seratusan ribu orang. Mereka datang sukarela, tanpa iming-iming amplop, goodybag, apalagi tipu-tipu kemasan acara.
Menengok fakta itu, lawan politik jelas meriang. Lawan politik Anies bukan saja Bacapres yang diprediksi bertarung pada Pemilu 2024. Lawan politik Anies juga adalah mereka yang menghendaki menjabat lebih lama dari waktu yang ditentukan konstitusi, dengan mengorbankan pemilu tepat waktu.
Dari Bintaro, Tangerang Selatan, semangat itu bermula. Rumah pribadi telah saya siapkan untuk mengawali perjuangan ini. Daerah lain akan kita konsolidasi masif, semasif upaya berjamaah kudeta konstitusi.
Kita melawan kudeta konstitusi karena kesadaran bernegara. Kita mendukung Anies karena gagasan, karya, dan potensinya, bukan sekadar urusan uban dan kerutan di wajah. (*)