Presiden Hanya Menjadi Badut Alat Kekuasaan Bandit dan Bandar Politik
Untuk mengantisipasi tuntutan adaptasi dengan lanskap global strategis yang berkembang, perubahan atas UUD 1945 dimungkinkan dengan metode adendum, tanpa mengubah Pembukaan, batang tubuh, dan penjelasannya.
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
PROF Salim Said mengatakan bahwa negara Indonesia sekarang ini dikuasai Oligarki. “Saya takut bahwa banyak yang dilakukan oleh Jokowi itu adalah akomodasi dia terhadap banyak group-group oligarki,” katanya.
“Negara kita sekarang dikuasai oleh para Oligar termasuk Pak Jokowi. Saya tidak tahu dia sadar atau tidak,” lanjut Prof Salim Said. Dengan modal yang dimiliki oligarki, mereka bisa bersama-sama mengelola kekuasaan.
Demokrasi dan Oligarki yang tidak terkendali mengarah ke tirani (Aristoteles). Kekuasaan akan menjadi hukum. Kalau itu terjadi, John Locke, Where-ever law ends, tyranny begins. Ketika hukum berakhir (mati), maka tirani mulai (berkembang). Pondasi negara hukum dan demokrasi akan mati suri.
Bertambah runyam kalau PKI sudah masuk pada semua pos penyelenggaraan negara. Komunisme ini menganut faham Antroposentrism (artinya, orang yang menganggap kebenaran berdasarkan diri sendiri). Persis dengan keadaan dan kelakuan Rezim saat ini.
Oligarki dan PKI baik sendiri-sendiri maupun dengan bersenyawa akan dan telah melakukan kudeta dan menghancurkan negara ini.
Oligarki telah mampu membajak UUD 1945 Asli diubah menjadi UUD 2002, rezim ini sadar atau tidak telah mengubah arah negara tanpa arah. UUD 1945 itu bukan sekedar dokumen akademik, tapi ia adalah dokumen sejarah yang menjadi fondasi negara ini, telah dihancurkan.
Jika UUD bisa diganti oleh MPR hasil Pemilu, maka kesesatan praktik politik akan selalu memperoleh pembenaran UUD melalui penggantian tersebut. Kita telah kehilangan norma-norma dasar negara. Ini berbahaya sekali karena kita kehilangan pedoman. Jika setiap generasi boleh mengganti kesepakatan awal pendirian negara.
UUD 2002 telah membuka bagi kesalahan tata kelola kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga para Bandar dan Bandit politik leluasa melakukan apa saja.
Sudah cukup banyak bukti bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara kita mengalami deformasi serius setelah penggantian UUD 1945 dengan UUD 2002.
UUD 2002 dan UU turunannya telah menjadi papan lontar banyak masalah mal administrasi publik di mana UU dibuat bukan untuk kepentingan rakyat, tapi untuk kepentingan Bandar dan Bandit politik dengan segala kuasanya berakibat negara di jurang kehancurannya.
Semua lembaga negara produk UUD 2002 kini jatuh menjadi alat kekuasaan dengan dukungan para Bandar dan Bandit politik yang makin kekenyangan dalam menikmati berbagai kuasa politik kekebalan hukum dan konsesi ekonomi yang telah membahayakan negara.
Presiden kini hanya menjadi badut politik yang dengan sukarela menjadi alat kekuasaan para Bandit dan Bandar politik.
Seruan secepatnya negara harus mengagendakan Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD 1945 asli versi Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959.
Untuk mengantisipasi tuntutan adaptasi dengan lanskap global strategis yang berkembang, perubahan atas UUD 1945 dimungkinkan dengan metode adendum, tanpa mengubah Pembukaan, batang tubuh, dan penjelasannya.
Kembali ke UUD 1945 adalah pertobatan dari kemurtadan bangsa ini. Paska mengganti menjadi UUD 2002 semua kehidupan berbangsa dan bernegara yang tercengkeram Bandit, Bandar dan Badut politik saat ini adalah ekspresi para penguasa yang terkutuk. (*)