Presiden Jokowi Mimpi Membangun Surga Pencucian Uang Kotor?

foto : rmol.co

Oleh Haris Rusly Moti

KITA lalu berusaha meniru-niru China. Meniru gaya China membangun infrastruktur di negerinya. Kita juga mengubah negeri kita menjadi "investor haven island". Negeri surga bagi para investor. Seluruh “barrier” yang menangkal segala bentuk pengaruh dan intervensi yang datang dari luar negara kita, ditiadakan. Persis kebijakan opendeur politiek atau "kebijakan pintu terbuka" yang pernah dibuat oleh kolonialisme Belanda di tanah nusantara tahun 1905 dulu.

Kita terinspirasi dengan "tax haven island". Pulau surga bagi pengemplang pajak dan koruptor perampok uang negara. Kita ingin menjadikan negeri kita ini "suaka" bagi para investor nakal. Presiden Jokowi bermimpi menyulap negeri kita jadi "suaka" uang kotor. Kita menghendaki negeri kita dibuat tanpa tirai, dan tanpa barrier.

Padahal di China, sebelum pembangunan infrastruktur dan industrialisasi dilancarkan, terlebih dahulu mereka memperkuat barrier atau tirai negaranya. Kini China tak semata dikenal sebagai negeri tirai bambu. China telah disulap menjadi negeri tirai baja", negeri tirai beton" hingga negeri tirai digital". Dengan revolusi kedaulatan digital di tangannya, bahkan di era yang terbuka dan telanjang saat ini, China tidak gampang untuk diintip oleh tetangganya. Google, Twitter hingga Facebook tak diperkenankan beroperasi di negeri itu.

Bahkan di China seluruh pembangunan direncanakan, digerakan dan dikendalikan langsung oleh negara. Sedangkan di Indonesia seluruh pembangunan diduga kuat direncanaka dan digerakan oleh para taipan. Ada juga para saudagar dalam negeri, swasta nasional yang bertamengkan BUMN, serta investor asing.

Kita lalu berharapa uang gelap (back office), seperti uang kejahatan korupsi yang diparkir di luar, uang hasil pengemplangan pajak, hingga uang yang dihasilkan dari judi, narkoba dan pelacuran, yang berputar di luar sana dapat masuk ke dalam negeri kita. Untuk dicuci dalam sejumlah paket investasi yang kita tawarkan, seperti projek infrastruktur, destinasi wisata hingga pembangunan properti.

Sejumlah landasan untuk landing atau pendaratan uang-uang back office, uang kotor kuasa kegelapan itu dipersiapkan dengan rapi. Pertama, projek reklamasi pantai Jakarta dan sejumlah tempat lainnya, seperti di pantai Benoa, Bali. Kedua, pembangunan kawasan properti di Meikarta dan sejumlah tempat lainnya. Ketiga, pembangunan kawasan ekonomi khusus seperti pulau Morotai dan lainnya. Keempat, pembangunan kawasan destinasi wisata di Toba dan sejenisnya di tempat lainnya.

Upaya terakhir adalah melalui mimpi raksasa perpindahan Ibu Kota Nasional dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Sejumlah perangkat kebijakan atau regulasi dipersiapkan dengan rapi. Tujuannya untuk mewujudkan mimpi “investor haven island”. Surga telah disiapkan untuk menampung uang-uang kotor tersebut.

Pertama, kebijakan tax amnesty. Sebuah projek yang diduga untuk pengampunan terhadap kejahatan korupsi (pidana BLBI diruwat dan diampuni menjadi perdata). Begitu juga dengan pengemplangan pajak, hingga pemutihan terhadap kekayaan yang dihasilkan dari kejahatan transnasional, seperti narkoba, judi hingga pelacuran.

Kita berharap, kebijakan tax amnesty itu ditumpangi oleh sejumlah kepentingan investor global untuk mendaratkan uangnya ke dalam berbagai skema investasi di negeri kita. Kenyataannya, mereka justru kuatir menjadi sasaran pemerasan para pejabat kita. Penyebabnya adalah akibat tidak adanya kapasitas sistem negara dan lemahnya kepastian hukum di negeri kita.

Kedua, belasan paket kebijakan ekonomi dikeluarkan oleh pemerintah. Tercatat sekitar 16 paket kebijakan sudah dikeluarkan. Tujuan dari paket kebijakan itu untuk menyulap Indonesia menjadi negeri yang menjadi surga para investor. Surga uang kotor untuk membiayai pembangunan Indonesia. Namun lagi-lagi gagal semua recana tersebut.

Diantara paket kebijakan yang meniadakan barrier itu adalah: (1), liberalisasi di sektor imigrasi yang memudahkan kuli asing untuk bekerja di negeri kita. (2), kemudahan warga negara asing untuk memiliki properti di negeri kita. (3), kebijakan bebas visa untuk 169 negara,yang  katanya untuk tujuan wisata. Walaupun dalam kenyataannya kunjungan wisata di negeri kita malah anjlok. (4), pemangkasan sejumlah izin usaha, diantaranya terkait izin tentang AMDAL.

Hampir seluruh kebijakan yang meniadakan tirai negara kita itu nyaris tidak menggoda para investor untuk mendaratkan uangnya di Indonesia. Sejumlah paket kebijakan yang ditawarkan sebagai bumbu penyedap oleh pemerintah, dianggap angin lalu saja oleh investor. Pejabat dianggap lebih berperan sebagai tukang peras investor.

Masalahnya karena tidak dimulai dengan menata dan membangun kapasitas bernegara. Akibatnya dikuatirkan tidak terjadi kesinambungan di dalam pembangunan. Masalah yang lainnya adalah tidak adanya kepastian hukum dan tidak da lagi kepercayaan terhadap pemerintah yang berkuasa.

Dengan adanya masalah hukum yang melilit Meikarta dan bosnya James Riady, dipastikan akan turut mengubur mimpi indah untuk menyulap Indonesia menjadi surga bagi para investor.

Bisa dibayangkan orang hebat seperti James Riady dan Aguan saja tidak mampu menjamin dan melindungi projeknya dari tindakan penegak hukum. Padahal mereka selama ini dikenal sebagai "shadow goverment". Pemerintahan bayangan, yang mengatur regulasi hingga arah dari setiap pemerintah yang berkuasa. Sayonara Meikarta, sayonara James Riady, sayonara surga uang kotor..!!

••• Haris Rusly Moti adalah Eksponen Gerakan Reformasi Mahasiswa 98 dan Pemrakarsa Intelligence Finance Community (INFINITY).

1487

Related Post