Rahman Sabon Minta Komunitas Melayu ASEAN Gelar KTT Sikapi Pelanggaran HAM di Rempang

Rahman Sabun di Depan Makam Pahlawan Kapitan Linggapan Makam Lingga Putra

Jakarta, FNN | Ketua Umum  Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN) Dr. Rahman Sabon Nama meminta masyarakat rumpun Melayu lingkup ASEAN, agar mendesak pemerintahannya segera menggelar KTT ASEAN menyikapi RRC yang bertopeng investasi hendak mencaplok Pulau Rempang, wilayah kedaulatan NKRI yang historis merupakan wilayah kedaulatan Kesultanan Lingga Riau. 

Rahman mengidentifikasi Kesultanan Brunei Darussalam, Kesultanan Johor dan Malaka, Kesultanan Sulu- Mindanao  Pilipina, Kesultanan Thailand dan Kamboja, juga Kesultanan Lingga Riau, sebagai rumpun kesultanan atau kerajaan Melayu pada kerangka gelar KTT ASEAN itu.

Rahman yang mengaku sebagai buyut (Wareng) Adipati  Kapitan Lingga Ratuloli mengatakan di Jakarta, Senin (16/9/2023), bahwa dirinya memiliki tanggungjawab moral atas hubungan emosional kekerabatan dengan masyarakat puak Melayu Riau dan Malaysia.

Hubungan itu, kata Rahman,  sangat kental emosional karena kakek buyutnya itu ikut serta dalam perjuangan melindungi kerajaan-kerajaan  di Riau  dan semenanjung Malaysia, yaitu Kerajaan Lingga, Kerajaan Bintan Tamasek,  Kerajaan Siak Sri Indrapura dan Kerajaan Johor dan Malaka dari invasi imperialis Portugis dan Belanda.

“Kapitan Lingga”, kata Rahman, merupakan gelar kakek buyutnya, berasal dari nama  Kerajaan Lingga Riau. Gelar itu dianugerahkan  oleh Raja Tun Abdul Jamil  dan bangsawan Melayu Siak Indrapura atas jasa sang kakek-buyut, Adipati Ratuloli dari Kerajaan Adonara Sunda Kecil NTT, yang ikut bertempur mengusir imperialis Portugis dan Belanda dari Kerajaan Lingga. 

 Alumnus Lemhanas RI ini menjelashkan bahwa sang kakek Kapitan Lingga Adipati Ratuloli adalah seorang ulama pejuang pra kemerdekaan Indonesia berasal dari Pulau Adonara NTT Solor Watan Lema. Pada zamannya, sang kakek dikenal sebagai Panglima Perang Jelajah Nusantara.

Kesenopatian sang kakeknya dalam upaya melindungi Kerajaan Lingga maupun Kerajaan Johor dan Malaka dari invasi Portugis dan Belanda memunculkan sebuah  pangkalan pertahanan laut di Malaka bernama “Meone” yang dalam bahasa Lama Holot artinya Pemberani.

 Setelah memenangkan perang  pada tahun 1624 melawan Portugis di wilayah Solor Watan Lema Pulau Adonara, Solor, Lembata, Alor, Flores, hingga Pulau Timor (sekarang Timor Leste), sang kakek Adipati Ratuloli diminta oleh Sultan Buton, La Elangi Dayanu Ichasanudin, untuk menjadi Panglima Perang Kesultanan Buton untuk ikut mengusir Portugis dari wilayah kekuasaan Kerajaan Luwu yang kala itu diperintah oleh Raja  Peta Matinroe Pattimang.

Setelah berhasil  mengusir Portugis dari Kerajaan Luwu,  Sultan Buton meminta Kapitan Lingga Ratuloli meneruskan peperangan di Kerajaan Lingga , juga untuk membebaskan kerajaan di Riau ini dari invasi Portugis dan Belanda.  Keberhasilan dalam perang ini membuat  Raja Tun Abdul Jamil  (blasteran Buton, Bugis,  Melayu) kembali ke tampuk kekuasaannya pada (1624 – 1714).

Rahman mengatakan bahwa dalam perjalanannya,  kerajaan-kerajaan Nusantara entitas Melayu memiliki andil besar tak ternilai bagi kemerdekaan Indonesia. Satu di antara kerajaan itu adalah Kesultanan Siak Sri Indrapura Riau, saat di bawah pemerintahan Sultan Syarif Kasim II, kakek buyut  Bendahara Umum PDKN yaitu Jenderal TNI Umar Abdul Azis. 

Sultan Kasim II justru menyisihkan sebagian harta kekayaannya sebesar  13 Juta Gulden setara Rp 1.000 Triliun saat itu untuk Indonesia pada awal kemerdekaannya, bahkan Sultan Syarif Kasim II mengajak kerajaan-kerajaan di Sumatera Timur untuk bergabung dengan Indonesia merdeka, nota bene ketika kerajaan-kerajaan itu masih ragu-ragu untuk bergabung.

“Apakah jasa kesultanan rumpun Melayu ini dilupakan begitu saja oleh penguasa Indonesia di bawah rezim Joko Widodo?” tanya Rahman. 

Karena itu, Rahman mengingatkan para raja dan sultan se Asia Tenggara mengambil sikap terhadap pemerintah RRC yang memanfaatkan  oligarki WNI China berdasarkan UU Omnibuslaw /UU Cipta Kerja untuk mencaplok kedaulatan Indonesia yaitu tanah milik  pribumi Melayu di pulau Rempang dan Galang Riau. 

Menurut Rahman, usaha pencaplokan wilayah BARELANG  (Batam, Rempang, Galang) Riau, tak lebih dari upaya strategis RRC untuk melegalisasi  klaim bahwa gugusan pulau   itu merupakan wilayah teritori Laut Cina Selatan (LCS) berdasarkan peta  wilayah China yang tergambar dalam setiap dokumen paspor RRC China.

Rahman mengatakan bahwa luas lahan tanah Barelang seluruhnya adalah 18.000 HA berstatus tanah hak eigendom verponding  kedaulatan Kerajaan Lingga dipegang oleh raja sultan anggota PDKN. “Adapun  Pulau Rempang khususnya, berdasarkan Akta Eigendom Verponding adalah seluas 400 HA,” kata Rahman 

Menurutnya, tindakan yang dilakukan oleh negara terhadap masyarakat Melayu Barelang adalah kejahatan  negara atas rakyatnya, terutama dalam perspektif HAM. “Dengan berlindung di balik PP tahun 2019 tentang pembatalan Eigendom Verponding dan Undang Undang Cipta Kerja, juga merupakan pelanggaran,” kata Rahman.

Dia mengatakan, Presiden Joko Widodo tidak bisa membatalkan bukti hak kepemilikan  Eigendom dengan mengeluarkan  PP tahun 2019  karena Eigendom adalah bukti hak milik waris atas tanah adat kerajaan nusantara itu menjadi Asset Collateral 101 yang diketahui dunia. 

Lebih jauh dia mengatakan bahwa investasi RRC di Barelang sangat strategis dari aspek kepentingan jalur pelayaran dan perdagangan dunia, politik, ekonomi, pertahanan dan keamanan. 

Ke depan, menurut Rahman, dapat berpotensi menyulut konflik antar negara ASEAN dan Taiwan berada pada wilayah LCS yang diklaim RRC untuk menguasai seluruh wilayah LCS.   Itu dilakukan dengan kedok investasi, sama artinya Indonesia memperkokoh posisi China sebagai global power di LCS sehingga akan mempertajam potensi konflik atas sengketa pulau  Spratly dan Paracel dengan negara ASEAN dan Taiwan serta Natuna Utara dan Rempang wilayah teritori Indonesia. Karena laut china selatan di Natuna dan Selat Malaka adalah jalur utama pelayaran dari Eropa, Afrika dan Asia Barat menuju Amerika dan kawasan Pasifik.

Rahman mengatakan, klaim nine dashed lines  dan landasan kontinen Indonesia oleh RRC atas overlap yuridiksi  ZEEI di laut Natuna Utara dan Rempang, bila diberikan ijin ìnvestasi  akan berdampak pada pengakuan  peta RRC atas teritori RI di Barelang adalah milik RRC. 

“Jelas akan mengganggu stabilitas keamanan Indonesia dan kawasan karena pintu keluar masuk LCS lewat wilayah Indonesia,” ujar Rahman sembari menambahkan bahwa kawasan investasi Barelang  bila terus dijinkan nantinya akan ditutup hanya untuk kepentingan RRC dan melegalisasi klaim atas  teritori Indonesia dan negara tetangga di LCS .

Dengan pertimbangan itu, maka partai yang dipimpinnya, PDKN, akan segera menyurati komunitas kerajaan kesultanan Asia Tenggara seperti Sultan Brunai Darusalam , Sultan Johor dan Malaka , Sultan  Sulu di Mindanao Philipina, Raja Camboja dan Raja Thailand dan Sultan Melayu di Patani agar mendesak pemerintahannya menggelar KTT  ASEAN menyikapi pelanggaran HAM,  tragedi kemanusian atas usaha pencaplokan  tanah swapraja Kerajaan Lingga yang dihuni  pribumi Melayu di Barelang.

“Investasi  hanyalah siasat untuk menguasai LCS dan digunakan untuk memindahkan imigran asal China daratan ke Riau,” kata Rahman.

Menurutnya, agar Presiden Joko Widodo tidak terjebak dalam pelanggaran HAM dan menggadaikan kedaulatan Indonesia pada RRC, maka  sebaiknya investasi   RRC di Barelang  absolut dibatalkan.

Penguasaan wilayah Barelang oleh China, kata Rahman, akan dimanfaatkan untuk melegalisasi klaim Tiongkok atas batas laut dgn 10 negara kawasan Asia Pasifik  yaitu Malaysia, Singapore, Brunai Darusalam, Philipina, Thailand, Vietnam, India dan Australia 

“Saya berkeyakinan lokasi Pulau Rempang dan Galang nantinya  akan ditutup dari aktivitas umum seperti yg sekarang terjadi  di Pantai Indah Kapuk Jakarta dan Morowali Sulteng. Semua kapal yang melewati jalur perairan pintu masuk Indonesia dan Selat Malaka akan dipajaki investor,” katanya.

Lebih dari itu, imbuh pria asal pulau Adonara NTT itu, untuk pemasukan kas keuangan RRC dan  ekskalasi militer China di LCS  dapat mengganggu stabilitas keamanan negara kawasan mengundang kesalah pahaman antar negara ASEAN dan Pasifik dengan Indonesia.

“Kami mendukung investasi. Tetapi juga mengingatkan agar investasi pembangunan kawasan ekonomi di Barelang tidak harus mengusir rakyat pribumi dari tanah kelahirannya dengan mempertontonkan kezaliman terhadap rakyat puak Melayu,” ungkap Rahman. 

Dia juga mengeluhkan bahwa kerangka utama tujuan  terbentuknya Otorita Batam adalah untuk menyaingi Singapura dalam kemajuan kesejahteraan ekonomi. Namun  semuanya hanyalah janji kosong semata, ditandai oleh tujuan investasi Rempang Eco City  diduga untuk melegalisasi  klaim China atas pulau Barelang  dan Natuna Utara teritori Indonesia di LCS  adalah wilayah RRT  untuk memindahkan penduduk China daratan ke Riau seperti yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia.

Rahman juga menyatakan bahwa ada keprihatinan mendalam dari para raja sultan kerajaan Nusantara atas pernyataan Panglima TNI yang  mencoreng citra Presiden Joko Widodo sebagai panglima tertinggi dalam perspektif penyalahgunakan  aparat TNI untuk urusan tanah dan proyek.

“Kesalahan sangat fatal dengan memusuhi rakyat Melayu. Dia, Panglima TNI Judo Margono, telah melanggar UU TNI, dimana digunakan hanya sebagai bemper  untuk melindungi oligarki China komunis. Sangat memprihatinkan kita semua sebagai bangsa yg besar dan terhormat,” kata Rahman Sabon Nama.

Analis politik senior ini juga meminta Presiden Joko Widodo bisa membuktikan nasionalismenya terhadap bangsa dan negara dengan komitmen untuk mempertahankan secara mutlak suku Melayu Rempang dan Galang di tanah leluhurnya. 

Untuk itu dia kembali menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo perlu mengambil kebijakan untuk membatalkan proyek investasi  pembangunan Eco City karena substansi dan arah kebijakan untuk pembangunannya paradoks dengan konstitusi UUD 1945 tentang  asas kemanusiaan dan keadilan yaitu sila kedua dan kelima Pancasila. (*)

523

Related Post